“Mas, bahaya ayat-ayat Al-Qur’an Anda kecualikan, kafir nanti,” demikian sergah seseorang usai Penulis menyampaikan kajian tentang tafsir Surat Al-Maidah ayat 44 bersama teman-teman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di salah satu masjid kampus ternama di Surabaya beberapa waktu lalu, tepatnya 11 September 2019.
Diskusi berlanjut di emper serambi masjid dengan orang tersebut dan seorang
mahasiswa yang seide dengannya yang barusan bergabung, sementara teman-teman
PMII ikut menyertai.
Nah, inilah yang dalam tulisan sebelumnya berjudul “Ini Delapan Ideologi
Radikal Islam dan Cara Penyebaran Doktrinnya,” Penulis sebut sebagai the
interpretation is locked atau penafsirannya telah terkunci. Terkunci harus
sesuai penafsiran radikal macam Sayyid Quthub dan menafikan bahkan mengafirkan
orang yang berbeda penafsiran dengannya meski berasal dari para mufassirin yang
sangat otoritatif di bidangnya.
Lalu bagaimana sebenarnya penafsiran Al-Maidah ayat 44 dalam perspektif mufassir Ahlussunnah wal Jama’ah? Apakah orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah benar-benar kafir dan keluar dari agama Islam, seperti anggapan Sayyid Quthub dan Ideolog kaum radikal lainnya?
Dengan membaca beberapa tafsir otoritatif di lingkungan Ahlussunnah wal Jama’ah
macam Tafsir At-Thabari, Tafsir Ar-Razi dan semisalnya, setidaknya kita akan
menemukan lima (5) tafsir Surat Al-Maidah ayat 44:
إِنَّا
أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ
الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ
بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلَا
تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ.(المائدة:
44)
Artinya, “Sungguh Kami telah menurunkan Kitab Taurat yang di dalamnya terdapat
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara
orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah, oleh
orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, sebab mereka diperintahkan
memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu
janganlah Kalian takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku. Dan janganlah
kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang
yang kafir.” (Surat Al-Maidah ayat 44).
Tafsir pertama, ayat turun untuk kaum Yahudi, namun berlaku untuk seluruh
manusia, baik yang beriman maupun yang kafir, sebagaimana diusung oleh Ibrahim,
Al-Hasan, Ibnu Mas’ud, dan As-Sadi. Barkaitan tafsir ayat ini, ‘Auf
meriwayatkan dari Al-Hasan:
عَنِ
الْحَسَنِ فِي قَوْلِهِ:وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ
هُمُ الْكَافِرُونَ، قَالَ: نَزَلَتْ فِي الْيَهُودَ، وَهِيَ عَلَيْنَا وَاجِبَةٌ.
Artinya, “Diriwayatkan dari al-Hasan berkaitan tafsir al-Maidah ayat 44, Ia
berkata, ‘Ayat itu turun berkaitan dengan kaum Yahudi, (namun) menjadi
ketetapan atau berkaku bagi kita (umat Islam).’” (Abu Ja’far Muhammad bin Jarir
At-Thabari, Jami’ul Bayan ‘an Ta’wilil Qur’an, [Giza, Dar Hijr: 1422 H/2001 M],
cetakan pertama, juz VIII, halaman 466-467).
Kedua, maksud ‘kufur’dalam ayat bukan kufur keluar dari agama Islam, seperti
ditafsirkan oleh Atha’, Thawus, dan Ibnu ‘Abbas RA. Diriwayatkan dari Sa’id
Al-Makki:
عَنْ
طَاوُس: وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْكَافِرُونَ، قَالَ: لَيْسَ بِكُفْرٍ يَنْقُلُ عَنِ الْمِلَّةِ.
Artinya, “Diriwayatkan dari Thawus: ‘Barang siapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang kafir’, ia
berkata: ‘Bukan kufur yang berpindah dari agama (Islam)’.” (At-Thabari, Jami’ul
Bayan, juz VIII, halaman 465).
Ketiga,ayat tersebut turun bagi umat Islam, seperti ditafsirkan oleh Amir dan
As-Sya’bi. Dalam hal ini Zakariya meriwayatkan dari ‘Amir:
عَنْ
عَامِرٍ قَالَ: نَزَلَتْ الكافرون في المسلمين، والظالمون في اليهود، والفاسقون في
النصارى.
Artinya, “Diriwayatkan dari ‘Amir, ia berkata: ‘(Al-Maidah ayat) al-Kafirun
(44), turun bagi umat Islam; az-Zhalimun (45) turun umat Yahudi; dan al-Fasiqun
(47) turun bagi umat Nasrani.” (At-Thabari, Jami’ul Bayan, juz VIII, halaman
462-464)
Identik dengan penafsiran ketiga ini, pendapat Ibnul Anbari yang menafsirkan
bahwa maksud ayat adalah orang (Islam) yang tidak berhukum dengan hukum yang
Allah turunkan, berarti telah melakukan perbuatan yang menyerupai perbuatan
orang-orang kafir, karenanya ia telah menyerupai mereka. Ibnul ‘Anbari
menafsirkan:
يَجُوزُ
أَنْ يَكُونَ الْمَعْنَى: وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَقَدْ
فَعَلَ فِعْلًا يُضَاهِي أَفْعَالَ الْكُفَّارِ وَيُشْبِهُ مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ
الْكَافِرِينِ.
Artinya, “Boleh jadi maknanya adalah: ‘Dan orang yang tidak memutus perkara
dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka ia telah melakukan perbuatan yang
menyerupai perbuatan orang-orang kafir, dan karenanya ia menyerupai mereka’.”
(Muhammad bin Umar ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Fikr: 1401 H/1981
M], cetakan pertama, juz XII, halaman 7).
Penafsiran lainnya akan diurai dalam tulisan ‘Ragam Tafsir Al-Maidah 44 Kontra
Ideologi Radikal’ bagian kedua, insya Allah.
[]
Ustadz Ahmad Muntaha AM, Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama
(LBMNU) Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar