Senin, 22 September 2014

(Ngaji of the Day) Shalat di Masjidil Haram Apakah Bisa Digantikan di Tempat Lain?



Shalat di Masjidil Haram Apakah Bisa Digantikan di Tempat Lain?

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Jamaah haji Indonesia rata-rata usianya sudah sepuh-sepuh dan tempat menginapnya jauh dari Masjidil Haram. Namun karena semangatnya yang luar biasa dan dengan keyakinan bahwa shalat di Masjidil Haram pahalanya seratu ribu kali lipat mereka rela berjalan kaki tanpa memperhitungkan kondisi cuaca dan kesehatannya. Mereka rajin ke Masjidil Haram untuk mengikuti shalat jamaah.

Tetapi ironisnya ketika akan masuk hari Arafah kondisi mereka sudah tidak fit, sehingga banyak yang jatuh sakit dan tidak bisa menjalankan wukuf di Arafah dengan baik, yang merupakan inti dari haji itu sendiri. Ini artinya, mereka mengejar yang sunah tetapi malah mengorban hal yang wajib. Belum lagi mabit di Muzdalifah, kemudian mabit Mina yang jelas-jelas-jelas sangat menguras tenaga.

Yang ingin saya tanyakan, apakah shalat di masjid yang dekat dengan tempat menginap atau di masjid yang disediakan hotel bagi jamaah haji di Makkah pahalanya sama dengan di Masjidil Haram? Atas penjelasannya kami sampaikan terimakasih. Wassalamu’alaikum wr. Wb.

(Hasan/Aceh)

Jawaban:

Wa’alaikum Salam wr. wb. Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Bahwa memang terdapat hadits yang menyatakan bahwa shalat di Masjidil Haram pahalanya seratus ribu kali lipat di banding di masjid lain.

 وَعَنِ اِبْنِ اَلزُّبَيْرِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا اَلْمَسْجِدَ اَلْحَرَامَ، وَصَلَاةٌ فِي اَلْمَسْجِدِ اَلْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةٍ فِي مَسْجِدِي بِمِائَةِ صَلَاةٍ (رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ(

“Dari Ibn az-Zubair ra ia berkata, Rasulullah saw bersabda, bahwa shalat di Masjid-ku ini lebih utama dibanding seribu shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram. Sedang shalat di Masjidil Haram lebih utama di banding shalat di Masjidku dengan kelipatan pahala seratus ribu shalat”. (H.R. Ahmad dan disahihkan oleh Ibnu Hibban).

Namun para ulama berselisih pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan Masjidil Haram. Menurut Imam Jalaluddin as-Suyuti, yang dimaksudkan dengan Masjidil Haram adalah seluruh Tanah Haram. Karenanya menurut Imam Jalaluddin as-Suyuthi, pelipatgandaan pahala di Tanah Haram Makkah tidak dikhusukan di Masjidil Haram saja, tetapi mencakup semua Tanah Haram.   

أَنَّ التَّضْعِيفَ فِي حَرَمِ مَكَّةَ لَا يُخْتَصُّ بِالْمَسْجِدِ بَلْ يَعُمُّ جَمِيعَ الْحَرَمِ

“Sesungguhnya pelipatgandaan pahala di Tanah Haram Makkah tidak khusus di Masjidil Haram tetapi meliputi seluruh Tanah Haram. (Jalaluddin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nazha`ir, Bairut-al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1403 H, h. 523)

Pandangan Imam Jalaluddin as-Suyuthi itu selaras dengan pandangan mayoritas ulama. Hal ini bisa kita pahami dalam keterangan yang terdapat dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah.  

ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ فِي الْمَشْهُورِ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ إِلَى أَنَّ الْمُضَاعَفَةَ تَعُمُّ جَمِيعَ حَرَمِ مَكَّةَ

“Madzhab Hanafi dalam pendapat yang masyhur, Madzhab Maliki dan Syafi’I berpendapat bahwa pelipatgandaan (pahala di Tanah Haram Makkah) itu meliputi seluruh Tanah Haram Makkah”. (Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Thab’ al-Wizarah, cet ke-2, 1427 H, juz, 37, h. 239).

Jika penjelasan ini ditarik ke dalam konteks pertanyaan di atas maka sebenarnya pahala shalat jamaah di masjid yang dekat dengan tempat penginapan atau shalat jamaah di masjid yang disediakan hotel sama dengan shalat di Masjidil Haram. Sebab yang dimaksudkan dengan Masjdil Haram bukan hanya Masjdil Haram yang di dalamnya ada Ka’bahnya, tetapi keseluruhan Tanah Haram Makkah.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan, semoga bisa bermanfaat. Dan saran kami, bagi jamaah haji yang sudah berumur lanjut agar jangan memaksakan diri shalat berjamaah di Masjidil Haram, tanpa mempertimbangkan kondisi kesehatannya. Jangan sampai kita mengejar hal-hal yang sunnah tetapi malah menyebabkan hal yang menjadi rukun haji dan wajibnya tidak bisa dijalankan dengan baik karena menurunnya kondisi kesehatan. []

Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar