Mega proyek mushaf Al-Qur’an yang dikodifikasi oleh khalifah Abu Bakar memiliki sejumlah keistimewaan yang membedakannya dari mushaf lainnya.
Pertama, mushaf Abu Bakar dikerjakan dengan penuh ketelitian dan upaya
pengecekan secara maksimal.
Kedua, pencatatan ayat pada mushaf tidak dilakukan kecuali setelah dipastikan
tidak ada pemansukhan pada bacaannya. Artinya, mushaf Abu Bakar hanya memuat
Al-Qur’an yang tidak dimansukh bacaannya. (M Abdul Azhim Az-Zarqani, Manahilul
Irfan fi Ulumil Qur’an, [Kairo, Darul Hadits: 2017 M/1438 H], halaman 204).
Ketiga, umat bersepakat atas bacaannya. Kualitas periwayatannya mutawatir.
Keempat, cakupan mushaf atas ragam qiraah (qiraah sab’ah) yang berkembang
ketika itu. (Syekh M Ali As-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumil Qur’an, [tanpa kota,
Darul Mawahib Al-Islamiyyah: 2016 M], halaman 58).
Kodifikasi mushaf Abu Bakar RA tidak menafikan sejumlah mushaf yang ada di
tangan para sahabat. Hanya saja kodifikasi mushaf Abu Bakar RA dilakukan dengan
penuh ketelitian. (As-Shabuni, 2016 M: 58).
Zaid bin Tsabit mengerjakan kodifikasi Al-Qur’an dengan serius, pemeriksaan
seksama, ketelitian, dan juga kehati-hatian luar biasa. Dalam mengerjakan
kodifikasi Zaid berpatokan pada dua sumber, pertama hafalan para sahabat.
Kedua, catatan sahabat yang dilakukan di hadapan Rasulullah SAW. (As-Shabuni,
2016 M: 57). (Az-Zarqani, 2017 M: 203).
Hafalan dan catatan saling mendukung kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan Zaid
bin Tsabit. Karena sangat berhati-hati, ia tidak menerima begitu saja catatan
sahabat. Ia meminta sahabat yang mengajukan catatan Al-Qur’annya untuk
menghadirkan dua orang saksi yang berintegritas bahwa catatannya dilakukan di
hadapan Rasulullah SAW.
Hadits riwayat Abu Dawud bercerita, suatu hari Sayyidina Umar bin Khattab
datang dan menyeru, "Siapa saja yang menerima sesuatu dari Al-Qur’an,
hendaklah datang membawanya." Para sahabat mencatat Al-Qur’an pada
berbagai lembaran, papan, dan pelepah kurma. Catatan mereka tidak akan diterima
sebelum disaksikan oleh dua orang.
Riwayat Abu Dawud menceritakan, khalifah Abu Bakar RA berkata kepada Umar RA
dan Zaid bin Tsabit, "Duduklah di pintu masjid. Siapa saja yang kepada
kalian membawa dua saksi atas Al-Qur’annya, hendaklah kalian tulis."
Dua saksi yang dimaksud adalah hafalan dan catatannya, kata Ibnu Hajar
Al-Asqalani. Imam As-Sakhawi dalam Kitab Jamalul Qurra’ mengatakan, kedua bukti
tersebut bersaksi bahwa catatan Al-Qur’an yang dibawa oleh sahabat tersebut
ditulis di hadapan Rasulullah SAW.
Semua pemeriksaan teliti ini menunjukkan bahwa Zaid bin Tsabit yang ditunjuk
sebagai pimpro kodifikasi Al-Qur’an tidak mencukupkan diri pada catatan sahabat
saat melakukan inventarisasi ayat dan surat Al-Qur’an sehingga sahabat yang
menerima Al-Qur’an dari Rasulullah mengajukan bukti atas catatannya di samping
Zaid sendiri adalah sahabat yang hafal Al-Qur’an. Zaid juga tidak mencukupkan
diri dengan hafalan sahabat lainnya tanpa bukti catatan. (Manna’ Al-Qaththan,
Mabahits fi Ulumil Qur’an, [tanpa kota, Darul Ilmi wal Iman: tanpa tahun],
halaman 122).
Ketelitian dan kehati-hatian ini bertujuan agar teks yang ditulis benar-benar
teks yang dicatat di hadapan Rasulullah SAW untuk menjaga orisinalitas dan
keotentikannya.
Kia tahu bahwa Al-Qur’an sebelum era khalifah Abu Bakar RA, di masa Rasulullah
SAW, telah dicatat. Tetapi catatan itu tercecer pada lembaran terpisah di
berbagai alas tulis, lembaran kulit, tulang, pelepah kurma. Khalifah Abu Bakar
menginstruksikan pengodifikasian Al-Qur’an pada satu mushaf lengkap dengan
susunan ayat dan suratnya, yaitu sebuah mushaf dihimpun dengan teliti serta
mencakup tujuh huruf sebagaimana turunnya Al-Qur’an pada Rasulullah SAW.
(Al-Qaththan, tanpa tahun: 123).
Khalifah Abu Bakar merupakan sahabat pertama yang melakukan kodifikasi
Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan kerja-kerja penuh kecermatan dan ketelitian
maksimal. Kalau pun ada mushaf yang dimiliki sebagian sahabat seperti mushaf
Ali, mushaf Ubay, mushaf Ibnu Mas’ud, maka kualitas ketelitian kodifikasinya
tidak setara dengan mushaf Abu Bakar RA. Di sinilah letak keistimewaan mushaf
Abu Bakar RA. (Az-Zarqani, 2017 M: 204-205).
Sebagian ulama meriwayatkan bahwa sebutan mushaf untuk Al-Qur’an berawal dari
era khalifah Abu Bakar RA. Sayyidina Ali mengapresiasi kerja mushaf Abu Bakar
RA, "Orang yang paling besar pahalanya dalam kodifikasi mushaf adalah Abu
Bakar. Rahmat Allah atasnya. Dialah orang pertama yang mengodifikasi
Al-Qur’an." (Al-Qaththan, tanpa tahun: 123).
Statemen tersebut merupakan sebuah pengakuan jujur Sayyidina Ali bin Abu Thalib
RA atas kerja-kerja teliti kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan khalifah Abu
Bakar As-Shiddiq RA. (Az-Zarqani, 2017 M: 205). Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar