Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR RI
Memanipulasi persepsi publik dengan mem
blow-up isu gedung baru KPK seolah-olah ditolak DPR lalu menyerukan
penggalangan dana masyarakat kurang bijaksana dan tidak elok. Apalagi dilakukan
ditengah-tengah rasa ketidakpuasan publik terhadap kinerja KPK, terutama dalam
menangani kasus-kasus besar yang menjadi perhatian seluruh rakyat Indonesia.
Rakyat tahu bahwa di atas meja kerja para pimpinan KPK, masih banyak tumpukan
dokumen atau berkas kasus korupsi. Setiap hari rakyat menuntut KPK segera
menuntaskan kasus-kasus korupsi besar itu, tanpa tebang pilih.
Tiba-tiba, masalah kebutuhan gedung baru
dikedepankan menjadi persoalan utama KPK. Pemahaman publik dimanipulasi dan dijungkirbalikan
sedemikian rupa untuk kemudian dimunculkan persepsi DPR menganiaya KPK. Tidak
cukup sampai di situ, digagas pula gerakan Koin untuk Gedung KPK. Kalau seperti
itu cara yang ditempuh, pertanyaannya adalah apakah kita sekarang ini ingin mencerdaskan
atau ikut- ikutan membodohi dan membohongi masyarakat? Dari aspek moral,
mengeksploitasi masalah gedung baru KPK – apalagi dengan memanipulasi persepsi
publik -- sungguh-sungguh memprihatinkan.
Karena itu, sekarang, siapa pun boleh
berkesimpulan bahwa ada pihak yang diberi tugas mengganyang korupsi tidak fokus
pada tugasnya menyelesaikan perkara-perkara korupsi yang sudah terungkap dan
menjadi perhatian seluruh elemen rakyat. Konsentrasi mereka ternyata terbagi,
karena ada yang lebih menyibukan diri dengan pengadaan proyek gedung. Padahal,
tuntutan publik mengenai peningkatan kerja sama sekali belum terjawab.
Masyarakat berpendapat bahwa sampai saat ini
KPK masih berkutat pada penanganan kasus korupsi skala kecil yang sesungguhnya
bisa ditangani institusi penegak hukum lain. Kasus-kasus skala kecil itu
digunakan untuk menutup-nutupi ketidakberanian terhadap kasus besar yang
menyeret kekuasaan. Seperti Century, Hambalang dan lain-lain sekaligus sebagai
upaya menghibur publik. Sebaliknya, komitmen memrioritaskan penanganan kasus
korupsi skala besar masih sebatas janji. Pada kasus Wisma Atlet dan kasus
Hambalang, KPK hanya berani menyentuh figur-figur yang posisi politiknya tidak
kuat.
Memang, kesigapan KPK mengungkap kasus-kasus
korupsi skala kecil tetap harus diapresiasi. Namun, janji menangani kasus
korupsi skala besar yang siudah menjadi perhatian masyarakat harus dipenuhi.
Sampai saat ini, rakyat tetap menuntut KPK menuntaskan skandal Bank Century,
kasus mafia pajak, hingga kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), serta
kasus suap Deputi Gubernur Bank Indonesia (DGSBI). Kasus-kasus korupsi tersebut
jelas-jelas merugikan negara dalam jumlah masif. Karena itu, polemik gedung
baru KPK jangan sampai mengalihkan perhatian publik terhadap sejumlah kewajiban
terkini KPK, terutama percepatan progres penanganan sejumlah kasus besar.
Sebenarnya, dapat dipahami kalau KPK
bersikukuh dan menuntut memiliki gedung baru, namun harus juga dipahami untuk
mewujudkan itu harus ada mekanisme yang harus dilalui di DPR. Sebab, tidak
hanya KPK saja yang melakukan desakan kepada pemerintah dan DPR agar memiliki
gedung baru. Empat diantaranya adalah BNN, BNPT, LPSK dan Komnas HAM.
Sebagai institusi yang bertugas menyelamatkan
keuangan negara dari praktik korupsi, KPK seharusnya menjadi panutan dalam
membangun budaya hemat anggaran. Kalau bangunan gedung sekarang memang tidak
memadai lagi, tidak berarti masalahnya harus dijawab dengan mengajukan proposal
proyek gedung baru. Idealnya, KPK bertanya dulu kepada pemerintah dan DPR;
adakah gedung lain milik negara yang masih bisa dimanfaatkan? Tentunya, DPR
akan berkoordinasi dengan pemerintah untuk menjajaki kemungkinan masih adanya
bangunan gedung milik pemerintah yang bisa digunakan KPK.
Memaksakan Kehendak
Hingga saat ini, bukan hanya gedung baru KPK
yang tertunda realisasinya. Pembangunan gedung baru DPR dan sejumlah proyek
lain pun harus ditunda. Rencana pembangunan gedung Badan Narkotika
Nasional (BNN) bahkan sudah bertahun-tahun mengalami penundaan. Karena keterbatasan
keuangan negara, pemanfaatan anggaran pembangunan harus mengikuti skala
prioritas. Sekarang ini, KPK baru mampu menindak, tetapi belum mampu mencegah
tindak pidana korupsi. Karena itu, muncul pertanyaan; kalau proyek gedung baru
KPK disetujui sekarang, mampukah KPK mencegah atau memperkecil terjadinya
tindak pidana korupsi di negara ini?
Selama ini, dukungan DPR kepada KPK terus
menguat dan signifikan. Kendati kinerja KPK belum bisa memuaskan semua pihak,
kenyataan itu tidak menyurutkan keberpihakan DPR kepada KPK. Contohnya, demi
memperlancar tugas-tugas KPK, Pemerintah dan DPR selalu bersepakat
menaikkan anggaran KPK lebih Rp 100 miliar per tahun. Kalau pada 2009 anggaran
KPK masih sekitar Rp 300-an miliar, anggaran untuk tahun kerja 2013 sudah mencapai
Rp 800 miliar.
Pada prinsipnya, tidak satu pun fraksi di DPR
yang menolak proposal gedung baru KPK. Akan tetapi, seperti halnya proses
perencanaan proyek pembangunan lainnya, usulan atau proposal gedung baru KPK
juga memerlukan pembahasan dan kajian. Komisi III DPR sendiri saat ini masih
membahas rincian pagu indikatif bagi semua lembaga yang menjadi mitra
kerja. Prinsip skala prioritas tidak bisa diabaikan begitu saja.
Tidak ada yang salah dari wacana gedung baru
KPK. Namun, menjadi tidak etis jika unsur pimpinan KPK mendramatisasi wacana
itu dengan menggalang pengumpulan koin. Persoalan gedung baru KPK didramatisasi
sebagai hal yang sangat tinggi urgensinya. Seakan-akan pelaksanaan tugas dan
fungsi KPK tidak efektif jika tidak dibangunkan gedung baru.
Bahwa ada masalah dalam cara DPR menyikapi
proposal gedung baru KPK memang tidak perlu ditutup-tutupi. Rakyat harus tahu
itu. Akan tetapi, harus ada kearifan untuk melokalisir masalah itu sebagai
persoalan antara KPK di satu sisi dengan DPR dan pemerintah di sisi lain. Tentunya
berdasarkan saling pengertian dari masing-masing pihak. Menjadi sangat tidak
bijaksana jika pihak yang satu coba memaksakan kehendak dengan mencari simpati
publik serta menggalang pengumpulan koin. Jelas bahwa cara-cara seperti itu
merusak tatanan.
Sebagian besar masyarakat sadar bahwa isu
gedung baru KPK terlalu dipaksakan. Pun, diyakini hanya mengemuka sesaat saja.
Sebab, pada akhirnya, semua akan kembali pada isu utama tentang KPK. Isu
utamanya adalah peningkatan kinerja KPK dalam menuntaskan kasus-kasus besar
yang lama mangkrak, bukan proyek gedung baru. []
Sent from my BlackBerry® smartphone from
Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar