Tahun Lalu Berkunjung, Sekarang Melayat
Oleh:
Dahlan Iskan
Untuk
menghadiri pemakaman jenazah Muhammad Ali di Louisville, kota terbesar di
Negara Bagian Kentucky, saya harus mengendarai mobil ke arah timur selama 2,5
jam dari tempat tinggal sementara saya di kota kecil Evansville. Saya berangkat
pukul 08.30 karena salat jenazah dilaksanakan pukul 12.00 tepat. Perjalanan
lancar karena selama 2,5 jam itu, saya tidak pernah bertemu lampu merah. Setiap
persimpangan selalu diatasi dengan jalan layang. Saya tidak ngebut. Taat pada
batas maksimum 120 km/jam. Di lokasi tertentu, batas kecepatan turun 100
km/jam. Baru ketika masuk Kota Louisville, kecepatan maksimal turun menjadi 60
km/jam.
Tapi, ketika tiba di lokasi sembahyang, jalan
masuk ke tempat parkir sudah ditutup. Tidak ada kompromi. Saya harus memutari
kompleks yang amat luas untuk mencari jalan masuk lain. Lokasi salat jenazah
ini di sebelah bandara. Di Expo Center Louisville, agak di luar kota.
Gedung-gedung Expo-nya besar-besar. Untuk mencapai gedung itu, harus jalan dari
tempat parkir yang jauhnya 1 km.
Lapangan parkir ini memang bisa menampung
30.000 mobil. Kalau sedang ada ekspo, memang perlu parkir seluas itu.
Tahun lalu saya ke lokasi ini juga. Ada balap
kuda kelas dunia yang sangat legendaris dan ditonton puluhan ribu orang. Nama
balapannya Kentucky Derby. Untuk memarkir mobil, saya harus pula memutari kandang-kandang
kuda balap itu.
Imam salat jenazah tersebut Louis Farakhan,
tokoh Islam Amerika. Nama Farakhan ngetop 20 tahun lalu, ketika dia melakukan
3M: million man march. Mengerahkan satu juta orang kulit hitam untuk berkumpul
di Washington Mall, seperti Monas-nya Jakarta. Mereka menuntut kesamaan
derajat.
Dari lokasi ekspo, saya menuju pusat Kota
Louisville. Ini yang kelima saya ke Louisville. Kota ini berada di tepi Sungai
Mississippi yang hulunya di dekat New York itu. Sungai terpanjang kedua di dunia.
Pinggir sungai ini indah. Jembatan-jembatan
panjang melintas di atas Mississippi. Di tepi sungai ini pula, Muhammad Ali
membangun Muhammad Ali Center. Seperti museum pribadi. Gedungnya megah,
arsitekturnya juga unik. Segala macam prestasi dan kiprah Ali ada di situ.
Dari teras plaza samping Muhammad Ali Center,
saya juga bisa melihat Sungai Mississippi dan gedung-gedung pencakar langit di
pusat kota. Termasuk gedung rumah sakit Yahudi. Muhammad Ali Center benar-benar
berada di pusat kota.
Di halaman Center itulah, kemarin segala macam
bunga dan foto diletakkan para pencinta Ali. Kru TV juga berkumpul di situ.
Saya dicegat beberapa stasiun TV untuk diwawancarai.
Saya juga mengunjungi gedung basket
berkapasitas 22 ribu orang yang kemarin dijadikan pusat penghormatan terakhir
terhadap jenazah Ali. Jumat pagi-pagi kemarin, saya pilih ke kampung Ali.
Sekitar 15 km dari pusat kota. Di kampung itulah, Ali hidup di masa
kanak-kanak. Perumahan ini khas perumahan orang kulit hitam pada umumnya.
Bangunannya kayu. Kampungnya teratur, jalannya juga rapi, tapi memang terasa
jomplang dibandingkan perumahan orang kulit putih.
Zaman Ali kecil, kampung ini lebih terasa kelas
bawahnya. Waktu itu orang kulit hitam masih dilarang bergaul dengan orang kulit
putih. Tiga jam saya di kampung ini. Menunggu kedatangan jenazah Ali yang akan
diberangkatkan dari sini ke gedung basket, melewati berbagai lokasi di Kota
Louisville. Saya mewawancarai banyak tetangga Ali. Tapi, hanya menemukan satu
rumah yang beragama Islam. Selebihnya umumnya Katolik.
Seperti juga di Center, rumah yang sekarang
kosong tapi terawat itu dipenuhi bunga-bunga dan foto-foto. Salah satu karangan
bunga berbentuk salib. Tentu karena Ali sudah dianggap bukan hanya pribadi
muslim. Banyak juga kru televisi di lokasi ini. Saya diwawancarai live oleh Al
Jazeera, TV berita dari Qatar. Juga, diwawancarai wartawan setempat. Saya tidak
pernah mengatakan bahwa saya pernah menjadi menteri.
Iring-iringan jenazah tiba menjelang pukul
11.00. Mobil jenazah diikuti lebih dari 10 mobil sedan limusin panjang-panjang.
Tidak ada acara apa pun di depan rumah Ali. Jenazah juga tetap ada di dalam
mobil. Saat tiba di depan rumah, mobil berhenti. Ribuan orang yang berkumpul
sejak pagi mengelu-elukan. Mobil hanya berhenti sebentar. Tidak sampai tiga
menit. Berangkat lagi meneruskan rute yang masih akan panjang.
Jenazah itu tiba dari rumah mayat. Selama
seminggu sejak kematiannya Jumat pekan lalu, di rumah itulah jenazah
disemayamkan. Di Amerika, jika ada seseorang yang meninggal, mayatnya dan
penguburannya umumnya diurus perusahaan penguburan. Karena itu, banyak terlihat
papan nama perusahaan pengurusan mayat di kota-kota di AS.
Seperti kalau di Indonesia dilakukan umumnya
warga Tionghoa. Seorang teman pengusaha pengurusan mayat di Surabaya sampai
menyekolahkan anaknya ke salah satu universitas AS dengan jurusan ilmu
pengurusan mayat. Tahun lalu saya ke Muhammad Ali Center. Tidak menyangka tahun
ini ke sana lagi. Kali ini untuk melayat pemiliknya. (*)
Sumber”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar