Kamis, 11 April 2013

BamSoet: Keterbukaan TNI dan Kepastian Hukum

Keterbukaan TNI dan Kepastian Hukum

Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR RI/
Presidium KAHMI Pusat 2012-2017

INISIATIF dan sikap pro aktif Panglima TNI dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (AD) merespon kasus Sleman melegakan seluruh elemen rakyat. Semangat yang diperlihatkan kedua  jenderal itu menunjukan TNI yang reformis tidak kebal dari sanksi jika oknum prajurit melanggar hukum.

Menyusul penyerangan Lapas IIB Cebongan di Sleman, Yogyakarta, baru-baru ini, berkembang dugaan atau spekulasi di ruang publik mengenai keterlibatan oknum prajurit TNI dalam penyerangan yang menewaskan empat tahanan Lapas. Dugaan itu mengacu pada kronologi peristiwa dan model serangan yang menerminkan para penyerbu Lapas sebagai kelompok ahli dalam bidangnya dan tentu saja sangat terlatih.

Publik sempat pesimistis terhadap kemungkinan terungkapnya identitas kelompok penyerang. Soalnya, elemen-elemen yang diduga kuat sebagai pelaku penyerangan segera membuat klarifikasi dan bantahan resmi. Namun, publik terus mendesak polisi untuk menyelidiki kasus ini. Kasus ini tidak boleh dipetieskan. Bahkan, ada juga pemikiran di kalangan penggiat hak azasi manusia untuk membawa persoalan ini ke badan multilateral jika penegak hukum tidak mengungkap pelaku serangan.

Menyikapi reaksi publik atas peristiwa pembantaian di Sleman itu,  Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono memerintahkan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo membentuk tim investigasi. Tak sampai 24 jam kemudian , Jenderal Pramono langsung menandatangani persetujuan dibentuknya tim investigasi untuk menyelidiki kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman.

Jenderal Pramono bahkan langsung memberi isyarat mengenai keterbukaan atas jalannya investigasi itu. Tim investigasi TNI AD yang mulai bekerja sejak pekan lalu itu terdiri dari sembilan orang, dan akan bertukar informasi dengan tim investigasi lain, termasuk dengan kepolisian. Polisi akan memberi data dan hasil temuan lainnya kepada Tim investigasi TNI AD, yang akan menindaklanjutinya dengan melakukan pemeriksaan dan memintai keterangan dari pihak-pihak yang relevan di lingkungan internal TNI AD.

"Hasil (penyelidikan) sementara, ada indikasi keterlibatan oknum-oknum TNI yang bertugas di Jawa Tengah," kata Jenderal Pramono di Mabes TNI AD. Bahkan dia rinci mengungkap aspek lain. Misalnya tentang jenis-jenis senjata dan peluru. Dia akui bahwa peluru yang digunakan untuk menembak para tahanan di Lapas cebongan masih digunakan kesatuan-kesatuan tertentu

Sikap pro aktif dan keterbukaan Jenderal Pramono itu tidak hanya melegakan, tetapi juga mengakhiri spekulasi publik mengenai identitas pelaku serangan. Masyarakat sudah mendapatkan kejelasan, sehingga tak perlu lagi menduga-duga. Terutama karena kejelasan itu bersumber dari pimpinan TNI AD sendiri.

Sikap dan posisi yang diambil Panglima TNI dan Kepala Staf TNI AD atas kasus Sleman makin mempertegas wajah reformis TNI. Walau sarat tantangan, sikap dan posisi kedua jenderal itu memperlihatkan bahwa proses reformasi TNI terus bergerak maju. Pesan dua jenderal itu sangat jelas; bahwa Jika ada oknum prajurit melanggar hukum, dia tidak kebal hukum. Pelanggaran itu harus dipertanggungjawabkan di muka hukum. Dan, institusi TNI tidak akan melakukan pembelaan secara membabi buta. Institusi akan tetap berupaya memberi perlindungan, tetapi proporsional.

Memberi apresiasi kepada Panglima TNI dan Kepala Staf TNI AD dalam kasus ini bukan sesuatu yang berlebihan atau mengada-ada. Penghargaan kepada kedua jenderal itu sesuatu yang patut. Bagaimana pun, sikap dan posisi keduanya memberi nilai tambah yang sangat strategis bagi citra kepastian hukum di negara ini. Kesediaan dan keterbukaan kedua jenderal untuk  melakukan sebuah penyelidikan internal yang berkaitan dengan peristiwa Sleman harus dimaknai sebagai penjelasan bahwa institusi TNI tidak akan dan tidak ingin menutup-nutupi kesalahan atau pelanggaran hukum yang mungkin dilakukan oknum institusi.

Entah seperti apa buruknya persepsi komunitas internasional terhadap kepastian hukum di Indonesia jika kasus pembantaian di Lapas Sleman itu ditutup-tutupi atau diambangkan. Apalagi jika aparat hukum gagal atau tidak mampu mengungkap pelaku pembantaian di Lapas Cebongan. Bukan hanya penilaian yang buruk, tetapi Indonesia bisa saja mendapatkan akibat lain yang lebih serius.

Sebagaimana diketahui, berita pembantaian Sleman itu langsung mendunia. Oleh karena di dalam negeri sudah muncul kecurigaan bahwa penyerangan itu melibatkan oknum prajurit TNI, dampaknya menjadi sangat serius, baik bagi negara maupun TNI sendiri. Otomatis institusi TNI-lah yang akan menjadi sasaran kecaman dari para penggiat hak azasi manusia di forum-forum internasional. Kalau pemerintah dan TNI keliru merespons reaksi dari komunitas internasional itu, akan ada ekses yang harus ditanggung.

Oleh karena itulah inisiatif dan sikap pro aktif  Panglima TNI dan Kepala Staf  TNI AD untuk menyelidiki dugaan keterlibatan oknum prajurit TNI dalam pembantaian Sleman sangat layak untuk diapresiasi.

Berkaitan dengan kasus Sleman, keprihatinan semua elemen rakyat sebenarnya lebih tertuju pada fakta tentang pembantaian oleh belasan orang bersenjata yang sangat terlatih terhadap warga negara yang tidak berdaya. Pun ironis, karena tak satu pun instrumen kekuatan di negara ini yang mampu mencegahnya. Dengan demikian, identitas para penyerbu bukanlah isu yang utama.

Pembantaian itu tak hanya mempertontonkan brutalitas, tetapi juga memperlihatkan kehendak untuk bertindak semena-mena, tidak  peduli lagi dengan sistem hukum di negara ini. Martabat negara dan para pemimpinnya benar-benar sudah direndahkan. Akibatnya, sebagian masyarakat kini mulai cemas, karena khawatir aksi pembantaian di Sleman  itu akan menjadi preseden. Di lain waktu, aksi pembantaian serupa bisa terjadi di tempat lain untuk alasan yang lain pula.

Agar peristiwa Sleman tidak menjadi preseden, negara dan semua perangkat hukumnya tidak boleh lemah menyikapi tragedi itu. Taruhannya bukan hanya citra negara di panggung pergaualan antarbangsa, melainkan juga kadar kepercayaan rakyat terhadap penyelenggara negara. Jika rakyat sampai pada kesimpulan bahwa negara lemah menyikapi tragedi pembantaian itu, keadaan bisa saja menjadi semakin tak terkendali.

Identitas para penyerbu LP Cebongan jangan dijadikan isu utama. Siapa pun pelakunya harus ditindak sesuai hukum yang berlaku. Sanksi yang berat diperlukan agar muncul efek jera. Syukur bahwa TNI pun terpanggil untuk mengungkap kasus ini. []



Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar