Salah satu anjuran dalam Islam adalah berdoa. Ia memiliki posisi yang sangat tinggi, bahkan Rasulullah dalam beberapa riwayat menyebutnya sebagai senjata umat Islam. Oleh karenanya, semua kaum muslimin sangat dianjurkan untuk berdoa kepada Allah tanpa memandang derajat dan posisinya. Berkaitan dengan hal ini, Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Artinya, “Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku
perkenankan bagimu.’” (QS Gafir: 60)
Rasulullah saw bersabda:
الدُّعَاءُ
سِلاَحُ الْمُؤْمِنِ، وَعِمَادُ الدِّينِ، وَنُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ
Artinya, “Doa adalah senjata orang mukmin, pilar agama (Islam), dan cahaya langit dan bumi.” (HR Al-Hakim).
Kendati demikian, banyak yang mempertentangkan doa dan takdir. Mereka
menganggap bahwa berdoa menjadi salah satu manifestasi tidak menerima terhadap
takdir yang Allah berikan. Sebab, jika sudah menerima dengan semua
ketentuan-Nya, ia seharusnya tidak perlu sibuk dengan berdoa. Lantas, benarkah
anggapan ini? Dan benarkah doa merupakan bentuk tidak menerima pada ketentuan Allah?
Mari kita bahas!
Memahami Doa dan Takdir
Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dalam kitab monumentalnya, Ihya’ Ulumiddin menjelaskan satu bab khusus yang membahas perihal doa dan ridha. Ia menyebutkan bahwa doa tidak menunjukkan seseorang tidak ridha akan takdir yang telah ditentukan kepadanya, akan tetapi sebagai bentuk taat seorang hamba kepada Allah yang telah memerintahkan untuk berdoa kepada-Nya.
Menurut Imam al-Ghazali, mereka yang sedang berdoa ibarat orang yang mengajak
orang lain untuk mengerjakan kebaikan dan melarang dari melakukan perbuatan
maksiat. Melarang melakukan maksiat bukan berarti tidak ridha dengan ketentuan
Allah, bahkan salah satu kesalahan yang sangat besar adalah membiarkan pelaku
maksiat larut dalam perbuatannya dengan dalih sudah menjadi takdir Allah.
وَلَا
يُخْرِجُ صَاحِبَهُ عَنْ مَقَامِ الرِّضَا وَكَذَلِكَ كَرَاهَةُ الْمَعَاصِي
وَالسَّعْيُ فِي إِزَالَتِهَا بِالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ
الْمُنْكَرِ لَا يُنَاقِضُهُ
Artinya, “(Doa) tidak mengeluarkan dirinya dari posisi ridha (pada takdir).
Begitu juga dengan membenci maksiat dan berupaya untuk menghilangkannya dengan
cara memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran tidak merusaknya (merusak
posisinya dari ridha pada takdir.” (Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut,
Darul Ma’rifah: tt], juz IV, halaman 351).
Sayyid Murtadha bin Muhammad al-Husaini az-Zabidi juga menjelaskan bahwa berdoa
pada hakikatnya tidak mengurangi sedikit pun pada posisi ridha pada takdir,
bahkan dengan berdoa menujukkan butuhnya seorang hamba kepada Tuhannya Yang
Maha Kuasa. Tidak hanya itu, berdoa juga telah dicontohkan oleh para nabi sejak
dahulu,
فَأَمَّا
الدُّعَاءُ فَقَدْ تَعَبَّدَنَا بِهِ وَكَثْرَةُ دَعْوَاتِ رَسُوْلِ اللهِ
وَسَائِرِ الْاَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ
Artinya, “Adapun doa, maka sungguh (Allah) telah memerintahkan kita untuk
berdoa, dan telah banyak doa-doa Rasulullah dan para nabi lainnya.” (Sayyid
Murtadha, Ithafus Sadah al-Muttaqin, [Beirut, Muassasah Tarikh al-Arabi: 1994
M\1414], juz II, halaman 389).
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa berdoa dan takdir
tidak bisa dipertentangkan. Keduanya memiliki posisi yang berbeda. Orang yang
berdoa tidak berarti menentang terhadap ketentuan yang telah Allah berikan
kepadanya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam al-Ghazali, ia
mengatakan:
وَبِهَذَا
يُعْرَفُ أَنَّ الدُّعَاءَ بِالْمَغْفِرَةِ وَالْعِصْمَةَ مِنَ الْمَعَاصِى
وَسَائِرَ الْأَسْبَابِ الْمُعَيَّنَةِ عَلَى الدِّيْنِ غَيْرُ مُنَاقِضٍ
لِلرِّضَا بِقَضَاءِ اللهِ فَإِنَّ اللهَ تَعَبَّدَ الْعِبَادَ بِالدُّعَاءِ
Artinya, “Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa doa memohon ampunan dan
berusaha menjaga dari maksiat, dan semua sebab-sebab yang bisa menolong pada
agama Islam tidak merusak pada ridha pada ketentuan Allah, karena Allah
memerintahkan manusia untuk berdoa.” (Imam al-Ghazali, VI/354).
Alhasil, berdoa adalah salah satu upaya seorang hamba untuk melaksanakan
perintah Tuhannya, dan menjadi salah satu dari bagian ibadah yang sangat mulia.
Berdoa juga untuk menunjukkan hinanya diri sendiri (manusia) sehingga
membutuhkan pertolongan dari Allah swt. Wallahu a’lam.
[]
Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan
Kokop Bangkalan Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar