Sinergi Pemerintah Baru-KPK
Oleh: Bambang Soesatyo
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan DPR sebaiknya memberi
kesempatan kepada pemerintah baru dan DPR periode mendatang untuk menyikapi
formasi kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK) terkini.
Perubahan formasi kepemimpinan KPK sebaiknya menunggu momentum
yang tepat dan ideal. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan SBY adalah
kenyataan bahwa formasi kepemimpinan KPK adalah masalah strategis dan menjadi
isu yang sangat sensitif bagi masyarakat. Dewasa ini formasi kepemimpinan KPK
telah diapresiasi oleh publik karena kinerjanya yang menjanjikan. Walaupun
awalnya tidak mudah, ketua dan para wakil ketua KPK pada akhirnya bisa solid
seperti sekarang ini.
Karena itu, mengubah formasi kepemimpinan KPK terkini harus
ditempuh dengan penuh hati-hati. Benar bahwa sesuai ketentuan, Wakil Ketua KPK
Busyro Muqqodas akan mengakhiri masa baktinya pada 10 Desember 2014 mendatang.
Segera mencari dan menyiapkan pengganti Busyro, otomatis menjadi konsekuensi
logis. Itu sebabnya, Presiden SBY telah membentuk panitia seleksi (pansel) yang
diketuai menkumham untuk mencari pengganti Busyro. Namun, persoalannya adalah
seberapa jauh pansel itu bisa efektif bekerja.
Pertanyaan ini wajar mengingat pemerintahan SBY akan berakhir
sekitar dua bulan lagi, tepatnya 20 Oktober 2014. Belum lagi dengan faktor fit
and proper test oleh DPR. Bukankah masa bakti DPR periode terkini akan berakhir
dalam hitungan hari? Paling ideal, dan untuk mengikuti prosedur, pansel itu
tetap bekerja menjaring kandidat pengganti Busyro. Namun, pansel sebaiknya
tidak memfinalkan para figur kandidat. Alasannya, akan terjadi pergantian
menkumham. Berarti terjadi pula pergantian ketua pansel.
Bukan tidak mungkin ketua pansel baru punya kebijakan atau selera
yang lain. Pertimbangan lainnya, para kandidat pilihan pansel tentu memerlukan
restu presiden. Figur kandidat yang direstui SBY belum tentu diiyakan oleh presiden
baru. Faktor lain yang juga harus diperhitungkan adalah sikap atau reaksi DPR
periode mendatang. Karena itulah, mencari pengganti Busyro tidak perlu
terburu-buru atau dipaksakan. Apalagi, persoalannya bukan terletak pada
buruknya kinerja atau alasan gangguan kesehatan yang bersangkutan.
Isu tentang pengganti Busyro memang belum menyita perhatian,
karena publik masih fokus menyorot sengketa Pemilihan Presiden 2014 yang mulai
disidangkan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, begitu proses seleksi mulai dilaksanakan
dan profil para kandidat mulai disosialisasikan, akan terjadi kebisingan baru
karena pro-kontra publik. Bagi masyarakat, isu tentang KPK sangatlah strategis
bahkan sensitif. Perubahan formasi kepemimpinan pasti memunculkan debat di
ruang publik.
SBY bisa saja tidak diuntungkan karena publik curiga dia
berkepentingan terhadap figur-figur kandidat yang direstuinya. Daripada membuat
kebisingan baru, lebih bijak jika SBY mau menahan diri terkait dengan
konsekuensi perubahan formasi kepemimpinan KPK sekarang ini. Terpenting, dan
agar tidak dipersalahkan, SBY sudah melaksanakan kewajiban prosedural dengan
membentuk pansel itu. Dengan memberi ruang seperti itu, SBY membuka peluang
bagi pemerintah baru menyikapi formasi kepemimpinan KPK saat ini.
Publik pun akan mengapresiasi SBY karena
mengakhiri masa bakti kepresidenannya dengan meninggalkan formasi
kepemimpinan KPK yang solid dan agresif. Apakah kepemimpinan KPK
saat ini perlu diubah, biarkanlah pemerintah baru dan DPR yang menyepakatinya.
Sinergi
Menyongsong hadirnya pemerintah baru, soliditas kepemimpinan KPK
saat ini untuk sementara perlu dipertahankan. Pemerintah baru dan KPK butuh
ruang untuk saling adaptasi tentang agresivitas dan skala memerangi korupsi.
Bukan rahasia lagi bahwa pemerintah baru pun cukup ambisius dalam perang ini.
Karena itu, tanpa harus saling intervensi, pemerintah baru dan KPK perlu
bersinergi.
Selama masa kampanye, dua kandidat capres telah memberi komitmen
untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, kuat, dan berwibawa. Mereka juga
telah memaparkan agenda pemberantasan korupsi. Agenda masing-masing capres
tentang hal itu menjadi faktor pendukung yang signifikan bagi KPK. Namun, KPK
tentu saja juga perlu menyikapi komitmen dan aksi nyata pemberantasan korupsi dari
pemerintah baru. Pemerintahan bersih dan kuat bisa terwujud jika didukung oleh
sistem pengendalian dan pengawasan yang kuat.
Salah satu wacana yang diangkat lagi ke permukaan adalah
pembatasan transaksi tunai. Pembatasan transaksi tunai efektif mengurangi atau
mencegah praktik suap atau perilaku menyimpang lainnya. Pemerintah baru pun
berniat menerapkan pembatasan transaksi tunai di lingkungan pemerintah dari
tingkat pusat ke pemerintah daerah. PPATK pun sedang menyiapkan draf rancangan
undang-undang (RRU) tentang pembatasan transaksi tunai untuk institusi
nonpemerintah. Dengan UU ini, transaksi tunai dibatasi dalam jumlah tertentu.
Dalam konteks perang melawan korupsi, program seperti e-budgeting
hingga e-catalog dan pembatasan transaksi tunai lebih bermuatan pencegahan
tindak pidana korupsi (tipikor). Hal ini sejalan dengan salah satu agenda utama
KPK, yakni pencegahan. Artinya, jika pemerintah baru mengimplementasikan
sejumlah program dan agenda yang terarah pada pencegahan tipikor, KPK tentu saja
sangat berkepentingan. Agar agenda pencegahan tipikor itu lebih efektif, KPK
bisa memberi masukan kepada pemerintah berdasarkan temuan dan pengalaman di
lapangan.
Di sini jelas terlihat adanya kebutuhan membangun sinergi antara
pemerintah baru dengan KPK dalam pencegahan tipikor. Tentang pembatasan
transaksi tunai, misalnya, pimpinan KPK mengaku sudah lama mendiskusikannya.
Namun, pembatasan transaksi tunai masih saja berstatus wacana karena kebijakan
atas ketentuan ini menjadi wewenang Bank Indonesia dan pemerintah. Kalau
pemerintah baru bisa merealisasikan kebijakan ini, tugas KPK untuk mencegah
tipikor bisa lebih efektif. Untuk membangun sinergi dengan pemerintah baru,
soliditas kepemimpinan KPK menjadi syarat mutlak.
Dalam konteks ini, KPK sudah barang tentu harus menunggu inisiatif
pemerintah baru. Mungkin butuh waktu karena pemerintah baru harus
berkonsolidasi lebih dulu. Dalam periode seperti itulah, soliditas kepemimpinan
KPK harus selalu terjaga. Pemerintah baru hendaknya diberi kesempatan untuk
memahami formasi kepemimpinan KPK saat ini. Kalau pemerintah baru mengapresiasi
kinerja KPK, bukan tidak mungkin pemerintah baru berkepentingan dengan formasi
kepemimpinan KPK saat ini. Periode kepemimpinan KPK saat ini akan berakhir pada
Desember 2015.
Kalau soliditas paket kepemimpinan KPK saat ini masih dibutuhkan,
pemerintah baru bisa saja menawarkan opsi memperpanjang masa bakti Busyro
Muqqodas hingga Desember 2015. Alternatif lainnya adalah membiarkan kursi wakil
ketua yang ditinggalkan Busyro kosong hingga Desember 2015. Cara ini bermanfaat
untuk menjaga soliditas kepemimpinan KPK. Dan, pada Desember 2015 akan dipilih
paket pimpinan KPK baru dengan rentang masa bakti yang sama, tidak
terputus-putus seperti sebelumnya.
Terpenting dari semua itu, perubahan formasi kepemimpinan KPK
tidak boleh mengganggu agresivitas perang terhadap korupsi, sebagaimana telah
ditunjukkan oleh formasi kepemimpinan KPK saat ini. Rezim pemerintah boleh
berganti, tetapi independensi KPK sedikit pun tidak boleh digerogoti. []
KORAN SINDO, 19 Agustus 2014
Bambang Soesatyo ; Anggota Komisi
III DPR RI, Presidium Nasional KAHMI 2012-2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar