Perang Badar: Hegemoni
Tentara Malaikat
Oleh: Muhairil Yusuf
Jumlah kaum Muslimin cuma 313, sementara
tentara musuh berjumlah 1000 orang. Namun kaum Muslimin menang, bagaimana bisa?
Ekspedisi Tentara Islam
Pada Bulan Safar, awal bulan ke 12 sejak
hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah, untuk pertama kalinya Rasulullah saw keluar
untuk berperang dalam kancah perang Wildan. Inilah permulaan disyariatkannya
peperangan dalam Islam. Invasi tersebut bertujuan memerangi kaum Quraisy dan
Bani Hamzah yang menghalangi dakwah Nabi Muhammad saw.
Persiapan orang Muslim sudah cukup matang,
namun peperangan urung digelar, sebab Bani Hamzah menawarkan perdamaian. Maka
Rasulullah bersama para sahabat kembali ke Madinah. Selang beberapa waktu,
Rasulullah saw mendengar kedatangan rombongan kaum Quraisy dari Syam menuju
Makkah di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb.
Teringatlah Rasulullah saw pasca peristiwa
beberapa saat sebelumnya, ketika masih di Makkah, harta pengikut Rasulullah saw
dirampas oleh orang-orang Quraisy. Itulah sebabnya Rasulullah saw segera
meminta umatnya mencegah iring-iringan kafilah tersebut, seraya berseru “Barang
bawaan mereka harus dirampas sebagai gantinya”. Namun seruan Rasulullah ini
masih disambut dingin oleh sebagian kaum Muslimin. Mayoritas mereka berpikir
pesimis, menyangka bahwa peperangan tidak akan terjadi sama seperti penyerbuan
ke Madinah pada beberapa waktu yang lalu.
Awal Mula Tragedi Perang Badar
Di suatu malam pada bulan Ramadlan,
berangkatlah sekitar 313 orang Islam. Mereka mengendarai 2 kuda dan 70 unta.
Setiap unta ditunggangi secara bergantian oleh dua sampai tiga orang.
Rasulullah saw langsung memimpin, yang tujuannya tiada lain kecuali ingin
menyerang kawanan kafilah yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Sayang, rencana
penyerangan itu bocor hingga telinga Abu Sufyan.
Ketika mengetahui dirinya menjadi sasaran
umat Islam, dia langsung mengirim delegasi ke kaum Quraisy agar melindungi
harta benda bawaannya. Ia mengutus kurir bernama Dham Dham bin Amr al-Ghiffari
ke Makkah. Atas siasat Abu Sufyan Dham Dham berpenampilan layaknya orang yang
telah disiksa oleh kaum Muslim. Badannya berlumuran darah, serta bajunya
tersobek-sobek. Siasat ini mampu menarik simpati kaum Quraisy. Seluruh kaum
Quraisy berkumpul dan berangkat ke Madinah, yang dipimpinan Abu Jahal.
Konvoi pasukan yang menuju Madinah kira-kira
1000 personil. Sementara rombongan Abu Sufyan berhasil meloloskan diri melalui
mata air Badau, terus ke Pantai lalu menuju Makkah.
Berkobarnya Api Jihad
Berita itu terdengar juga oleh Rasulullah
saw, dan menimbulkan suasana genting di pihak kaum Muslim. kafilah yang menjadi
targetnya lepas dari genggaman. Berganti tentara kaum Quraisy yang jumlahnya
tiga kali lipat lebih banyak. Dalam keadaan yang mendesak seperti ini
Rasulullah saw segera mengumpulkan para Sahabat Muhajirin dan mengadakan
musyawarah untuk mencari solusi terbaik. Ternyata dari diskusi tersebut para
Sahabat yang berjumlah sedikit itu, menunjukkan semangatnya untuk berjihad,
lebih-lebih perang sudah diisyaratkan oleh Allah swt, melalui sabda Rasul-Nya.
Ketika kaum Muslimin sedang berdiskusi, kaum
Quraisy di bawah pimpinan Abu Jahal mulai merapat ke lembah Badar, menuju kaum
Muslimin yang sedang berdiskusi. Lembah ini memang sejak lama diincar oleh Abu
Jahal untuk dikuasai.
Ketika mereka sampai di sisi lembah,
Rasulullah saw tampak gagah memimpin pasukan Muslim yang siap tempur di sisi
yang berseberangan. Posisi mereka nyaris berhadap-hadapan di dekat mata air
Badar. Ketika itu salah seorang Sahabat, Al-Habab bin Mundzir, bertanya kepada
Rasulullah: “Ya Rasulallah, apakah dalam memilih tempat ini, Anda menerima
wahyu dari Allah swt yang tidak bisa diubah lagi? ataukah berdasarkan taktik
perang?”.
Rasulullah menjawab: “Tempat ini aku pilih
berdasarkan pendapatku dan taktik peperangan”. Setelah mendengar jawaban
Rasulullah saw , Al-Habab mengusulkan pendapatnya, “Ya Rasulullah! jika
demikian, ini bukan tempat yang tepat, ajaklah pasukan ke tempat air yang dekat
dengan musuh, kita membuat kubu pertahanan di sana dan menggali sumur-sumur di
belakangnya, kita membuka kubangan di sana dan kita isi air hingga penuh.
Dengan demikian kita akan berperang dalam keadaan persediaan air minum yang
cukup, sedangkan musuh tidak akan memperoleh air minum.” Rasulullah saw
menjawab, “Pendapatmu cukup baik”. Dengan keputusan itu, lalu Rasulullah saw
memberi aba-aba kepada kaum Muslimin untuk segera pindah ke tempat yang telah
diusulkan oleh Habab bin Mundzir.
Ketika kaum Quraisy -dengan angkuhnya- maju
menuju Lembah Badar, Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya seraya berdoa
kepada Allah swt, “Ya Rabbi, jika pasukan kecil ini sampai binasa, tidaklah
akan ada lagi yang menyembah-Mu dengan hati yang ikhlas”. Ketika Abu Bakar
ash-Shidiq melihat wajah Rasulullah saw yang terlihat sedih, maka ia berusaha
menenangkan hati junjungannya itu seraya berkata, “Ya Rasulallah, demi diriku
yang ada di tangan-Nya,, bergembiralah! sesungguhnya Allah swt pasti akan
memenuhi janji yang telah di berikan kepadamu”.
Janji Allah swt
Beberapa saat setelah kedua pasukan
berhadapan, peperangan dibuka dengan tampilnya tiga orang Quraisy menuju medan
laga, tempat yang memisahkan kaum Muslimin dengan lawan. Ini merupakan salah
satu peradaban orang Arab ketika berperang, yakni 'duel satu lawan satu'.
Ketika para sahabat Nabi saw melihat tiga
orang maju, maka tiga sahabat Nabi saw, yakni Hamzah, Abu Ubaidillah dan Ali
bin abi Thalib, dengan pedang yang bercabang yang diberi nama Zulfikar,
menerima tantangan itu. Pertarungan berlangsung sengit di antara ketiganya.
Setelah pertarungan yang berlangsung cukup lama itu, ketiga Sahabat Nabi saw
memenangkan laga tersebut. Dengan keadaan ini semangat kaum Muslimin semakin
membara. Sebaliknya, perasaan kaum Quraisy mulai digrogoti ketakutan.
Beberapa saat kemudian semua tentara
membeludak ke medan laga, pertarungan antara kubu Muslimin dengan kubu Quraisy
mulai berkecamuk, pertarungan pun berlangsung sengit. Janji Allah swt, seperti
yang diinginkan oleh Abu Bakar kepada Rasulullah saw, benar-benar terjadi.
Dengan pasukan kecilnya serta peralatan perang seadanya mampu mengalahkan kaum
Quraisy yang jumlahnya tiga kali lipat yang dilengkapi dengan peralatan perang.
Hal ini di luar nalar pikiran sehat, bagaimana mungkin pasukan kecil ini bisa
menang dalam Perang Badar tanpa kehendak Allah swt. Sebagaimana firman-Nya:
“(ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan
kepada Tuhanmu, lalu di perkenankanNya bagimu, sesungguhnya Aku akan
mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu Malaikat yang datang
berturut-turut,” (QS. al-Anfal [08]:9)
“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam
perangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah, karena
itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu menjadi orang yang bersukur.
(ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin, Apakah tidak cukup
bagimu Allah swt membantumu dengan tiga ribu Malaikat yang diturunkan (dari
langit)? Ya, (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap siaga, dan mereka datang
menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah swt menolong kamu dengan
lima ribu Malaikat yang memakai tanda, dan kemenangan itu hanyalah dari Allah
swt yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”. (Ali Imron [03]:123-126)
Alhasil, pada tragedi perang badar tersebut,
orang-orang Quraisy terpukul mundur, meski jumlah mereka tiga kali lebih
banyak. Mereka menelan kekalahan besar, oleh hegemoni tentara malaikat. Banyak
pemimpin mereka yang tewas, salah satunya adalah Abu Jahal sang pemimpin kaum
Quraisy. Ia jatuh sebagai korban kesombongannya yang tidak terkendalikan.
Seluruh korban dari golongan kaum Quraisy yang gugur pada peperangan tersebut
sekitar 70 orang yang tewas, dan sekitar 70 orang yang menjadi tawanan,
sedangkan dari pihak kaum Muslimin ada 14 orang yang gugur sebagai Shuhada.
Namun sebagaimana etika orang Muslim yang
telah dibimbing langsung oleh orang yang paling mulia di muka bumi, yakni
Rasulullah saw, memperlakukan para tawanan dengan baik, mereka diposisikan
bagaikan tamu yang harus dihormati. Ia diberi makanan roti, sementara mereka
sendiri mencukupkan dirinya dengan menyantap buah kurma, kaum Muslimin dilarang
untuk menyiksa tawanan. Mereka diperlakukan layaknya bukan tawanan, walaupun
dalam kondisi menjadi tawanan. Inilah yang selalu dijunjung tinggi oleh
Rasulullah saw. Sebagaimana tujuan Ia diutus, yakni untuk menyempurnakan etika
mulia.
Muhairil Yusuf / PPS H-27
Kls 1-G Aly Asal Bangkalan
Referensi:
1.
Muhammad Ridha, Muhammad Rasulullah,
2.
Ibnu al Arabi' Sulaiman bin Musa bin
Salim al-Himyari, al Ikhtifa', hal:317 juz 1
3.
Ibnu Katsir al-Bidâyah wa al Nihâyah,
hal 256 juz 3
4.
Tafsir al Thabari, hal 122 juz 9
5.
Ibnu Katsir, as Sirah an Nabawiyah,
hal 381 juz 2
6.
Ahmad Muhammad Syakir Tahqiq hal 18
juz 5
7.
Ibnu Hisyam, As-Sirah an Nabawiyah hal
620 juz 1
8.
Ibnu Sa'ad, At-Thabaqat al-Kubra hal
15 juz 3
9.
Ibnu Katsir Tafsir at-Thabâri hal
193-194 juz 3
Sumber: Buletin Pondok Pesantren Sidogiri,
Pasuruan – Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar