Jumat, 12 Agustus 2016

(Ngaji of the Day) Hukum Shalat Tasbih tanpa Duduk Istirahat



Hukum Shalat Tasbih tanpa Duduk Istirahat

Pertanyaan:

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Pengasuh rubrik bahtsul masail NU Online yang terhormat. Saya mau menanyakan shalat sunah tasbih yang meninggalkan duduk istirahat. Hukum mutlaknya bagaimana? Saya mohon penjelasannya. Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih. Matur suwun. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Gus Sifak

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya kepada kita semua. Pada dasarnya duduk istirahat dianjurkan pada setiap shalat yang ada sujudnya. Duduk istirahat sebagaimana kita maklum adalah duduk sejenak setelah sujud kedua pada rakaat pertama atau rakaat ketiga sebelum berdiri untuk melanjutkan rakaat selanjutnya.

Berkaitan dengan shalat tasbih, duduk istirahat tentu menjadi keharusan karena di sana orang yang melakukannya mesti membaca rangkaian tasbih 10 kali. Shalat dengan duduk istirahat ini merupakan satu dari dua cara shalat tasbih yang kita ketahui. Karena, kita mengenal riwayat Ibnu Abbas RA dan Ibnu Mas‘ud RA perihal cara shalat tasbih.

Dua riwayat ini setidaknya bisa kita temukan dalam kitab Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in karya Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani. Keterangan berikut ini dapat membantu kita memperjelas pertanyaan di atas.

ومنه صلاة التسابيح وهي أربع ركعات بتسليمة واحدة وهو الأحسن نهارا أو بتسليمتين وهو الأحسن ليلا لحديث صلاة الليل مثنى مثنى وصفتها أن تحرم بها وتقرأ دعاء الافتتاح والفاتحة وشيئا من القرآن إن أردت والأولى في ذلك أوائل سورة الحديد والحشر والصف والتغابن للمناسبة في ذلك فإن لم يكن فسورة الزلزلة والعاديات وألهاكم والإخلاص ثم تقول بعد ذلك وقبل الركوع سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم خمس عشرة مرة وفي الركوع عشرا وفي الاعتدال عشرا وفي السجود الأول عشرا وفي الجلوس بين السجدتين عشرا وفي السجود الثاني عشرا وفي جلسة الاستراحة أو بعد التشهد عشرا فتلك خمسة وسبعون في كل ركعة منها فأربعة في خمسة وسبعين بثلاثمائة ويأتي قبل هذه التسبيحات بالذكر الوارد في هذه الأركان وهذه رواية ابن عباس وهي أرجح من رواية ابن مسعود وهي بعد التحرم وقبل القراءة خمس عشرة مرة وبعد القراءة وقبل الركوع عشرا وفي الركوع عشرا وفي الاعتدال عشرا وفي السجود الأول عشرا وفي الجلوس بين السجدتين عشرا وفي السجود الثاني عشرا ولا شيء في جلوس الاستراحة ولا بعد التشهد وفيما عدا الركعة الأولى يقول الخمسة عشر بعد القيام وقبل القراءة فإن استطعت أن تصليها في كل يوم فافعل فإن لم تستطع ففي كل شهر مرة فإن لم تستطع ففي كل سنة مرة فإن لم تستطع ففي عمرك مرة فإن لم يفعلها أصلا دل ذلك على تكاسله في الدين

Artinya, “Salah satu shalat yang tidak disunahkan berjamaah adalah sembahyang tasbih. Shalat empat rakaat ini baiknya diakhiri sekali salam bila dikerjakan pada siang hari. Sementara pada malam hari, shalat ini baiknya diakhiri dengan dua salam karena hadits Rasulullah SAW berbunyi, ‘Shalat malam itu per dua raka’at.’ Caranya, lakukan takbiratul ihram. Bacalah doa iftitah dan surah Al-Fatihah. Bacalah surah lain jika Anda berkenan. Dalam hal ini utamanya adalah awal surah Al-Hadid, Al-Hasyr, As-Shaf, dan At-Taghabun yang relevan untuk konteks ini. Kalau tidak, boleh baca surah Az-Zalzalah, Al-‘Adiyat, At-Takatsur, dan Al-Ikhlash. Sesudah baca surah, tetapi sebelum ruku‘, bacalah subhânalâh wal hamdulillâh wa lâ ilâha illallâh wallâhu akbar wa lâ haula wa lâ quwwata illâ billâhil ‘aliyyil azhîm sebanyak 15 kali. Bacalah rangkaian tasbih ini sebanyak 10 kali ketika ruku‘.Bacalah tasbih ini 10 kali ketika i‘tidal. Pada sujud pertama, bacalah tasbih ini 10 kali. Saat duduk di antara dua sujud, baca lagi tasbih ini 10 kali. Pada sujud kedua baca lagi 10 kali. Baca kembali rangkaian tasbih ini 10 kali ketika duduk istirahat (pada rakaat pertama dan ketiga) dan setelah tasyahud (pada rakaat kedua dan keempat). Dalam serakaat sudah berjumlah 75 kali tasbih. Kalau dikerjakan empat rakaat, Anda sudah membaca 300 kali tasbih. Sebelum membaca rangkaian tasbih, Anda dianjurkan membaca zikir sebagaimana lazimnya di setiap rukun shalat (seperti zikir ketika ruku, i‘tidal, sujud, dan seterusnya). Ini cara shalat tasbih menurut riwayat Ibnu Abbas RA. Riwayat ini lebih kuat dari riwayat Ibnu Mas‘ud RA.

Dalam riwayat Ibnu Mas‘ud RA, rangkaian tasbih itu dibaca 15 kali setelah takbiratul ihram, tepat sebelum baca surah Al-Fatihah. Baca lagi tasbih ini 10 kali sesudah membaca surah, sesaat sebelum ruku. Saat ruku, bacalah 10 kali. Baca kembali tasbih ini 10 kali ketika i‘tidal. Di sujud pertama 10 kali. Saat duduk di antara dua sujud, baca lagi 10 kali. Di sujud kedua, baca kembali 10 kali. Saat duduk istirahat (rakaat pertama dan ketiga), tepatnya sebelum bangun, tidak perlu membaca tasbih. Setelah baca tasyahud (rakaat kedua maupun keempat), juga tidak perlu membaca tasbih.

Menurut riwayat Ibnu Mas‘ud RA, selain pada rakaat pertama, tasbih dibaca 15 kali di saat berdiri, tepatnya sebelum membaca surah Al-Fatihah. Kalau sanggup, kau boleh melakukan shalat tasbih ini setiap hari. Kalau tidak sanggup, lakukan shalat ini sekali sebulan. Kalau juga tak sanggup, lakukan sekali setahun. Kalau tak sanggup juga, lakukan barang sekali dalam seumur hidupmu. Kalau ada seseorang tidak pernah sekalipun melakukan sembahyang tasbih, itu menunjukkan kemalasannya dalam menjalankan perintah agama,” (Lihat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in, Syirkah Al-Ma’arif, Bandung, Halaman 115).

Kalau seseorang memilih cara shalat tasbih yang diriwayatkan Ibnu Mas‘ud RA, artinya ia tidak membaca tasbih 10 kali pada duduk istirahat, tentu tidak masalah. Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu‘in berikut ini membolehkannya.

ويجوز جعل الخمسة عشر قبل القراءة وحينئذ يكون عشر الاستراحة بعد القراءة

Artinya, “Boleh menempatkan bacaan tasbih 15 kali sebelum bebacaan. Kalau pakai cara ini, tasbih 10 kali yang dibaca pada duduk istirahat mesti dibaca sebelum ruku, tepatnya setelah membaca surah,” (Lihat Syekh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in pada Hamisy I‘anatut Thalibin, Beirut, Darul Fikr, 2005, Juz I, Halaman 300-301).

Sayid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi dalam I‘anatut Thalibin memperjelas pernyataan Fathul Mu’in tersebut.

 قوله (ويجوز جعل الخمسة عشر)أي التي يقولها بعد القراءة. وقوله قبل القراءة أي قراءة الفاتحة والسورة. قوله (وحينئذ) أي حين إذ جعلها قبل القراءة (وقوله يكون عشر الاستراحة بعد القراءة) أي يجعل العشر التي يقرؤها في جلسة الاستراحة بعد القراءة ولا يأتي بها في جلسة الاستراحة

Artinya, “(Boleh menempatkan bacaan tasbih 15 kali) yang mestinya dibaca setelah baca surah (sebelum bebacaan) surah Al-Fatihah dan baca surah lainnya. (Kalau pakai cara ini) maksudnya bertasbih 15 kali sebelum bebacaan, (tasbih 10 kali yang) harusnya (dibaca pada duduk istirahat mesti dibaca sebelum ruku, tepatnya setelah membaca surah). Dengan cara ini, ia tidak perlu lagi membaca tasbih 10 kali saat duduk istirahat,” (Lihat Syekh Sayid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin, Beirut, Darul Fikr, 2005, Juz I, Halaman 301).

Dari sejumlah keterangan di atas, pertama kita harus mendudukan persoalan duduk istirahat dan bacaan tasbihnya. Kalau shalat tasbih menggunakan cara yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, duduk istirahat menjadi sebuah keharusan karena di situ perlu membaca 10 kali tasbih. Cara ini lazim digunakan masyarakat.

Sementara cara yang diriwayatkan Ibnu Mas‘ud RA tetap menghendaki orang yang mengerjakan shalat tasbih melakukan duduk istirahat meskipun tanpa membaca rangkaian tasbih karena bacaan 10 tasbihnya sudah dibaca sesaat sebelum ruku. Tetapi kalau ia mau langsung bangun, tidak masalah. Hanya saja praktik shalat tasbih yang diriwayatkan Ibnu Mas‘ud RA jarang digunakan masyarakat.

Saran kami, kita tidak perlu merendahkan cara lain praktik shalat tasbih yang jarang digunakan masyarakat. Karena praktik itu memiliki riwayatnya sendiri dan dibolehkan oleh para ulama.

Walhasil, shalat tasbih ini mengandung keutamaan yang luar biasa sampai-sampai Rasulullah SAW berpesan begitu rupa kepada pamannya, Abbas RA agar melakukan shalat tasbih meskipun sekali seumur hidup.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar