Rabu, 28 Agustus 2013

(Ponpes of the Day) Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya - Jawa Barat


Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya – Jawa Barat

 



 

Sejarah

 

Pondok Pesantren Suryalaya dirintis oleh Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad atau yang dikenal dengan panggilan Abah Sepuh, pada masa perintisannya banyak mengalami hambatan dan rintangan, baik dari pemerintah kolonial Belanda maupun dari masyarakat sekitar. Juga lingkungan alam (geografis) yang cukup menyulitkan.


Namun Alhamdullilah, dengan izin Allah SWT dan juga atas restu dari guru beliau, Syaikh Tholhah bin Talabudin Kalisapu Cirebon semua itu dapat dilalui dengan selamat. Hingga pada tanggal 7 Rajab 1323 H atau 5 September 1905, Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad dapat mendirikan sebuah pesantren walaupun dengan modal awal sebuah mesjid yang terletak di kampung Godebag, desa Tanjung Kerta. Pondok Pesantren Suryalaya itu sendiri diambil dari istilah sunda yaitu Surya = Matahari, Laya = Tempat terbit, jadi Suryalaya secara harfiah mengandung arti tempat matahari terbit.

 

Pada awalnya Syeikh Abdullah bin Nur Muhammad sempat bimbang, akan tetapi guru beliau Syaikh Tholhah bin Talabudin memberikan motivasi dan dorongan juga bimbingan khusus kepadanya, bahkan beliau pernah tinggal beberapa hari sebagai wujud restu dan dukungannya. Pada tahun 1908 atau tiga tahun setelah berdirinya Pondok Pesantren Suryalaya, Abah Sepuh mendapatkan khirqoh (legitimasi penguatan sebagai guru mursyid) dari Syaikh Tholhah bin Talabudin.

 

Seiring perjalanan waktu, Pondok Pesantren Suryalaya semakin berkembang dan mendapat pengakuan serta simpati dari masyarakat, sarana pendidikan pun semakin bertambah, begitu pula jumlah pengikut/murid yang biasa disebut ikhwan.

 

Dukungan dan pengakuan dari ulama, tokoh masyarakat, dan pimpinan daerah semakin menguat. Hingga keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya dengan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah-nya mulai diakui dan dibutuhkan. Untuk kelancaran tugas Abah Sepuh dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dibantu oleh sembilan orang wakil talqin, dan beliau meninggalkan wasiat untuk dijadikan pegangan dan jalinan kesatuan dan persatuan para murid atau ikhwan, yaitu TANBIH.


Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad berpulang ke Rahmattullah pada tahun 1956 di usia yang ke 120 tahun. Kepemimpinan dan kemursyidannya dilimpahkan kepada putranya yang kelima, yaitu KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin yang akbrab dipanggil dengan sebutan Abah Anom. Pada masa awal kepemimpinan Abah Anom juga banyak mengalami kendala yang cukup mengganggu, di antaranya pemberontakan DI/TII. Pada masa itu Pondok Pesantren Suryalaya sering mendapat gangguan dan serangan, terhitung lebih dari 48 kali serangan yang dilakukan DI/TII. Juga pada masa pemberontakan PKI tahun 1965, Abah Anom banyak membantu pemerintah untuk menyadarkan kembali eks anggota PKI, untuk kembali kembali ke jalan yang benar menurut agama Islam dan Negara.


Perkembangan Pondok Pesantren Suryalaya semakin pesat dan maju, membaiknya situasi keamanan pasca pemberontakan DI/TII membuat masyarakat yang ingin belajar Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah semakin banyak dan mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia. Juga dengan penyebaran yang dilakukan oleh para wakil talqin dan para mubaligh, usaha ini berfungsi juga untuk melestarikan ajaran yang tertuang dalam asas tujuan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dan Tanbih. Dari tahun ke tahun Pondok Pesantren Suryalaya semakin berkembang, sesuai dengan tuntutan zaman, maka pada tanggal 11 maret 1961 atas prakarsa H. Sewaka (Alm) mantan Gubernur Jawa Barat (1947 – 1952) dan mantan Mentri Pertahanan RI Iwa Kusuma Sumantri (Alm) (1952 – 1953). Dibentuklah Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya. Yayasan ini dibentuk dengan tujuan untuk membantu tugas Abah Anom dalam penyebaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dan dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.

 

Setelah itu Pondok Pesantren Suryalaya semakin dikenal ke seluruh pelosok Indonesia, bahkan sampai ke Negara Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, dan Thailand, menyusul Australia, negara-negara di Eropa dan Amerika. Dengan demikian ajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah pun semakin luas perkembangannya, untuk itu Abah Anom dibantu oleh para wakil talqin yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, dan juga wakil talqin yang berada di luar negeri seperti yang disebutkan di atas.

 

Pada masa kepemimpinan Abah Anom, Pondok Pesantren Suryalaya berperan aktif dalam kegiatan Keagamaan, Sosial, Pendidikan, Pertanian, Kesehatan, Lingkungan Hidup, dan Kenegaraan. Hal ini terbukti dari penghargaan yang diperoleh baik dari presiden, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahkan dari dunia internasional atas prestasi dan jasa-jasanya. Dengan demikian eksistensi atau keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya semakin kuat dan semakin dibutuhkan oleh segenap umat manusia.

 

Lembaga Pendidikan

 

Lembaga-lembaga Pendidikan yang didirikan Abah Anom, Secara langsung atau tidak langsung, berperan serta dalam mengembangkan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Kalau pengembangan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah pada masa Abah Sepuh terbatas melalui media tradisional pesantren, maka dimasa kepemimpinan Abah Anom, selain menggunakan media tradisional yang telah ada, juga melalui lembaga pendidikan formal yang didirikannya dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi semuanya amat berperan dalam mengembangkan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah.

 

Mengingat pendidikan mempunyai peranan penting untuk membentuk akhlak serta budi pekerti mulia dan dalam mencerdaskan bangsa serta untuk menanamkan ideologi dalam proses integrasi nasional. Selain itu terselenggaranya pendidikan formal yang baik juga dapat meningkatkan taraf dan mutu kehidupan bangsa.


Lembaga pendidikan yang ada dilingkungan Pondok Pesantren Suryalaya terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan non-formal. Pendidikan formal yang ada terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan formal umum dan Keagamaan.

Pendidikan Formal Umum
Pendidikan Non-Formal
·         Taman Kanak-kanak
·         Sekolah Menengah Umum
·         Sekolah Menengah Kejuruan
·         Pengajian Tradisional
Pendidikan Formal Keagamaan
 
·         Madrasah Tsanawiyah
·         Madrasah Aliyah
·         Madrasah Aliyah Keagamaan

 

Inabah

 

Inabah adalah istilah yang berasal dari Bahasa Arab anaba-yunibu (mengembalikan) sehingga inabah berarti pengembalian atau pemulihan, maksudnya proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat ke Allah. Istilah ini digunakan pula dalam Al-Qur’an yakni dalam Luqman surat ke-31 ayat ke-15, Surat ke-42, Al-Syura ayat ke-10; dan pada surat yang lainnya.


Abah Anom menggunakan nama inabah menjadi metode bagi program rehabilitasi pecandu narkotika, remaja-remaja nakal, dan orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Konsep perawatan korban penyalahgunaan obat serta kenakalan remaja adalah mengembalikan orang dari perilaku yang selalu menentang kehendak Allah atau maksiat, kepada perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah atau taat.


Dari sudut pandang tasawuf orang yang sedang mabuk, yang jiwanya sedang goncang dan terganggu, sehingga diperlukan metode pemulihan (inabah). Metode inabah baik secara teoretis maupun praktis didasarkan pada Al-Qur’an, hadits dan ijtihad para ulama, Metode ini mencakup :

 

Mandi.
Lemahnya kesadaran anak bina akibat mabuk, dapat dipulihkan dengan mandi dan wudlu. Mandi dan wudlu akan mensucikan tubuh dan jiwa sehingga siap untuk 'kembali' menghadap Allah Yang Maha Suci.


Makna simbolik dari wudlu adalah: mencuci muka, mensucikan bagian tubuh yang mengekspresikan jiwa; mencuci lengan, mensucikan perbuatan; membasuh kepala, mensucikan otak yang mengendalikan seluruh aktifitas tubuh; membasuh kaki, dan mensucikan setiap langkah perbuatan dalam hidup.

 

Sholat.
Anak bina yang telah di bersihkan atau disucikan melalui proses mandi dan wudlu, akan dituntun untuk melaksanakan sholat fardhu dan sunnah sesuai dengan metode inabah. Tuntunan pelaksanaan sholat fardhu dan sunnah sesuai dengan ajaran islam dan kurikulum ibadah yang dibuat oleh Abah Anom.

 

Talqin Dzikir.

Anak bina yang telah pulih kesadarannya diajarkan dzikir melalui talqîn dzikr. Talqin dzikir adalah pembelajaran dzikir pada qalbu. Dzikir tidak cukup diajarkan dengan mulut untuk ditirukan dengan mulut pula, melainkan harus dipancarkan dari qalbu untuk dihunjamkan ke dalam qalbu yang di talqin. Yang dapat melakukan talqin dzikir hanyalah orang-orang yang qalbunya sehat (bersih dari syirik) dan kuat (berisi cahaya ilahi).

 

Pembinaan.
Anak bina ditempatkan pada pondok inabah guna mengikuti program Inabah sepanjang 24 jam. Kurikulum pembinaan ditetapkan oleh Abah Anom mencakup mandi dan wudlu, shalat dan dzikir, serta ibadah lainnya.

 

Disamping kegiatan-kegiatan tersebut diatas, juga diberikan kegiatan tambahan berupa : Pelajaran baca Al-Qur’an, berdoa, tata cara ibadah, ceramah keagamaan dan olah raga. Setiap anak bina di evaluasi untuk mengetahui sejauhmana perkembangan kesehatan jasmani dan rohaninya. Evaluasi diberikan dalam bentuk wawancara atau penyuluhan oleh ustadz atau oleh para pembina inabah yang bersangkutan.


Atas keberhasilan metoda Inabah tersebut, KH.A Shohibulwafa Tajul Arifin mendapat penghargaan “Distinguished Service Awards” dari IFNGO on Drug Abuse, dan juga penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia atas jasa-jasanya di bidang rehabilitasi korban Narkotika dan Kenakalan remaja.

 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh DR. Juhaya S. Praja, dalam tahun 1981-1989, 93,1% dari 5.845 anak bina yang mengikuti program inabah dapat dikembalikan ke keadaan semula dan dapat kembali hidup di masyarakat dengan normal.

 

Lokasi

 

Jl. Ds. Tanjungkerta, Kec. Pagerageung – Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat 46158

Telepon : 0265 – 455828, 455801

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar