Isra Mi’raj menjadi salah satu peristiwa paling agung dalam sejarah Islam. Karena dalam peristiwa itu, Nabi Muhammad mendapatkan wahyu tentang pensyariatan shalat lima waktu, memperoleh keistimewaan dari Allah untuk melakukan perjalanan mulia bersama Malaikat Jibril, bertemu dengan nabi-nabi terdahulu, melihat surga dan negara, dan juga ‘berjumpa’ dengan Allah. Untuk lebih jelasnya, berikut hal-hal menarik di balik Isra Mi’raj:
Keenam, bertemu dengan nabi-nabi terdahulu.
Nabi Muhammad naik ke lapisan-lapisan langit ditemani Malaikat Jibril. Di
langit pertama, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Adam. Di langit kedua, beliau
bertemu dengan Nabi Yahya bin Zakariya dan Nabi Isa bin Maryam. Kemudian
bertemu Nabi Yusuf di langit ketiga. Di langit keempat, beliau berjumpa dengan
Nabi Idris. Nabi Harun bin Imran di langit kelima. Beliau bertemu dengan Nabi
Musa bin Imran di langit keenam. Lalu, di langit ketujuh Nabi Muhammad bersua
dengan Nabi Ibrahim. Nabi-nabi tersebut menyambut Nabi Muhammad dengan salam
dan menetapkan nubuwah terhadapnya.
Dalam Sirah Nabawiyah (Syekh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, 2012), Nabi Musa
menangis ketika Nabi Muhammad hendak meninggalkannya. Beliau kemudian bertanya
perihal apa yang membuat Kalim Allah itu menangis.
“Aku menangis karena ada seorang pemuda yang diutus sesudahku, yang masuk surga
bersama umatnya dan lebih banyak daripada umatku yang masuk ke sana,” jawab
Nabi Musa.
Ketujuh, melihat siksa neraka.
Nabi Muhammad diperlihatkan oleh Allah tentang berbagai macam siksa yang
diterima seseorang karena melakukan perbuatan yang dilarang. Hal ini dilihat
Nabi Muhammad sesudah berjumpa dengan Nabi Adam di langit pertama, sebagaimana
cerita Ibnu Hisyam, dikutip dari Sejarah Hidup Muhammad (Muhammad Husain
Haekal, 2013).
Nabi Muhammad melihat orang-orang yang bibirnya seperti moncong unta, tangannya
menggenggam segumpal api, lalu dimasukkan ke dalam mulut hingga keluar dari
duburnya. Kata Malaikat Jibril, orang-orang itu adalah pemakan harta anak yatim
secara tidak sah. Kemudian Nabi melihat melihat orang-orang dengan perut
besar—sehingga membuat mereka tidak bisa beranjak- sebagai akibat dari
melakukan riba.
Beliau lalu menyaksikan siksaan pezina, yaitu mereka memilih memakan daging
busuk padahal di hadapannya juga ada daging yang baik. Lalu, Nabi melihat
perempuan yang bergelayut pada payudaranya karena mereka suka memasukkkan
laki-laki lain yang bukan dari keluarganya. Nabi Muhammad juga bertemu dengan
penjaga neraka, yaitu Malaikat Malik. Disebutkan Jibril bahwa Malik tidak bisa
senyum. Karenanya, ketika bertemu dengan Nabi, dia tidak mesem sama sekali.
“Seandainya dia bisa tertawa, nisacaya dia akan tertawa kepadamu,” kata Jibril.
Kedelapan, melihat surga.
Jibril juga mengajak Nabi Muhammad untuk melihat-lihat surga. Di situ, Nabi
Muhammad melihat seorang perempuan dengan bibir yang begitu merah merekah.
Setelah ditanya, perempuan itu mengatakan bahwa dirinya adalah ‘miliknya’ Zaid
bin Haritsah.
Nabi juga diajak ke Baitul Ma’mur—Ka’bahnya penduduk langit- di langit ketujuh.
Di sini, sebanyak 70 ribu penduduk langit beribadah setiap saatnya. Setelah selesai
mereka pergi dan tidak lagi ke situ. Di samping itu, Nabi juga melihat Arsy
(Singgasana Tuhan) dan Sidrah al-Muntaha yang sangat indah dan tidak
terlukiskan dengan kata-kata.
Kesembilan, bertemu dengan Allah.
Ulama berbeda pendapat mengenai bagaimana Nabi Muhammad ‘bertemu’ dengan Allah.
Apakah dengan mata telanjang atau dengan mata hati atau sanubari? Merujuk Sirah
Nabawiyah (Syekh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, 2012), Ibnu al-Qayyim
al-Jauziyah, mengutip perkataan Ibnu Taimiyah, mengatakan bahwa Nabi Muhammad
melihat Allah seperti melihat manusia. Artinya, dengan mata telanjang. Pendapat
lain yang dinukilkan dari perkataan Ibnu Abbas, menyebutkan bahwa Nabi melihat
Allah dengan multak dan dengan sanubarinya.
Kesepuluh, shalat lima waktu.
Allah mensyariatkan shalat lima waktu dalam peristiwa Isra Mi’raj—sebelumnya
umat Islam shalat dua kali, yaitu saat pagi dan petang. Tidak seperti
syariat-syariat yang lainnya, Allah langsung mengundang Nabi Muhammad untuk
menemuinya dan menerima kewajiban shalat lima kali dalam sehari semalam.
Ada kisah menarik di balik syariat shalat lima waktu ini. Semula Allah
mewajibkan kepada Nabi Muhammad dan umatnya shalat 50 kali dalam. Beliau
menerima itu. Lalu turun dan bertemu dengan Nabi Musa. Nabi Musa penasaran perihal
perintah apa yang didapat Nabi Muhammad dari Allah.
“Shalat lima puluh kali,” jawab Nabi Muhammad.
Mendengar jawaban itu, Nabi Musa meminta Nabi Muhammad kembali menghadap Allah
dan meminta dispensasi. Katanya, umat Nabi Muhammad tidak akan sanggup
mengerjakan shalat sebanyak itu dalam sehari semalam. Beliau kembali menghadap
Allah dan meminta keringanan. Allah mengabulkan dan menguranginya 10. Jadilah
40. Ketika melewatinya, Nabi Musa meminta agar Nabi Muhammad kembali menemui
Allah dan meminta dikurangi lagi. Hal itu terjadi beberapa kali hingga Allah
‘hanya’ mewajibkan shalat lima waktu bagi Nabi Muhammad dan umatnya.
Sebetulnya Nabi Musa mendesak Nabi Muhammad untuk meminta keringan lagi. Namun
Nabi Muhammad tidak berkenan. Beliau malu karena sudah bolak-balik meminta
keringanan hingga akhirnya tinggal lima. Beliau ridha dan menerima perintah
Allah untuk shalat lima kali satu hari satu malam.
Kesebelas, Abu Bakar mendapatkan gelar as-Siddiq.
Keesokan harinya, Nabi Muhammad menceritakan apa yang telah dialaminya. Yakni
pergi ke Masjidil Aqsa dari Masjidil Haram, kemudian lanjut naik ke
lapisan-lapisan langit hingga Sidrah al-Muntaha. Hal itu membuat musuh-musuh
Islam mengolok-ngolok Nabi Muhammad. Bagaimana mungkin perjalanan yang saat itu
membutuhkan waktu sebulan untuk pergi dan sebulan untuk pulang, ditempuh hanya
dalam satu malam saja. Bagi mereka itu adalah sesuatu yang mustahil. Sehingga
mereka menyebut Nabi Muhammad bohong dan mengada-ada.
Merujuk Sejarah Hidup Muhammad (Muhammad Husain Haekal, 2013), penjelasan Nabi
Muhammad itu juga membuat sangsi sebagian pengikutnya sehingga mereka akhirnya
murtad. Padahal sebelumnya mereka sudah iman. Namun, karena peristiwa yang
tidak masuk akal itu, mereka akhirnya meninggalkan Islam.
Sayyidina Abu Bakar tampil ke depan dan membantah orang-orang yang telah
mendustakan Nabi Muhammad. Ia kemudian menemui Nabi Muhammad dan mendengarkan
langsung penjelasan tentang apa saja yang dilihat dan dialami Nabi selama Isra
Mi’raj, termasuk gambaran Masjidil Haram. Abu Bakar kebetulan pernah pergi ke
Yerusalem.
Setelah selesai mendengarkan cerita Nabi, Abu Bakar langsung mendeklarasikan
bahwa dirinya percaya dengan apa yang dikatakan Nabi Muhammad. Seluruhnya.
Tanpa ragu sedikit pun. Oleh sebab itu, Nabi Muhammad kemudian memberikan
julukan kepada Abu Bakar dengan ‘as-Siddiq’ (yang berkata benar).
M Quraish Shihab dalam Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW (2018) menegaskan
bahwa peristiwa Isra Mi’raj tidak bisa didekati dengan pendekatan ilmiah.
Karena, pendekatan ilmiah harus berdasarkan pada pengamatan, trial and error,
serta eksperimen. Dan ketiganya tidak mungkin diterapkan pada Isra Mi’raj. Isra
Mi’raj hanya terjadi sekali, tidak bisa dilakukan aneka eksperimen untuk
membuktikannya karena Isra Mi’raj tidak menggunakan ‘alat.’
Masih menurut M Quraish Shihab, Isra Mi’raj hanya bisa didekati dengan
pendekatan iman. Sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an Surat al-Isra’ ayat
1, di situ jelas disebutkan bahwa Allah lah yang memperjalankan hambanya (Nabi
Muhammad) dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa pada suatu malam. Sementara Nabi
Muhammad hanyalah objek. Dan Allah tidak membutuhkan waktu dan alat untuk
mewujudkan kehendak-Nya. Waallahu ‘Alam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar