Senin, 26 Agustus 2013

(Buku of the Day) Lentera Al-Qur'an: Kisah dan Hikmah Kehidupan


Memaknai Kehidupan ala Quraish Shihab


 



 

Judul                : Lentera Al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan

Penulis             : Muhammad Quraish Shihab

Penerbit            : Mizan

Cetakan            : (edisi ke-II), April 2013

Tebal                : 356 halaman

ISBN                 : 978-979-433-784-4

Peresensi          : Khotibul Umam, Pengelola Taman Baca Semesta (TBS) Semarang

 

Buku ini merupakan kompilasi tulisan Quraish Syihab, seorang pakar tafsir terkemuka, mengenai beraneka ragam hikmah dan kisah kehidupan yang sebelumnya pernah tayang di harian Pelita, dalam rubrik Pelita Hati. Dinamakan Pelita Hati karena tulisan tersebut bertujuan untuk menerangi hati yang gundah, gelisah dan tak jelas arah.


Buku ini dibagi menjadi beberapa sub-bab yang didalamnya memuat banyak artikel yang berhubungan. Sub-bab tersebut antara lain adalah memahami petunjuk agama, memahami takdir Allah, memahami makna rukun Islam, memahami potensi ruhaniyyah manusia, memahami masalah-masalah di sekitar kita, memahami kecendikiawanan dan kepemimpinan, serta memahamai perbedaan dan persaudaraan.


Dalam buku ini, Quraish Syihab begitu terampil dalam mengurai setiap artikel secara tuntas dengan disertai argumentasi ilmiah berupa penafsiran al-Qur’an, hadis, maupun pemikiran para tokoh besar yang berkaitan. Pakar tafsir ini juga tampaknya sangat pas dalam menggunakan bahasa tulisan dalam buku yang cukup tebal ini. Renyah dan mengalir. Seperti halnya tulisan di media massa pada umumnya.


Semisal tulisan tentang pentingnya menyayangi anak. Tulisan ini menjelaskan bahwa syarat utama dalam mendidik anak adalah pengertian dan kesadaran terhadap wujud dan kepribadian anak. Cinta kepada sang anak hendaknya tidak mengantarkan orang tua memaksa kepada anak untuk menjadi seperti mereka, atau melanjutkan mereka. Karena cinta adalah hubungan mesra antara dua “aku”.


Kalau orang tua memaksakan anaknya menjadi “kelanjutannya”, maka pudarlah cinta. Karena ketika itu, aku hanya satu, sedangkan “cinta” adalah hubungan mesra antara dua “aku”. Seorang anak berapa pun usianya, tetaplah manusia yang memiliki jiwa, perasaan, dan kepribadian (hlm. 214).


Lain halnya, artikel mengenai pemahaman malapetaka sebagai takdir tuhan. Disebutkan bila ada malapetaka atau sesuatu yang tidak menyenangkan, biasanya kita cepat-cepat melempar penyebabnya kepada takdir. Dan sebaliknya, kita melupakan kata ini saat kita sedang meraih kesuksesan. Hal ini tidak sejalan dengan ajaran al-Qur’an: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu maka itu dari (kesalahan) dirimu sendiri (Q.S. 4:79).


Benar, kita tidak dapat lepas dari takdir Tuhan. Tetapi, takdir-Nya tidak hanya satu. Kita diberi kemampuan untuk memilihnya. Runtuhnya tembok yang rapuh dan menjangkitnya wabah merupakan takdir-takdir Tuhan, berdasarkan hukum-hukum yang sudah ditetapkan. Maka, bila seseorang tidak menghindar, ia akan menerima akibatnya, dan itu adalah takdir. Tetapi, jika ia menghindar dan kemudian luput dari mara bahaya, itu juga takdir (hlm. 77).


Sementara dalam artikel lainnya, kita akan diajak memaknai hakikat puasa Ramadhan. Menurut penulis buku, berpuasa selama bulan Ramadhan adalah usaha manusia—sekuat kemampuannya—untuk meniru Tuhan dalam sifat-sifat-Nya. Kalau demikian itu hakikat puasa, maka seyogjanya benih-benih puasa yang diraih mengantarkan kepada “bersikap dan bersifat dengan sikap dan sifat Allah SWT,” sehingga dapat menghiasi diri, mewarnai tingkah laku serta memengaruhi cara berpikir seseorang. Seperti Tuhan Maha Berpengetahuan, Mahakaya, Maha Pengasih terhadap makhluk-makhluk-Nya, Maha damai, dan sebagainya (hlm. 144).


Selain membahas pentingnya mencintai anak, pemahaman malapetaka sebagai takdir, dan hakikat puasa, Quraish Shihab juga menyinggung masalah jabatan sebagai suatu amanat. Alasan beliau menuliskan masalah tersebut adalah karena pada saat itu, media massa tengah mengangkat berita “ribut-ribut” soal gubernur atau dinamika pencalonannya. Bedanya, beliau mengangkatnya dari sisi khazanah keilmuan Islam, juga beberapa butir masalah yang berkaitan (hlm. 313).


Nah, meski buku ini merupakan refleksi atas peristiwa di masa lalu, setidaknya kita dapat menghubungkan sendiri antara pelbagai persoalan pelik di sekitar kita hari ini dengan artikel-artikel yang ada. Lewat indeks dan daftar isi yang disediakan dalam buku, pembaca akan mudah menemukan artikel yang dicari.


Buku terbitan Penerbit Mizan edisi kedua ini adalah salah satu karya Quraish Shihab yang sangat layak untuk dibaca. Penulisnya yang sangat berkompeten dan berwawasan luas dalam dunia tafsir, membuat buku ini tidak pelu diragukan manfaatnya. Selain buku ini, lewat tangan beliau, terlahir pula karya-karya yang legendaris, seperti “Membumikan” Al-Qur’an, Tafsir Al-Misbah, Wawasan Al-Qur’an, Lentera Hati, dan lainnya.


Alhasil, membaca buku setebal 376 ini kita akan senantiasa merengkuh pencerahan religi mengenai problematika hidup yang komplek. Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar