Bambang Soesatyo
Anggota Timwas Century/
Komisi III DPR RI
Perburuan aset eks Bank Century bernilai
triliunan rupiah di luar negeri ibarat perburuan 'angin sorga'. Sebab, kita
tidak akan bisa menyederhanakan konstruksi kasus maupun proses hukum mega
skandal ini seenaknya menurut versi kita sendiri. Saya menduga itu hanya 'trik'
agar muncul kesan tidak ada kerugian negara dalam kebijakan bailout Bank
Century. Padahal sekali pun nantinya semua aset itu bisa dikembalikan, mereka
yg melanggar hukum dan menyalahgunakan kekuasaan dalam skandal ini tidak boleh
lolos dari jerat hukum.
Itu sudah menjadi tuntutan rakyat yang telah
dituangkan dalam Dokumen Hasil sidang Paripurna DPR RI dan menjadi temuan BPK.
Sudah terbukti bahwa semua transaksi tdk wajar yg merugikan Bank Century telah
dibebankan pada Penyertaan Modal Sementara (PMS). Negara otomatis dirugikan krn
dana PMS bersumber dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), yang nota bene
adalah lembaga keuangan negara.
Bukti permulaan yang memperkuat indikasi
pelanggaran hukum, penyalahgunaan wewenang serta unsur kerugian negara,
terbilang sangat komprehensif. Bahkan terus bertambah. Sembilan temuan BPK dari
audit investigatif, plus 13 temuan BPK lainnya dari audit forensik, ditambah
hasil pemeriksaan Pansus DPR menjadikan bukti permulaan mega skandal ini sudah
lebih dari cukup. Kepeutusan pengadilan yang memerintahkan pembayaran kepada
nasabah Antaboga bisa dilihat sebagai bukti tambahan yang sahih. Tafsir lain
dari Keputusan pengadilan itu menunjukan bahwa otoritas keuangan, dalam hal ini
bank sentral, melakukan kecerobohan yang disengaja dalam mengawasi manajemen
Bank Century.
Artinya, keputusan pengadilan itu memberi
tambahan panduan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyidik dan
menyelidiki skandal ini. Insitusi negara yg terlibat pun sudah sangat jelas,
dari Bank Indonesia (BI), Komite Stabilitas Sektor Keuangan ( KSSK) hingga LPS.
Siapa saja yg memimpin institusi-institusi itu pun sdh menjadi fakta terbuka.
BI kala itu dipimpin Boediono yang kini menjabat Wapres. Sedangkan KSSK
dipimpin mantan Menkeu Sri Mulyani. Semuanya tercatat dalam dokumen DPR maupun
dokumen BPK.
Semua upaya KPK maupun Polri dalam menangani
skandal ini layak dihargai. Tetapi, jangan sampai fokus pemeriksaan dilokalisir
pada peran dan tanggungjawab pihak-pihak di level menengah ke bawah. Kesan ini
sudah lama mengemuka di ruang publik. Belum lama ini misalnya, diumumkan
bahwa sudah 24 berkas perkara yang berstatus P21 (lengkap) dengan jumlah
tersangka 37 orang dalam kasus Bank Century. Bagaimana pun, itu sebuah
progres. Namun, data ini belum bisa memuaskan rasa keadilan publik.
Bahkan, muncul pertanyaan, apakah
penyelidikan dan penyidikan skandal ini hanya bisa sampai sosok-sosok seperti
mereka saja? Publik prihatin. Sebab, selama hampir tiga tahun belakangan ini,
penanganan mega skandal ini praktis belum menunjukan kemajuan yang
berarti. Pada aspek dugaan korupsi dalam kasus ini, belum semua pimpinan
KPK sepakat menaikkan staitus kasus Bank Century ke tahap penyidikan.
Sejauh ini, penegak hukum belum menyentuh
inti persoalan skandal ini, yakni penyalahgunaan wewenang sebagai muara dari
skandal ini. Penyalahgunaan wewenang dengan konsekuensi terjadinya pelanggaran
hukum yang masif dan menyebabkan kerugian negara. Muncul kesan bahwa ada
keengganan penegak hukum untuk memasuki areal inti persoalan.
Sebaliknya, untuk memberi kesan kepada
masyarakat bahwa mereka bekerja menangani kasus Bank Century, penegak hukum
sigap memburu tersangka lain yang secara politis tidak berdaya untuk melakukan
perlawanan. Maka, rampunglah 24 berkas perkara untuk 37 tersangka itu.
Idealnya, semua berkas perkara itu dilihat sebagai konsekuensi logis dari
penyalahgunaan wewenang oleh pemegang otoritas sektor perbankan. Kesimpulannya,
apa yang sudah dicapai penegak hukum sampai saat ini baru bagian terluar dari
persoalan utama kasus Bank Century.
Mengalihkan Perhatian
Demikian pula ketika baru-baru ini berkembang
wacana tentang upaya mengembalikan aset eks Bank Century yang ditemukan di
Hongkong. Kerja keras tim pencari aset Bank Century harus diapresiasi. Tetapi,
sekali lagi, dia tidak akan bisa menjawab inti persoalan kasus ini. Bahkan,
sekali pun semua aset eks Bank Century di luar negeri pada akhirnya bisa
dirampas nantinya, tetap saja masalahnya belum selesai. Rakyat akan tetap
menuntut dilaksanakannya proses hukum terhadap siapa saja yang menyalahgunakan
wewenangnya sehingga mega skandal ini bisa terjadi.
Aset Bank Century tersimpan di empat negara,
meliputi Hongkong, Bahama, Swiss dan Singapura. Di Hongkong berupa uang
tunai Rp 86 miliar, serta surat berharga yang berjumlah 388 juta dolar AS dan
650.000 dolar Singapura. Di Swiss, atersimpan dana senilai 155 juta dolar AS.
Karena perbedaan hukum, tidak mudah menarik aset-aset itu kembali ke Indonesia.
Otoritas hukum di Hongkong menilai keputusan Pengadilan Jakarta Pusat belum
bisa diartikan sebagai perintah perampasan. Pemerintah Indonesia diminta
mengacu pada sistem hukum di Hongkong. Sedangkan pengadilan di Swiss
berpendapat putusan Pengadilan Jakarta Pusat menunjukkan adanya masalah
administrasi negara yang tidak bisa dijadikan alasan merampas aset.
Berbagai kalangan yang awam hukum pun sejak
awal paham bahwa untuk menarik aset-aset itu dari negeri lain terbilang
amat sulit. Selain persoalan teknis hukum, pun memerlukan waktu yang lama
dengan biaya yang tidak sedikit. Buktinya, dari Hongkong, sudah muncul
perlawanan dari pihak ketiga yang menggugat usaha tim pengembalian aset Bank
Century. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah kenyataan bahwa orang-orang
Indonesia dengan perilaku seperti Robert Tantular tidak sedikit. Mereka sudah
tahu betul bagaimana caranya menyimpan dan mengamankan hasil rampokan
dari Indonesia di luar negeri.
Pesan yang ingin ditekankan di sini adalah
jangan sampai kisah tentang pencarian dan upaya pengembalian aset eks Bank
Century di luar negeri dijadikan sebagai isu untuk mengalihkan masalah. Pun,
jangan sampai juga upaya pengembalian aset itu dijadikan alasan untuk
menyederhanakan kontruksi hukum kasus Bank Century maupun proses hukumnya.
Kalau benar-benar ingin memburu dan mengembalikan
kekayaan Indonesia yang dibawa kabur ke negeri lain, tim pemburu aset jangan
hanya jadi tim 'pemburu angin' yang hanya menghabis-habiskan uang negara namun
tanpa hasil. Seharusnya tim tersebut juga memburu juga para buron BLBI (Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia) yang kini bersembunyi di sejumlah negara. Aset para
buron BLBI jauh lebih besar dibanding nilai aset eks Bank Century yang
disembunyikan di luar negeri. Dalam kasus BLBI, negara dirugikan sampai
ratusan triliun rupiah. Perampokan terbesar dalam sejarah keuangan di
Indonesia.
Jadi, dalam menyikapi kasus Bank Century dan
proses hukumnya, acuannya tetap pada tiga indikasi ini; penyalahgunaan
wewenang, pelanggaran hukum yang masif dan kerugian negara.
Sudah barang tentu semuanya berharap aset eks
Bank Century bernilai triliunan rupiah itu bisa dikembalikan ke Indonesia.
Tetapi, itu bukanlah persoalan utamanya. Lagipula, belajar dari kasus BLBI,
banyak kalangan pesimis aset-aset itu bisa kembali ke tanah air. []
Sent from my BlackBerry® smartphone from
Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar