Duduk dan membaca tahiyat awal adalah salah satu kesunahan dalam shalat. Sangat baik bila dilakukan. Namun bila ditinggalkan tidak mendatangkan dosa. Meski begitu, tahiyat awal ini pasti diajarkan dalam pembelajaran shalat, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Lalu bagaimana bila dalam shalat orang belum melakukan tahiyat awal tapi terlanjur berdiri, bagaimana hukum shalatnya?
Meskipun tidak wajib, tahiyat awal sangat penting dilakukan saat shalat.
Tahiyat awal termasuk kategori sunnah ab'adh, yakni kesunnahan shalat yang
diibaratkan seperti anggota tubuh yang sangat vital, dimana ketiadaannya
meskipun tidak menyebabkan kematian, namun membuat cacat, seperti kedua tangan
dan kaki. Orang shalat melakukan tahiyat awal, shalatnya tetap sah, namun
shalatnya cacat, karena ada organ yang tidak lengkap seperti orang tak punya
kaki.
Ketika shalat, entah karena faktor apa, terkadang kita lupa tahiyat awal dan
langsung berdiri rakaat ketiga. Ketika sudah di posisi berdiri baru ingat belum
tahiyat awal. Dalam keadaan seperti itu, bolehkah kita duduk untuk melakukan
tahiyat awal?
Mengikuti petunjuk hadits riwayat Mughirah bin Syu'bah ra, bila mengalami kasus
seperti itu, belum tahiyat awal tapi terlanjur berdiri, maka kita tidak boleh
kembali duduk apabila terlanjur tegak berdiri.
إذا
قامَ أحدُكم منَ الرَّكعتينِ فلم يستتمَّ قائمًا فليجلِس، فإذا استتمَّ قائمًا فلا
يجلِسْ ويسجدُ سجدتيِ السَّهوِ
Artinya, “Bila salah satu dari kalian berdiri dari rakaat kedua dan belum
sempurna tegak berdiri, maka duduklah (untuk membaca tahiyat awal); dan bila
telah sempurna tegak berdiri, maka jangan duduk, dan sujudlah dua kali sebagai
sujud sahwi.” (HR Ibnu Majah).
Sayyid Abdullah bin Umar bin Yahya dalam kitab Safînatus Shâlah menjelaskan,
kembali duduk dalam persoalan di atas justru membatalkan shalat. Beliau
menjelaskan:
الحادي
عشر قطع ركن من أركانها الفعلية لاجل سنة، كمن قام للتشهد الأول، ثم عاد له عالما
عامدا
Artinya, “Pembatal shalat ke-11 adalah memutus rukun dari rukun shalat yang
berupa aktivitas fisik karena melakukan kesunnahan, seperti orang yang berdiri
lupa tidak melakukan tasyahud (tahiyat) awal, kemudian dia sengaja
kembali lagi untuk melakukannya, padahal tahu bila kembali duduk lagi itu tidak
boleh.” (Abdullah bin Umar bin Yahya, Safînatus Shâlah, [Kediri, Hidayatul
Mubtadiaat], halaman 15).
Penjelasan di atas berlaku bila shalat dilakukan sendiri atau menjadi
imam.
Sedangkan bila menjadi makmum dan terlanjur berdiri, sedangkan imam melakukan
tahiyat awal, maka makmum harus mengikuti imam, kembali duduk dan membaca
tahiyat awal.
Menjadi persoalan ketika imam terlanjur berdiri namun kemudian kembali duduk
untuk membaca tahiyat awal. Mungkin ia tak tahu bahwa kembali tersebut tak
boleh, dalam hal ini, makmum tidak boleh ikut kembali. Ia harus tetap dalam
posisi berdiri. (Said Baâsyin, Busyral Karîm, juz I, halaman 106).
Demikian ketentuan fiqih Syafi’i dalam hal orang shalat lupa tahiyat awal dan
terlanjur berdiri. Dalam hal ini dilihat-lihat, apakah ia shalat sendirian,
menjadi imam, atau bermakmum pada orang lain. Semoga bermanfaat. Amin. []
Ust Muhammad Masruhan, Pengajar di PP Al-Inayah Wareng Tempuran dan
Pengurus LBM NU Kabupaten Magelang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar