Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif merupakan departementasi Nahdlatul Ulama yang fokus bertugas dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan NU di bidang pendidikan dan pengajaran formal. LP Ma'arif NU berada di setiap tingkatan kepengurusan, mulai dari pengurus besar, pengurus wilayah, pengurus cabang, pengurus cabang istimewa, majelis wakil cabang, dan pengurus ranting. Hal ini berdasarkan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama Pasal 17 Ayat 6 poin b.
LP Ma’arif NU didirikan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan NU. Sebab, bagi NU, pendidikan menjadi pilar utama yang harus ditegakkan demi mewujudkan masyarakat yang mandiri. Gagasan dan gerakan pendidikan ini telah dimulai sejak perintisan pendirian NU di Indonesia.
Pendirian LP Ma’arif NU ini diawali dengan pertemuan KH Abdul Wahid Hasyim, KH Mahfudz Shiddiq, dan KH Abdullah Ubaid pada awal September 1929 di Kantor Hoof Bestur Nahdlatoel Oelama (HBNO) yang sekarang Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), di Jalan Bubutan Kawatan, Surabaya, Jawa Timur. Pertemuan ini dilakukan menjelang Muktamar Ke-4 NU di Semarang. Pertemuan ini, sebagaimana dilansir situsweb resmi Maarif NU Jawa Timur, dilaksanakan atas perintah dari Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar. Hal ini merespons permintaan KH Abdul Wahab Chasbullah untuk membentuk badan khusus yang menangani bidang pendidikan.
Sebagaimana diketahui, Kiai Wahid Hasyim yang saat itu masih berusia 15 tahun telah menginisiasi pendidikan yang cukup berbeda dengan pesantren pada umumnya, yakni mengajarkan berbagai pengetahuan umum. Sementara KH Abdullah Ubaid dan KH Mahfudz Shiddiq merupakan di antara santri Kiai Hasyim yang cukup menonjol dan sudah aktif dalam kepengurusan HBNO.
Hasil rumusan pembicaraan ketiganya pun dibawa ke Muktamar Nahdlatul Ulama Keempat di Semarang pada 18-20 September 1929. Di hari kedua, 19 September 1929, Muktamar memutuskan untuk mendirikan Ma’arif untuk mewujudkan cita-cita pendidikan di lingkungan NU.
Dalam Ensiklopedia NU, disebutkan bahwa Kiai Wahid Hasyim dalam masa kepemimpinannya sebagai Ketua LP Ma’arif NU melakukan reorganisasi di lingkungan madrasah NU dalam aspek persyaratan guru, daftar dan batasan pengajaran, tata usaha, dan sebagainya. Ia juga memasukkan pelajaran baru yang penting untuk kemajuan Islam.
Gagasan dan upaya yang dilakukannya tidak berjalan lancar. Pasalnya, kalangan pesantren banyak mengkritik gagasan dan langkahnya tersebut mengingat karena dianggap mencampur pengajian agama dengan persoalan duniawi.
Pada 1941, Ma’arif menerbitkan majalah Soeloeh Nahdlatoel Oelama. Majalah ini berkantor di Pondok Pesantren Tebuireng. Majalah ini berupaya mensosialisasikan pembaruan pemikiran Kiai Wahid Hasyim mengenai pendidikan di lingkungan NU. Lambat laun, kalangan pesantren pun mulai menerima model pendidikan yang digagas ayahanda KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
Dalam perkembangannya saat ini, terdapat tiga jenis sekolah yang tergabung dengan NU, yaitu (1) Sekolah yang secara langsung dimiliki oleh NU; (2) Sekolah milik warga NU yang menggunakan badan hukum NU sehingga penguasaan asetnya masih di tangan masyarakat; dan (3) Sekolah yang berafiliasi ke NU dengan mengikuti kurikulum dan ujian yang diselenggarakan Ma’arif NU.
LP Ma’arif NU menjalankan beragam program untuk meningkatkan mutu pendidikan. LP Ma’arif NU juga membantu agar sekolah yang berada di bawah naungannya memiliki standar yang memadai dan berusaha terus meningkatkannya. Jika sebelumnya mendapat akreditasi, diusahakan bisa naik menjadi B dan ditargetkan mencapai akreditasi A, yang merupakan nilai tertinggi.
Secara institusional, LP Ma’arif NU mendirikan satuan-satuan pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, hingga perguruan tinggi; sekolah yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maupun madrasah yang berada dalam lingkup Kementerian Agama. Saat ini, dalam catatan LP Ma’arif PBNU, tercatat tidak kurang dari 6.000 lembaga pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia bernaung di bawahnya, mulai dari TK, SD, SLTP, SMU/SMK, MI, MTs, MA, dan beberapa perguruan tinggi.
Adapun para Ketua LP Ma’arif NU dari masa ke masa adalah KH Abdullah Ubaid (1928-1938), KH Mahfudz Shiddiq (1938-1940), KH Abdul Wahid Hasyim (1940-1946), KH Fathurrahman (1946-1949), KH Anwar Musaddad (1949-1951), Moh Ansor Suryohadibroto (1951-1954), Syukri Ghazali (1954-1959), KH Abdul Aziz Diyar (1959-1977), KH Zaini Miftah (1977-1981), KH Aziz Dijar (1981-1985), Marjiin Syam, Musa Abdillah (1985-1989), H Achmad Sanusi (1990-1994), Ghofar Rahman (1994-1999), KH Nadjid Muhtar (1999-2007), HM Thoyyib (2007-2010), Prof Mansur Ramly (2010-2013), dan KH Arifin Junaidi (2013-2020). []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar