Jumat, 23 Agustus 2013

(Ngaji of the Day) Tidak Ada Diskriminasi


Tidak Ada Diskriminasi

Oleh: Alil Wafa

 

“…Dan anak laki-laki tidaklah sama seperti anak perempuan…” (QS. Ali Imran [3]: 36)

 

Sebagian orang kadang terjerumus dalam kesalahan di saat mendefinisikan kata adil dengan mengartikan dan mengidentikkannya dengan persamaan, padahal tidak ada konsekuensi antara keadilan dan persamaan. Memang sebagian keadilan mempunyai arti persamaan tapi tidak semua persamaan itu berarti keadilan. Oleh karena itu, definisi yang tepat untuk keadilah ialah “memberikan hak pada pemiliknya” atau “menempatkan sesuatu pada tempatnya”. Berdasarkan definisi di atas, Islam telah berlaku adil dengan memberikan hak dan menempatkan perempuan pada tempatnya sesuai dengan kodrat yang ia miliki.

 

Sekilas, sepertinya memang ada beberapa aturan Islam yang cenderung lebih memberatkan dan tidak memihak wanita. Semisal, auratnya lebih susah dijaga disbanding lelaki, wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya, wanita persaksiannya kurang jika berbanding lelaki, wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki, wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak, wanita wajib taat kepada suaminya, sementara suami tak perlu taat kepada pada istrinya, talak terletak di tangan suami bukan istri, wanita kurang dalam beribadah karena adanya haid dan nifas yang taka da pada lelaki, dan perbedaan-perbedaan lain dalam melaksanakan rutinitas ibadah.

 

Benar, kalau hanya dipandang dengan satu mata, tanpa membuka sebelah mata yang lain. Namun, pola pandang seperti ini adalah cara pandang parsial yang tidak sportif. Karena dari sudut yang lain, ternyata banyak sekali aturan-aturan syariat yang justru memposisikan wanita di atas kaum Adam.

 

Beberapa gambran, semisal; aurat wanita memang jauh lebih ketat daripada pria. Wanita seperti terkekang dengan aturan berbusana dalam Islam. Tetapi tidakkah kita berpikir bahwa, benda yang mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan di tempat yang teraman dan terbaik. Sudah pasti berlian, intan, dan permata tidak akan dibiarkan terserak. Itulah bandingannya dengan seorang wanita.

 

Wanita memang wajib taat kepada suami. Islam mengharuskan wanita untuk ‘mentuhankan’ suaminya. Tetapi, bukankah lelaki wajib taat kepada ibunya yang notabebenya seorang wanita tiga kali lebih utama daripada ayahnya?

 

Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki. Bagian wanita hanya separuh dari jatah yang diterima laki-laki. Tetapi, tahukah bahwa harta warisan yang diteriam wanita menjadi milik pribadinya dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya. Sementara apabila lelaki menerima warisan, ia wajib juga menggunakan hartanya untuk istri dan anak-anaknya.

 

Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan ana, sedang lelaki tidak ikut menanggung penderitaannya. Tetapi, tahukah bahwa setiap saat dia didoakan oleh segala makhluk, maliakat dan seluruh makhluk Allah SWT di muka bumi ini. Dan, tahukah jika ia meninggal dunia karena melahirkan adalah syahid dan surga menantinya.

 

Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggungjawabkan terhadap wanita: istrinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara peremuannya. Bukankah itu berarti bahwa seorang wanita, tanggung jawab terhadapnya ditanggung oleh empat orang lelak; suaminya, ayahnya, anak lelakinya dan saudara lelakinya.

 

Seorang lelaki wajib berjihad di jalan Allah SWT, sementara bagi wanita jika taat akan suaminya, serta menunaikan tanggung jawabnya kepada Allah SWT, maka ia kan turut menerima pahala setara seperti pahala orang pergi berjihad di jalan Allah SWT tanpa perlu mengangkat senjata.

 

Seorang wanita boleh memasuki pintu surga melalui pintu surga mana saja yang disukainya, cukup dengan empat syarat saja, yaitu salat lima waktu, puasa di bulan Ramadan, taat kepada suaminya dan menjaga kehormatannya. Dan masih banyak lagi gambaran lainnya.

 

Sebenarnya apa yang telah menjadi ketetapan di dalam agama Islam, melalui wahyu-wahyu dari Allah SWT dan Sunnah Rasul SAW, bukanlah sebagai permasalahan melainkan berupa sejumlah karunia. Islam adalah salah satu yang dianut, bukan hanya berdasarkan doktrin-doktrin dokmatis, tetapi juga dengan pertimbangan hasil olah nalar, olah jiwa, dan keteladanan pemeluk-pemeluknya, sehingga tidak pantas setiap ketentuan dalam Islam dianggap sebagai permaslahan atau sesatu yang akan menjadi beban pederitaan. Jika ada yang menganggap ketentuan dari Allah SWT dan Rasul-Nya adalah adalah suatu permasalahan, maka itu karena ketidaktahuan dan rasa pengingran belaka.

 

Yakinlah bahwa sebagai Dzat yang Maha Pencipta, maka sudah pasti Ia yang Maha Tahu akan manusia, sehingga segala peraturan hukumnya adalah yang terbaik bagi manusia dibandingkan dengan segala peraturan buatan manusia.

 

Sumber: Buletin Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan – Jawa Timur, Edisi 71, Halaman 30 – 31.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar