Bambang Soesatyo
Anggota Tim Pengawas
Penyelesaian Kasus Bank Century DPR RI
MENCEGAH penggelapan aset eks Bank Century,
Tim Pengawas DPR untuk Proses Hukum kasus Bank Century terpaksa ikut memburu
aset-aset bank itu di dalam negeri. Inisiatif ini diambil Timwas dengan tujuan
meningkatkan kinerja perburuan aset yang berceceran di sejumlah tempat.
Faktor lain yang ikut mendorong inisiatif itu
adalah minimnya kepedulian pemerintah. Sejauh ini, pemerintah hanya fokus
memburu aset d luar negeri, khususnya di Hongkong dan Swiss. Sebaliknya,
pemerintah belum berbuat maksimal untuk merampas aset eks Bank Century di dalam
negeri.
Presiden menerbitkan Peraturan Presiden
(Perpres) No.9/2012, yang menugaskan Menkumham, Mensesneg, Menkeu dan Jaksa
Agung untuk menangani pengembalian aset hasil tindak pidana PT Bank Century
Tbk. Sebagaimana terlihat belakangan ini, Tim yang dibentuk dari Perpres ini
lebih fokus pada aset yang dibekukan perbankan Swiss dan Hongkong.
Perburuan di Swiss bahkan sempat berantakan
karena akses Duta Besar dan staf Kedubes RI di Swiss diputus oleh tim pemburu
aset yang dikomandoi oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Selain
itu, pekerjaan tim menjadi makin tidak jelas karena pemerintah juga menggunakan
jasa ICAR (International Centre for Asset Recovery).
Karena status aset-aset itu dibekukan,
otomatis tidak bisa dialihkan dengan cara apapun. Karena itu diupayakan Mutual
Legal Assistance (MLA). Mekanisme MLA memungkinkan pihak berwenang Indonesia
dengan Hongkong serta Swiss saling membantu.
Nilai aset eks Bank Century di Swiss mencapai
156 juta dolar AS, ekivalen Rp 1,5 triliun, tercatat sebagai milik mantan
Komisaris Utama Bank Century Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi di Bank
Dresdner, kini LGT Bank. Karena menghadapi gugatan perdata, dana itu
masuk dalam pengawasan Pengadilan Zurich. Berkat kerja sama tim yang dipimpin
Wakil Jaksa Agung Darmono dan Kedubes RI di Swiss, proses pengembalian aset ini
sudah mencapai tahap MLA. Namun, pihak berwenang Swiss mementahkan MLA ini
karena Kedubes RI tidak lagi aktif melakukan pendekatan dan koordinasi.
Sementara nilai aset Bank Century di Hongkong
mencapai Rp 86 miliar dalam bentuk uang tunai dan surat-surat berharga senilai
Rp 3,5 triliun. Aset itu tersimpan di sejumlah bank dalam beberapa rekening.
Antara lain di Standard Chartered Bank dan Ing Bank Arlington Assets
Investment.
Oleh karena keterbatasan akses, Timwas DPR
untuk kasus ini hanya bisa memonitor progres pekerjaan tim pemburu aset. Untuk
alasan itulah Timwas DPR belum lama ini memanggil Duta Besar RI untuk Swiss,
Djoko Susilo. Penjelasan Dubes Djoko memberi tambahan informasi yang
strategis. Seperti penggantian ketua Tim dari Darmono ke Denny, serta pemutusan
akses Dubes dan para staf Kedubes RI Swiss atas penangan masalah ini.
Hingga kini, belum jelas benar apa motif
Denny memutus akses Kedubes RI di Swiss. Dia sempat mengatakan bahwa MLA dengan
pihak berwenang Swiss menjadi urusan kementerian hukum kedua negara. Kalau pun
benar, tidak berarti peran strategis Kedubes RI di Swiss boleh dihilangkan
begitu saja. Swiss hanya tahu Kedubes RI di negeri itu sebagai wakil Pemerintah
RI, bukan sosok Denny atau tim pemburu aset yang dikomandaninya.
Perlakuan Denny terhadap Kedubes RI di Swiss
itu tidak hanya janggal, tetapi juga melahirkan curiga. Karena melibatkan dana
triliunan rupiah. Apa yang ingin ditutup-tutupi sehigga wakil resmi
pemerintah RI pun tidak boleh tahu tahap dan proses perburuan aset di Swiss?
Kesimpulan sementara dari rapat dengar pendapat umum (RDPU) Timwas dengan
pendiri Ancora Group Gita Wirjawan dan PT GNU serta pihak terkait lainnya,
terindikasi adanya upaya penggelapan aset eks Bank Century dengan berbagai
modus, utamanya pengalihan hak atau pemilikan.
Polri Produktif
Itulah alasan utama Timwas DPR memberi
tambahan tugas kepada Tim Kecil untuk ikut memburu aset-aset di dalam
negeri. Apalagi, fakta juga menunjukan bahwa perburuan aset oleh tim pemerintah
belum menghasilkan apa pun kendati sudah menghabiskan anggaran belasan miliar
rupiah.
Khusus untuk aset di dalam negeri, pihak
berwenang semestinya sudah memiliki cukup alasan untuk menyita lahan seluas 22
hektar milik Yayasan Fatmawati di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, yang
nilainya kini mencapai plus minus Rp 2 triliun rupiah. Lahan ini semula dibeli
oleh PT Graha Nusa Utama (GNU) dengan harga hanya Rp 65 miliar dari Yayasan
Fatmawati. PT GNU kemudian menjual mayoritas saham dan asetnya ke Ancora
Land. Lahan itu otomatis dikuasai Ancora. Namun, persoalannya menjadi lain
karena PT GNU sudah disangka terlibat dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
dana PT Antaboga Delta Secuiritas di Bank Century.
Dibanding tim pemburu aset di luar negeri,
langkah Polri jauh lebih produktif. Sekadar menyegarkan ingatan, pada Februari
2010, Mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji mengatakan kepada Komisi XI DPR,
Robert Tantular berusaha menguasai tanah di daerah Fatmawati. Tanah itu memang
bukan atas nama Robert, tetapi penyelidikan polisi membuktikan adanya aliran
dana dari Robert untuk pembelian tanah itu. Saat itu, tanah tersebut belum
disita polisi.
GNU dipimpin Totok Kuncoro, terpidana kasus
perbankan dan pencucian uang. Dia, ternyata, juga pemegang saham PT Antaboga
Delta Securitas (ADS) dan PT Tirtamas Nusa Surya (TNS), yang berafiliasi dengan
Bank Century. Hasil penyelidikan polisi menyebutkan bahwa Totok menggelapkan
dana nasabah ADS yang sebelumnya ditempatkan di Bank Century. Melalui PT
TNS, Totok disangka menjual atau menggelapkan aset yang diagunkan.
Seperti itulah modus penggelapan aset-aset
yang masih terkait dengan eks Bank Century. Masih ada sejumlah aset lain yang
telah disita polisi. Misalnya, kasus uang tunai Rp.20 miliar yang telah
dijadikan barang bukti keterlibatan RM Johanes Sarwono, Septanus Faruk dan Umar
Muchsin dalam kasus pencucian uang bank Century.
Polisi juga telah menyita Mall Serpong Plaza,
karena para pemiliknya, yakni Robert Tantular, Hartawan Alwy dan Anton Tantular
terlibat tindak pidana pencucian uang. Penyitaan mal itu dilakukan
berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Tangerang Maret 2009 dan putusan
Mahkamah Agung April 2012. Robert dkk dituduh mangambil dana dari ADS lebih
dari Rp 300 miliar yang kemudian ditempatkan pada PT Sinar Central Rejeki
untuk membangun Mall serpong dan membeli sejumlah aset lainnya. Selain menyita
mal di Serpong, polisi juga telah menyita areal tanah di Citayam, Bogor,
seluas 100 hektar.
Bukan hanya mal Serpong, Robert pun diketahui
memiliki saham 75 persen pada sebuah pusat belanja di Pamulang. Dia juga
memiliki perusahaan farmasi dan sebuah rumah sakit di Surabaya.
Polisi juga telah menyita sebuah apartemen
dan sebuah perusahaan sekuritas milik Robert. Perusahaan sekuritas itu menerima
modal dari Bank Century sebesar Rp 100 miliar.
Jika semua aset itu, baik yang di dalam
negeri maupun di Hongkong dan Swiss bisa dikembalikan kepada negara, bisa
dimanfaatkan untuk menutup kerugian para nasabah Bank Century dan tentu saja
memperkecil kerugian negara dari bailout bank ini. []
Sent from my BlackBerry® smartphone from
Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar