Selasa, 02 September 2014

Buya Syafii: Trisakti dan Kabinet Jokowi-JK



Trisakti dan Kabinet Jokowi-JK
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

KABARNYA sudah puluhan orang yang sudah melamar agar dipertimbangkan menjadi anggota kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla. Semua berjanji untuk membantu presiden terpilih. Tidak ada yang salah jika pelamarnya berjibun, tetapi seleksinya harus ekstra ketat.

Kepada saya yang tidak punya kaitan apa-apa dengan kekuasaan, beberapa orang juga telah mengantarkan biodata pribadinya agar disampaikan ke alamat Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Jawaban saya singkat: ”Saya bukan agen kabinet, tidak punya akses apa-apa untuk itu.”

Tetapi begitulah besarnya nafsu manusia Indonesia untuk menjadi bagian dari kekuasaan, mungkin sebagian memang punya kompetensi dan niat baik, sedangkan sebagian yang lain hanya ingin merasakan betapa rasanya berkuasa itu.

Tulisan ini akan membicarakan sesuatu yang lebih mendasar yang terabaikan selama ini.

Terhadap para pelamar yang sudah antre panjang ini, Jokowi-JK tentu sudah punya kriteria ketat yang sangat obyektif dan rasional. Sebab, kabinet ini diamanahkan untuk menjalankan gagasan besar Bung Karno berupa Trisakti yang disampaikan tahun 1960-an, justru di saat kekuasaan Bung Karno sedang dihadapkan kepada tantangan berat yang kemudian telah membawa kejatuhannya.

Belum terealisasi

Jangankan melaksanakan Trisakti, nilai-nilai luhur Pancasila pun sudah lama mengawang di langit tinggi. Trisakti dalam format berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam sosial kebudayaan sebenarnya adalah cita-cita agung kemerdekaan Indonesia yang sudah puluhan tahun mengendap di otak para pejuang kemerdekaan.

Para pejuang kemerdekaan itu sebagian telah wafat sebelum proklamasi tahun 1945. Bung Karno memang adalah perumus yang piawai tentang cita-cita kemerdekaan bangsa itu, dalam bentuk ungkapan singkat, tajam, padu, dan padat.

Meskipun sudah berjalan sekian puluh tahun sejak pencetusannya, gagasan Trisakti itu belum pernah menjadi realitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai pencetus gagasan, Bung Karno pun belum berhasil meninggalkan warisan yang konkret tentang Trisakti ini.

Tetapi, sekali lagi, gagasan ini adalah sari pati dari seluruh ruh cita-cita perjuangan nasional agar Indonesia merdeka benar-benar berdaulat penuh dalam politik, mampu berdiri di atas kaki sendiri dalam ekonomi, dan punya kepribadian yang kuat dalam kebudayaan.

Pertanyaannya: mampukah Jokowi-JK bergerak ke arah dunia yang serba ideal ini, di saat bangsa dan negara nyaris kehilangan segala-galanya: kedaulatan, prinsip berdikari, dan kepribadian yang kuat? Bangsa ini sudah lama jadi ”mainan” kekuatan-kekuatan raksasa global karena situasi domestik kita masih rapuh. Jokowi-JK pasti sangat sadar tentang betapa lengahnya kita sebagai bangsa merdeka selama ini dalam mewujudkan gagasan Trisakti itu dalam format yang konkret. Gempuran neoliberalisme telah mengacaukan fundamental ekonomi kita dan merusak kepribadian Indonesia. Semuanya itu dilakukan atas nama pembangunan bangsa yang tidak mengacu kepada konstitusi secara benar dan lurus.

Kriteria menteri

Agar tidak berlarut-larut berenang dalam kubangan neoliberalisme ini, para menteri yang akan diundang masuk kabinet haruslah yang mau mengerti secara benar tentang tujuan kemerdekaan Indonesia, di samping memiliki integritas moral, kepemimpinan, kompetensi, dan profesionalitas.

Karya-karya Soekarno-Hatta dan para pejuang yang lain perlu dibaca ulang oleh para calon menteri ini agar ruh keindonesiaan mereka tetap terjaga kuat, tidak oleng oleh tarikan timur dan barat, sebagaimana yang telah kita alami berkali-kali dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Maka, para calon menteri itu haruslah patriot dan nasionalis sejati sesuai dengan cita-cita Trisakti.

Bagi calon menteri yang belum pernah membaca Indonesia Menggugat-nya Bung Karno (1930) dan Indonesia Merdeka-nya Bung Hatta (1928), mohon dicari karya itu sebelum bertemu dengan Jokowi-JK. Dua karya yang hampir berusia satu abad ini masih amat patut ditelaah ulang karena benang merah tujuan kemerdekaan bangsa terurai dengan semangat tinggi di dalamnya. Kelemahan sebagian besar elite kita selama ini adalah karena mereka tercabut dari akar tunggang sejarah bangsa. Akibatnya, mereka tidak punya rujukan historis yang kuat di saat diberi posisi kenegaraan.

Saya ingin melihat bahwa para menteri dalam kabinet Jokowi-JK adalah para petarung yang tangguh untuk segera merealisasikan gagasan Trisakti, dibawa turun ke bumi Nusantara, sekalipun saya tahu tidak mudah, karena mental sebagian kita sudah telanjur tidak sehat. Tetapi itulah jalan satu-satunya agar bangsa ini tidak selalu saja terombang-ambing oleh kekuatan-kekuatan asing dan sahabat-sahabat domestiknya sebagai penikmat kemerdekaan.

Dengan semangat Trisakti, pemerintah yang akan dibentuk segera akan mendapat kepercayaan luas dari rakyat, karena nasib mereka yang telantar sekian lama akan diperhatikan secara sungguh-sungguh. []

KOMPAS, 27 Agustus 2014
Ahmad Syafii Maarif ; Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar