Kamis, 18 Agustus 2016

Jokowi: Bertumbuh dengan Kerja Nyata



Bertumbuh dengan Kerja Nyata
Oleh: Joko Widodo

PEMBUKAAN konstitusi kita mengamanatkan bahwa tujuan didirikannya negara dan pemerintah Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan kesejahteraan umum.

Amanat itu tidak mengenal garis akhir. Semaju apa pun suatu bangsa, amanat itu akan selalu relevan. Amanat itu telah diemban para pemimpin Republik Indonesia, sejak Presiden Soekarno hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kini saya bersama Bapak Jusuf Kalla memikul amanat itu.

Catatan 2015

Pada 2015 lalu, pemerintah berupaya meletakkan fondasi pembangunan yang kokoh. Realokasi belanja dari subsidi bahan bakar minyak yang konsumtif menjadi belanja infrastruktur yang produktif dan bantuan sosial dilakukan. Transfer dari pusat ke daerah ditingkatkan untuk mendukung konsepsi pembangunan yang lebih Indonesia-sentris.

Desa, sebagai unit pemerintahan terkecil, diberi sumber daya untuk mengakomodasi inisiatif-inisiatif pembangunannya. Sejalan dengan itu, struktur organisasi pemerintah, regulasi, dan birokrasi diperbaiki.

Perubahan-perubahan itu, meski tepat, membutuhkan waktu untuk dapat diterapkan. Akibatnya eksekusi anggaran menjadi lambat. Ditambah dengan melemahnya ekonomi global, menurunnya harga komoditas, ketidakpastian akan naiknya suku bunga Fed, El Nino, dan kebakaran hutan, ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 4,79% pada 2015.

Pertumbuhan itu jauh dari optimal. Potensi ekonomi kita untuk tumbuh masih besar. Pertumbuhan seperti itu jelas tak cukup untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mengangkat kesejahteraan rakyat--seperti yang diamanatkan konstitusi. Oleh karena itu, pada 2016 ini, pemerintah bertekad melakukan percepatan pembangunan melalui kerja nyata.

Kerja nyata

Kerja nyata berarti kita belum dapat dikatakan bekerja bila belum ada hasil yang nyata. Bagi pemerintah, termasuk birokrasi, kerja nyata diartikan bahwa kita harus mampu men-deliver kesejahteraan kepada rakyat, dalam bentuk apa pun, yang itu dapat dirasakan rakyat secara langsung.

Terkait dengan itu, angka-angka ekonomi ialah informasi objektif yang bisa mengatakan apakah pemerintah bekerja atau tidak. Namun, tentu saja, tidak semua hasil dapat dinyatakan dalam angka-angka; dan kemajuan ekonomi bukanlah satu-satunya capaian.

Pada kuartal kedua 2016 ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,18%, pengangguran turun ke 5,5%, kemiskinan turun menjadi 10,86%, inflasi hanya 3,21%, tetapi ketimpangan nyaris tidak berubah. Meski sebagian besar indikator membaik, upaya memperbaiki indikator-indikator ini tidak ada garis finalnya.

Terkait dengan itu, pemerintah memfokuskan pada tiga strategi besar, yaitu (1) percepatan pembangunan infrastruktur; (2) peningkatan kualitas sumber daya manusia; dan (3) pembangunan institusi. Strategi-strategi itu kemudian dijabarkan dalam langkah-langkah taktis.

Membangun infrastruktur

Visi percepatan pembangunan infrastruktur di seluruh Tanah Air bertujuan mewujudkan kesatuan ekonomi nasional. Konsep negara kesatuan lebih dari sekadar kesatuan wilayah, tetapi juga kesatuan ekonomi, dalam bentuk konektivitas antarwilayah yang tersistem dengan baik, dan tidak adanya perbedaan kesejahteraan yang mencolok antarwilayah.

Apabila ada konektivitas dari pembangunan sistem jaringan jalan, jembatan, pelabuhan, dermaga, kereta api, bandara, hingga pergudangan, hasil bumi dari desa-desa kita di berbagai pulau akan dapat menjangkau kota-kota besar kita. Sebaliknya, hasil industri perusahaan-perusahaan kita di kota-kota akan mampu melayani kebutuhan rakyat di segala penjuru Tanah Air.

Dengan begitu, usaha-usaha baru akan bermunculan, biaya produksi perusahaan-perusahaan kita menurun, daya saing produk kita meningkat, dan lapangan kerja tercipta. Bagi masyarakat, konektivitas membuat harga barang kebutuhan pokok rakyat menurun sehingga daya beli rakyat kita meningkat. Inilah kesejahteraan. Inilah kerja nyata.

Pembangunan infrastruktur juga harus mengurangi kesenjangan. Listrik dan bahan bakar, misalnya, semestinya tersedia di seluruh wilayah Tanah Air agar anak-anak di Papua, di Natuna, di Morotai, dan di mana pun dapat belajar hingga malam hari; ibu-ibu tidak bersusah payah mencari air untuk memasak atau mencuci; bapak-bapak dapat bekerja mencari nafkah hingga malam hari; kota-kota besar kita ‘hidup’ dan aman selama 24 jam sehingga dapat menyediakan lapangan pekerjaan lebih banyak. Inilah kesejahteraan. Inilah kerja nyata.

Dalam menyediakan infrastruktur sebanyak ini, pemerintah tidak dapat melakukannya sendiri, dengan dana pemerintah sendiri. Akan terlalu lama bila hanya dilakukan pemerintah. Hanya infrastruktur yang tidak diminati swastalah yang didanai sepenuhnya oleh APBN. Selebihnya, diserahkan penyediaan dan pengelolaannya kepada baik swasta maupun BUMN. Dengan begitu, pembangunan infrastruktur tidak hanya dapat dilakukan dengan lebih cepat, tetapi juga merata di seluruh Tanah Air.

Meningkatkan SDM

Pembangunan infrastruktur fisik saja tidak cukup untuk menyejahterakan rakyat. Dalam era kompetisi global seperti sekarang, SDM yang berkualitas mutlak ada sebagai penentu daya saing sebuah bangsa karena SDA bisa habis, mesin-mesin dan infrastruktur bisa usang, dan uang bisa lari ke negara lain. Terkait dengan SDM ini, pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan menjadi kunci.

Sistem pendidikan kita harus tersedia tidak hanya bagi anak-anak kita yang jumlahnya 72 juta jiwa, tetapi juga bagi mereka yang sudah lepas dari bangku sekolah, baik guru, orangtua, pekerja, kaum profesional, hingga birokrat; atau pendidikan sepanjang usia.

Lebih dari itu, pendidikan formal dan nonformal, baik vokasi maupun bukan, balai latihan kerja, pelatihan dan penyuluhan tidak sekadar tersedia di seluruh penjuru Tanah Air, tetapi kontennya harus bermutu. Jadi, membangun gedung sekolah, atau menyediakan guru, buku, dan alat praktikum saja tidak cukup.

Karena yang kita tuju ialah lahirnya manusia Indonesia yang utuh, yang memiliki kompetensi di bidang masing-masing dan berkarakter; yang dengan itu, mereka tidak hanya dapat mencari pekerjaan yang lebih baik, tetapi juga dapat memainkan peran masing-masing secara optimal, berkontribusi di dalam pembangunan bangsa, dan disegani bangsa-bangsa lain di dunia. Inilah kesejahteraan. Inilah kerja nyata.

Merupakan tugas negara untuk memastikan agar generasi muda kita lebih baik daripada generasi tua yang digantikannya karena di situlah esensi kemajuan suatu bangsa terjadi. Merupakan juga tugas negara untuk memastikan anak-anak dari keluarga kurang mampu dapat mengenyam pendidikan karena pendidikan ialah pemotong kemiskinan bergenerasi.

Untuk itu, pemerintah menyediakan kartu Indonesia pintar, dan melanjutkan program beasiswa Bidikmisi dan LPDP. Dengan begitu, anak-anak dari keluarga kurang mampu bisa mengenyam pendidikan sampai tingkat menengah, dan di antara mereka yang cerdas, juga dapat didanai negara dari S-1 sampai dengan S-3. Inilah kesejahteraan. Inilah kerja nyata.

Pendidikan yang membangun aspek lunak dari manusia Indonesia hanya dapat memberikan hasil yang optimal apabila aspek fisiknya baik; dan itu harus diawali sejak bayi ada di dalam kandungan. Ibu-ibu harus tahu asupan nutrisi apa yang dibutuhkan janin agar perkembangan otak dan fisiknya baik, serta nutrisi apa yang mereka butuhkan agar proses persalinannya selamat.

Lebih dari itu, pemerintah berupaya menurunkan angka stunting lewat penyebaran informasi, penyediaan bantuan nutrisi dan pemeriksaan kesehatan kepada keluarga kurang mampu, dan penyediaan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang merata di seluruh wilayah Tanah Air. Jika angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan angka stunting menurun, inilah kesejahteraan. Inilah kerja nyata.

Kesehatan tidak hanya penting bagi anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Prevalensi diabetes, jantung, atau stroke sangat tinggi di Indonesia. Sangat disayangkan apabila investasi pendidikan dan keterampilan kepada SDM kita memiliki masa guna yang pendek karena penyakit-penyakit itu. Pendidikan tentang pola hidup sehat karenanya lebih penting daripada penyediaan jaminan kesehatan; karena yang pertama mencegah, sedangkan yang terakhir mengobati.

Membangun institusi

Strategi terakhir untuk meningkatkan kesejahteraan ialah membangun institusi. Institusi dimaksud mencakup institusi hukum, institusi birokrasi, institusi politik, dan institusi sosial-kebangsaan. Ini ialah building blocks terpenting dari proses pembangunan kita.

Reformasi di bidang hukum dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan rakyat apakah itu dalam hal penanganan kasus korupsi, pembalakan dan pembakaran hutan, narkoba, terorisme, diskresi kebijakan, kekerasan pada anak, pemalsuan vaksin, sampai dengan prosedur penahanan dan proses di pengadilan. Bagian penting dari ini ialah reformasi dalam institusi Polri, kejaksaan, dan kehakiman. Sebuah reformasi dari hulu ke hilir diperlukan, bukan tambal sulam atau parsial.

Lebih jauh lagi, reformasi hukum dilakukan melalui deregulasi dengan memangkas aturan yang tidak perlu, yang membebani, atau yang membingungkan, sehingga iklim usaha menjadi lebih baik dan pelayanan kepada masyarakat semakin jelas dan mudah. Terkait dengan itu, 12 paket kebijakan ekonomi telah dikeluarkan dengan tujuan untuk memperbaiki iklim usaha, meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Dalam bidang birokrasi, reformasi terbesar ada dalam anggaran. Birokrasi harus meninggalkan paradigma lama, yaitu money follows function; dan menggantinya dengan money follows program. Esensinya ialah uang rakyat harus fokus digunakan untuk kepentingan rakyat melalui program dan kegiatan nyata, yang terasa manfaatnya buat rakyat--bukan untuk membiayai operasi birokrasi seperti rapat-rapat, perjalanan dinas, kendaraan dinas, honor-honor, seminar, gedung dan peralatannya, atau monitoring yang sering kali antar-K/L, bahkan antarunit di dalam satu K/L tumpang-tindih.

Selain itu, penggunaan teknologi informasi dalam sistem kerja pemerintah terus dipercepat, sebagai bagian penting dari peningkatan kualitas layanan publik, efisiensi, dan pencegahan praktik korupsi. Satu yang tak boleh dilupakan, pemerintah daerah harus berinovasi, meningkatkan akuntabilitas, dan pelayanan kepada masyarakat karena pemerintah daerahlah garda terdepan dalam pelayanan publik, dalam penyediaan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.

Dalam bidang politik, kerja sama politik dan konsolidasi politik terus dilakukan untuk mewujudkan adanya stabilitas politik. Tanpa stabilitas politik, tak akan ada pembangunan ekonomi. Berbagai proses pengambilan keputusan politik dan pengesahan beragam produk hukum telah terlaksana secara demokratis dan pilkada serentak pada 9 Desember 2015 berlangsung aman, tertib, dan damai.
Suasana demikian tak mungkin terjadi bila pemerintah tidak didukung DPR-RI dan DPD-RI dan di daerah gubernur, bupati, atau wali kota tidak didukung DPRD. Dalam politik ada kompromi dan negosiasi untuk menentukan aturan main. Tanpa kenegarawanan dan kebesaran hati dari para elite di pusat dan di daerah yang mengedepankan kepentingan publik di atas kepentingan golongan, tidak mungkin kesepakatan dan stabilitas politik dapat dicapai.

Terakhir, penguatan institusi sosial-kebangsaan. Globalisasi yang didukung revolusi teknologi informasi membuat nilai-nilai global-universal-transnasional masuk dengan mudah ke ruang-ruang privat rumah tangga Indonesia. Nilai-nilai itu kemudian menyatu dan kadang bertumbukan dengan nilai-nilai dan budaya lokal.

Nilai-nilai itu ada yang berpotensi menyebabkan brain drain dan ada pula yang berpotensi merenggangkan hubungan sosial dan ikatan kebangsaan kita. Oleh karena itu, kecintaan terhadap Tanah Air, pemahaman atas sejarah dan jati diri bangsa dan Pancasila, kegotongroyongan, dan toleransi kepada keberagaman harus tetap kita jaga--meskipun kita bagian dari warga dunia.

Tugas itu tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri. Pemerintah membutuhkan peran aktif masyarakat, ormas, guru, pemuka agama, pemuka adat, para elite, parlemen dan pemerintah daerah. Harus ada upaya untuk menumbuhkan kebersamaan untuk mencintai, memelihara, dan memperjuangkan Indonesia kita--seperti cita-cita para pendiri Republik.

Sebagai penutup, tanpa ketiga strategi besar ini--pembangunan infrastruktur, SDM, dan institusi--Indonesia tak akan bisa bertumbuh dengan kukuh dan berkelanjutan. Indonesia akan mengalami stunting, kerdil dalam jiwa dan raga, terhapus dalam sejarah. Hanya dengan kerja nyata dan kebersamaan, kita bisa membesarkan dan merawat Indonesia. []

MEDIA INDONESIA, 16 August 2016
Joko Widodo | Presiden Republik Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar