Air Pesantren Memadamkan Api Pemberontakan
Pernah suatu ketika seorang anggota militer
dalam diskusi di Lemhanas mengatakan; sulit kita mengandalkan komitmen
kebangsaan kaum santri, sebab merah putih tidak pernah berkibar di sana.
Ungkapan itu tentu dari tentara muda keluaran sekolahan, yang tidak terlibat
dalam masa perjuangan kemerdekaan atau zaman sesudahnya.
Memang kalangan santri walaupun nasionalis
tulen, pejuang tak kenal menyerah, tetapi mereka tidak pernah menyombongkan
diri, dan tidak punya kegemaran mengerek bendera setiap hari, membaca ikrar
kesetiaan di setiap tempat yang serba verbal.Hal itu tidak dilakukan sebab
sering hanya menjadi slogan kosong.
Bagi kaum santri perjuangan adalah
pengabdian, karena itu tidak perlu mencari imbalan ataupun pujian. Karena itu
jangan sekali-kali mengusik keutuhan bangsa dan negara ini. Dalam kasus
pemberontakan PKI Madiun, Pemberontakan DI-TII, pemberontakan PRRI-Permesta.
Kelompok yang suka berikrar di bawah kibaran bendera ikut terlibat dalam
pemberontakan. NU mengutuk dan melawan dengan tegas tindakan makar itu. Di
situlah nasionalisme diukur, perjuangan ditimbang. Bukan berdasarkan kibaran
bendera, tetapi kobaran semangat di dada.
Alkisah ketika PRRI sudah dibubarkan, tokoh
dalam penjara banyak dilepaskan dan yang lari kehutan sudah turun gunung bahkan
PSI dan Masyumi sudah dilarang. Mbah Lim seorang Ulama dari pesantren dan tokoh
NU Klaten itu ketika mengetahui salah seorang Perdana Mesteri PRRI Safrudin
Prawiranegara turun gunung kembali ke Jakarta, maka dia mencarinya dan ketika
ketemu dihardiknya dengan kata-kata keras, “Anda ini kemana-mana mengobarkan
api pemberontakan, yang sengsarakan rakyat. Karena itu saya kemana mana membawa
air pemadam api. Kalau anda masih tetap memberontak akulah lawan anda!”, Mbah
Lim menantang.
Mendengar hardikan itu Syafruddin diam saja,
karena posisinya belum aman sehingga takut melakukan pembalasan. Di hampir
setiap kesempatan, baik di sidang-sidang DPR rapat partai semuanya menghujat
pemberontakan PRRI-Permesta yang bersekongkol dengan Asing (AS dan Iggris) terutama
dari kelompok nasionalis, termasuk dari kelompok NU seperti Mbah Lim. Melawan
pemberontakan dengan air perdamaian yang bersumber dari oase pesantren. []
Mun’im DZ dari Biografi Mbah Lim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar