Pertanyaan:
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online, kami mendapati darah yang dimasak bersama masakan lain di beberapa daerah. Darah tersebut dimasak sebagai pelengkap dan penyedap makanan. Apakah kita diperbolehkan memakan darah? Atas jawabannya, terima kasih.
(Hamba Allah/Tangerang).
Jawaban:
Wa'alaikumsalam wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), darah yang dimasak disebut sebagai marus, yaitu darah (sapi, ayam, dan sebagainya) beku yang dikukus; saren.
Islam melarang mengonsumsi atau memakan darah. Surat Al-Maidah menjelaskan
ketentuan perihal makanan yang haram dikonsumsi, salah satunya adalah darah
sebagaimana Al-Maidah ayat 3 yang kami kutip sebagiannya.
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai dan darah…” (Al-Maidah ayat 3).
Dari ayat ini, sudah jelas hukum mengonsumsi darah baik dalam keadaan mentah
maupun biasanya sudah dalam keadaan masak dengan berbagai pengolahan seperti
rebus, goreng, atau bakar.
Berbagai tafsir menjelaskan, masyarakat Arab Jahiliyah menuang darah hewan
ternak pada usus lalu membakarnya, kemudian memakannya ketika masak. Allah
mengharamkan praktik memakan darah pada era Islam.
والحكمة
من الذبح: مراعاة صحة الإنسان العامة، ودفع الضرر عن الجسم، بفصل الدم عن اللحم
وتطهيره من الدم؛ لأن تناول الدم المسفوح حرام بسبب إضراره بالإنسان، لأنه مباءة
الجراثيم والمكروبات
Artinya: “Hikmah penyembelihan hewan adalah penjagaan atas kesehatan manusia
secara umum dan penolakan mudharat dari tubuh manusia dengan memisahkan darah
dari daging hewan dan menyucikannya dari darah karena mengonsumsi darah yang
mengalir hukumnya haram karena membahayakan manusia; karena darah merupakan
sarang kuman dan bakteri,” (Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa
Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1984 M/1404 H], juz III, halaman 649).
Sejumlah ulama mengatakan, hikmah penyembelihan hewan yang menumpahkan darahnya
bertujuan untuk membedakan daging dan lemak halal dan yang haram; serta
pengingat atas keharaman bangkai karena darahnya yang menetap pada dagingnya.
(Az-Zuhayli, 1984 M/1404 H: III/649).
Demikian jawaban singkat kami, semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu
terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
(Alhafiz Kurniawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar