Bertumbuh
dengan Kerja Nyata
Oleh:
Joko Widodo
PEMBUKAAN
konstitusi kita mengamanatkan bahwa tujuan didirikannya negara dan pemerintah
Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan meningkatkan kesejahteraan umum.
Amanat
itu tidak mengenal garis akhir. Semaju apa pun suatu bangsa, amanat itu akan
selalu relevan. Amanat itu telah diemban para pemimpin Republik Indonesia,
sejak Presiden Soekarno hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kini saya
bersama Bapak Jusuf Kalla memikul amanat itu.
Catatan
2015
Pada 2015 lalu, pemerintah berupaya meletakkan fondasi pembangunan yang kokoh. Realokasi belanja dari subsidi bahan bakar minyak yang konsumtif menjadi belanja infrastruktur yang produktif dan bantuan sosial dilakukan. Transfer dari pusat ke daerah ditingkatkan untuk mendukung konsepsi pembangunan yang lebih Indonesia-sentris.
Desa,
sebagai unit pemerintahan terkecil, diberi sumber daya untuk mengakomodasi
inisiatif-inisiatif pembangunannya. Sejalan dengan itu, struktur organisasi
pemerintah, regulasi, dan birokrasi diperbaiki.
Perubahan-perubahan
itu, meski tepat, membutuhkan waktu untuk dapat diterapkan. Akibatnya eksekusi
anggaran menjadi lambat. Ditambah dengan melemahnya ekonomi global, menurunnya
harga komoditas, ketidakpastian akan naiknya suku bunga Fed, El Nino, dan
kebakaran hutan, ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 4,79% pada 2015.
Pertumbuhan
itu jauh dari optimal. Potensi ekonomi kita untuk tumbuh masih besar.
Pertumbuhan seperti itu jelas tak cukup untuk mengurangi kemiskinan,
menciptakan lapangan pekerjaan, dan mengangkat kesejahteraan rakyat--seperti
yang diamanatkan konstitusi. Oleh karena itu, pada 2016 ini, pemerintah
bertekad melakukan percepatan pembangunan melalui kerja nyata.
Kerja
nyata
Kerja nyata berarti kita belum dapat dikatakan bekerja bila belum ada hasil yang nyata. Bagi pemerintah, termasuk birokrasi, kerja nyata diartikan bahwa kita harus mampu men-deliver kesejahteraan kepada rakyat, dalam bentuk apa pun, yang itu dapat dirasakan rakyat secara langsung.
Terkait
dengan itu, angka-angka ekonomi ialah informasi objektif yang bisa mengatakan
apakah pemerintah bekerja atau tidak. Namun, tentu saja, tidak semua hasil
dapat dinyatakan dalam angka-angka; dan kemajuan ekonomi bukanlah satu-satunya
capaian.
Pada kuartal kedua 2016 ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,18%, pengangguran turun ke 5,5%, kemiskinan turun menjadi 10,86%, inflasi hanya 3,21%, tetapi ketimpangan nyaris tidak berubah. Meski sebagian besar indikator membaik, upaya memperbaiki indikator-indikator ini tidak ada garis finalnya.
Terkait
dengan itu, pemerintah memfokuskan pada tiga strategi besar, yaitu (1)
percepatan pembangunan infrastruktur; (2) peningkatan kualitas sumber daya
manusia; dan (3) pembangunan institusi. Strategi-strategi itu kemudian
dijabarkan dalam langkah-langkah taktis.
Membangun
infrastruktur
Visi percepatan pembangunan infrastruktur di seluruh Tanah Air bertujuan mewujudkan kesatuan ekonomi nasional. Konsep negara kesatuan lebih dari sekadar kesatuan wilayah, tetapi juga kesatuan ekonomi, dalam bentuk konektivitas antarwilayah yang tersistem dengan baik, dan tidak adanya perbedaan kesejahteraan yang mencolok antarwilayah.
Apabila
ada konektivitas dari pembangunan sistem jaringan jalan, jembatan, pelabuhan,
dermaga, kereta api, bandara, hingga pergudangan, hasil bumi dari desa-desa
kita di berbagai pulau akan dapat menjangkau kota-kota besar kita. Sebaliknya,
hasil industri perusahaan-perusahaan kita di kota-kota akan mampu melayani
kebutuhan rakyat di segala penjuru Tanah Air.
Dengan
begitu, usaha-usaha baru akan bermunculan, biaya produksi perusahaan-perusahaan
kita menurun, daya saing produk kita meningkat, dan lapangan kerja tercipta.
Bagi masyarakat, konektivitas membuat harga barang kebutuhan pokok rakyat
menurun sehingga daya beli rakyat kita meningkat. Inilah kesejahteraan. Inilah
kerja nyata.
Pembangunan
infrastruktur juga harus mengurangi kesenjangan. Listrik dan bahan bakar,
misalnya, semestinya tersedia di seluruh wilayah Tanah Air agar anak-anak di
Papua, di Natuna, di Morotai, dan di mana pun dapat belajar hingga malam hari;
ibu-ibu tidak bersusah payah mencari air untuk memasak atau mencuci;
bapak-bapak dapat bekerja mencari nafkah hingga malam hari; kota-kota besar
kita ‘hidup’ dan aman selama 24 jam sehingga dapat menyediakan lapangan
pekerjaan lebih banyak. Inilah kesejahteraan. Inilah kerja nyata.
Dalam
menyediakan infrastruktur sebanyak ini, pemerintah tidak dapat melakukannya
sendiri, dengan dana pemerintah sendiri. Akan terlalu lama bila hanya dilakukan
pemerintah. Hanya infrastruktur yang tidak diminati swastalah yang didanai
sepenuhnya oleh APBN. Selebihnya, diserahkan penyediaan dan pengelolaannya kepada
baik swasta maupun BUMN. Dengan begitu, pembangunan infrastruktur tidak hanya
dapat dilakukan dengan lebih cepat, tetapi juga merata di seluruh Tanah Air.
Meningkatkan
SDM
Pembangunan infrastruktur fisik saja tidak cukup untuk menyejahterakan rakyat. Dalam era kompetisi global seperti sekarang, SDM yang berkualitas mutlak ada sebagai penentu daya saing sebuah bangsa karena SDA bisa habis, mesin-mesin dan infrastruktur bisa usang, dan uang bisa lari ke negara lain. Terkait dengan SDM ini, pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan menjadi kunci.
Sistem
pendidikan kita harus tersedia tidak hanya bagi anak-anak kita yang jumlahnya
72 juta jiwa, tetapi juga bagi mereka yang sudah lepas dari bangku sekolah,
baik guru, orangtua, pekerja, kaum profesional, hingga birokrat; atau
pendidikan sepanjang usia.
Lebih
dari itu, pendidikan formal dan nonformal, baik vokasi maupun bukan, balai
latihan kerja, pelatihan dan penyuluhan tidak sekadar tersedia di seluruh
penjuru Tanah Air, tetapi kontennya harus bermutu. Jadi, membangun gedung
sekolah, atau menyediakan guru, buku, dan alat praktikum saja tidak cukup.
Karena
yang kita tuju ialah lahirnya manusia Indonesia yang utuh, yang memiliki
kompetensi di bidang masing-masing dan berkarakter; yang dengan itu, mereka
tidak hanya dapat mencari pekerjaan yang lebih baik, tetapi juga dapat
memainkan peran masing-masing secara optimal, berkontribusi di dalam
pembangunan bangsa, dan disegani bangsa-bangsa lain di dunia. Inilah
kesejahteraan. Inilah kerja nyata.
Merupakan
tugas negara untuk memastikan agar generasi muda kita lebih baik daripada
generasi tua yang digantikannya karena di situlah esensi kemajuan suatu bangsa
terjadi. Merupakan juga tugas negara untuk memastikan anak-anak dari keluarga
kurang mampu dapat mengenyam pendidikan karena pendidikan ialah pemotong
kemiskinan bergenerasi.
Untuk
itu, pemerintah menyediakan kartu Indonesia pintar, dan melanjutkan program
beasiswa Bidikmisi dan LPDP. Dengan begitu, anak-anak dari keluarga kurang
mampu bisa mengenyam pendidikan sampai tingkat menengah, dan di antara mereka
yang cerdas, juga dapat didanai negara dari S-1 sampai dengan S-3. Inilah
kesejahteraan. Inilah kerja nyata.
Pendidikan
yang membangun aspek lunak dari manusia Indonesia hanya dapat memberikan hasil
yang optimal apabila aspek fisiknya baik; dan itu harus diawali sejak bayi ada
di dalam kandungan. Ibu-ibu harus tahu asupan nutrisi apa yang dibutuhkan janin
agar perkembangan otak dan fisiknya baik, serta nutrisi apa yang mereka
butuhkan agar proses persalinannya selamat.
Lebih
dari itu, pemerintah berupaya menurunkan angka stunting lewat penyebaran
informasi, penyediaan bantuan nutrisi dan pemeriksaan kesehatan kepada keluarga
kurang mampu, dan penyediaan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang
merata di seluruh wilayah Tanah Air. Jika angka kematian ibu, angka kematian
bayi, dan angka stunting menurun, inilah kesejahteraan. Inilah kerja nyata.
Kesehatan
tidak hanya penting bagi anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Prevalensi
diabetes, jantung, atau stroke sangat tinggi di Indonesia. Sangat disayangkan
apabila investasi pendidikan dan keterampilan kepada SDM kita memiliki masa
guna yang pendek karena penyakit-penyakit itu. Pendidikan tentang pola hidup
sehat karenanya lebih penting daripada penyediaan jaminan kesehatan; karena
yang pertama mencegah, sedangkan yang terakhir mengobati.
Membangun
institusi
Strategi terakhir untuk meningkatkan kesejahteraan ialah membangun institusi. Institusi dimaksud mencakup institusi hukum, institusi birokrasi, institusi politik, dan institusi sosial-kebangsaan. Ini ialah building blocks terpenting dari proses pembangunan kita.
Reformasi
di bidang hukum dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan rakyat apakah itu dalam
hal penanganan kasus korupsi, pembalakan dan pembakaran hutan, narkoba,
terorisme, diskresi kebijakan, kekerasan pada anak, pemalsuan vaksin, sampai
dengan prosedur penahanan dan proses di pengadilan. Bagian penting dari ini
ialah reformasi dalam institusi Polri, kejaksaan, dan kehakiman. Sebuah
reformasi dari hulu ke hilir diperlukan, bukan tambal sulam atau parsial.
Lebih
jauh lagi, reformasi hukum dilakukan melalui deregulasi dengan memangkas aturan
yang tidak perlu, yang membebani, atau yang membingungkan, sehingga iklim usaha
menjadi lebih baik dan pelayanan kepada masyarakat semakin jelas dan mudah.
Terkait dengan itu, 12 paket kebijakan ekonomi telah dikeluarkan dengan tujuan
untuk memperbaiki iklim usaha, meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan
meningkatkan daya beli masyarakat.
Dalam
bidang birokrasi, reformasi terbesar ada dalam anggaran. Birokrasi harus
meninggalkan paradigma lama, yaitu money follows function; dan menggantinya
dengan money follows program. Esensinya ialah uang rakyat harus fokus digunakan
untuk kepentingan rakyat melalui program dan kegiatan nyata, yang terasa
manfaatnya buat rakyat--bukan untuk membiayai operasi birokrasi seperti rapat-rapat,
perjalanan dinas, kendaraan dinas, honor-honor, seminar, gedung dan
peralatannya, atau monitoring yang sering kali antar-K/L, bahkan antarunit di
dalam satu K/L tumpang-tindih.
Selain
itu, penggunaan teknologi informasi dalam sistem kerja pemerintah terus
dipercepat, sebagai bagian penting dari peningkatan kualitas layanan publik,
efisiensi, dan pencegahan praktik korupsi. Satu yang tak boleh dilupakan,
pemerintah daerah harus berinovasi, meningkatkan akuntabilitas, dan pelayanan
kepada masyarakat karena pemerintah daerahlah garda terdepan dalam pelayanan
publik, dalam penyediaan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.
Dalam
bidang politik, kerja sama politik dan konsolidasi politik terus dilakukan
untuk mewujudkan adanya stabilitas politik. Tanpa stabilitas politik, tak akan
ada pembangunan ekonomi. Berbagai proses pengambilan keputusan politik dan
pengesahan beragam produk hukum telah terlaksana secara demokratis dan pilkada
serentak pada 9 Desember 2015 berlangsung aman, tertib, dan damai.
Suasana
demikian tak mungkin terjadi bila pemerintah tidak didukung DPR-RI dan DPD-RI
dan di daerah gubernur, bupati, atau wali kota tidak didukung DPRD. Dalam
politik ada kompromi dan negosiasi untuk menentukan aturan main. Tanpa
kenegarawanan dan kebesaran hati dari para elite di pusat dan di daerah yang
mengedepankan kepentingan publik di atas kepentingan golongan, tidak mungkin
kesepakatan dan stabilitas politik dapat dicapai.
Terakhir,
penguatan institusi sosial-kebangsaan. Globalisasi yang didukung revolusi
teknologi informasi membuat nilai-nilai global-universal-transnasional masuk
dengan mudah ke ruang-ruang privat rumah tangga Indonesia. Nilai-nilai itu
kemudian menyatu dan kadang bertumbukan dengan nilai-nilai dan budaya lokal.
Nilai-nilai
itu ada yang berpotensi menyebabkan brain drain dan ada pula yang berpotensi
merenggangkan hubungan sosial dan ikatan kebangsaan kita. Oleh karena itu,
kecintaan terhadap Tanah Air, pemahaman atas sejarah dan jati diri bangsa dan
Pancasila, kegotongroyongan, dan toleransi kepada keberagaman harus tetap kita
jaga--meskipun kita bagian dari warga dunia.
Tugas itu
tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri. Pemerintah membutuhkan peran aktif
masyarakat, ormas, guru, pemuka agama, pemuka adat, para elite, parlemen dan
pemerintah daerah. Harus ada upaya untuk menumbuhkan kebersamaan untuk
mencintai, memelihara, dan memperjuangkan Indonesia kita--seperti cita-cita
para pendiri Republik.
Sebagai
penutup, tanpa ketiga strategi besar ini--pembangunan infrastruktur, SDM, dan
institusi--Indonesia tak akan bisa bertumbuh dengan kukuh dan berkelanjutan.
Indonesia akan mengalami stunting, kerdil dalam jiwa dan raga, terhapus dalam
sejarah. Hanya dengan kerja nyata dan kebersamaan, kita bisa membesarkan dan
merawat Indonesia. []
MEDIA
INDONESIA, 16 August 2016
Joko
Widodo | Presiden Republik Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar