Tanaman
yang wajib dizakati pada dasarnya ada dua, yakni (1) biji-bijian (habbah) yang
hanya berlaku untuk gandum dan tanaman yang menjadi makanan pokok, dan (2)
buah-buahan (tsimar) yang hanya berlaku untuk kurma dan anggur. Tanaman-tanaman
lain di luar itu juga masuk sebagai objek zakat ketika menjadi bagian dari
usaha produktif. Kita bisa menyebutnya zakat pertanian dan perkebunan
produktif.
Alhasil, yang masuk dalam rumpun ini adalah tanaman sawit, kopi, karet, teh, tebu, bawang merah, sagu, kelapa, dan sejenisnya. Ciri utama dari pertanian dan perkebunan kelompok ini adalah menanam dengan niat utama untuk diniagakan. Ciri umum lainnya adalah tanaman ini bersifat menahun.
Dasar Pengambilan Hukum
(باب زكاة التجارة) قال المصنف رحمه الله: (تجب الزكاة في عروض التجارة لِمَا رَوَى أَبُو ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (في الابل صدقتها وفى البقر صدقتها وفى البز صدقته ولان التجارة يطلب بها نماء المال فتعلقت بها الزكاة كالسوم في الماشية)
Artinya, "Bab Zakat Tijarah. Mushannif (Imam Syihabuddiin Al-Syairazi) berkata: ‘Urudlu al-tijarah (harta niaga) wajib dizakati berdasar hadits riwayat Abu Dzar, sesungguhnya Nabi saw telah bersabda: ‘Unta ada ketentuan zakatnya, sapi ada ketentuan zakatnya, di dalam kapas ada ketentuan zakatnya. Karena niaga merupakan kinerja yang bertujuan untuk mengembangkan harta, maka ia menjadi berikatan dengan zakat sebagaimana penggembalaan yang berlaku atas hewan ternak” (Majmu’ Syarah Muhadzdzab, juz 6, h. 47).
Kutipan di atas menyampaikan bahwa kapas merupakan bagian yang wajib untuk dizakati. Kapas bukan merupakan tanaman pangan, melainkan tanaman menahun dan hasilnya bertujuan untuk diniagakan. Oleh karenanya, zakatnya dikelompokkan dalam zakat tijarah (zakat perdagangan/perniagaan). Dalam Majmu’ Syarah Muhadzdzab disampaikan bahwa menurut pendapat masyhur dari kalangan Syafi’iyah, tanaman produktif seumpama kapas semacam ini disepakati sebagai wajib zakat.
وَالْمَشْهُورُ لِلْأَصْحَابِ الِاتِّفَاقُ عَلَى أَنَّ مَذْهَبَ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وُجُوبُهَا وَلَيْسَ فِي هَذَا الْمَنْقُولِ عَنْ الْقَدِيمِ إثْبَاتُ قَوْلٍ بِعَدَمِ وُجُوبِهَا
"Pendapat masyhur ashabu al-syafi’i (para ulama penganut mazhab
Syafi’i) bersepakat bahwa mazhab Syafi’i menetapkan wajibnya zakat atas kapas.
Alasan pewajibannya adalah juga disebabkan tidak ditemukan adanya nukilan dalam
qaul qadim Imam Syafi’i yang menetapkan (itsbat) akan ketiadaan wajib
zakat.” (Majmu’ Syarah Muhadzab, juz 6, h. 47).
Cara Menghitung Nilai Urudl al-Tijarah Tanaman Pertanian Produktif
Karena pertanian atau perkebunan produktif dikelompokkan dalam zakat tijarah, maka diperlukan langkah melakukan penghitungan nilai dari urudl al-tijarah. Adapun yang dihitung sebagai urudl al-tijarah dalam zakat pertanian dan perkebunan produktif dalam hal ini adalah sebagaimana tertuang dalam tabel berikut.
Komponen Penghitungan |
Rincian Penghitungan |
Keterangan |
Material Zakat |
Biaya Bibit |
Besaran modal yang digunakan untuk membeli benih tanaman dihitung sebagai urudl al-tijarah (harta niaga), dengan catatan biaya tersebut akan diputar kembali untuk menanam jeniis tanaman yang sama dalam satu tahun itu. Modal yang dimaksud adalah modal yang sengaja disiapkan untuk diputar |
Biaya pengelolaan lahan, pembelian pupuk, obat-obatan, pengairan, dan sejenisnya, merupakan termasuk alat al-taqlib (memutar modal) dan tidak dihitung sebagai urudl al-tijarah. |
||
Simpanan (nuqud) |
Hasil penjualan tanaman yang ditabung dalam satu tahun produksi |
|
Piutang dagang (al-duyun al-marjuwwah) |
Tagihan kepada pihak lain dan bersifat menambah terhadap harta perdagangan |
|
Utang tertanggung (dain al-tajir li al-tijarah) |
Utang kepada pihak lain yang harus ditanggung pedagang untuk mendapatkan bibit (utang untuk modal usaha). Jika utang di luar tujuan permodalan maka tidak masuk hitungan. |
|
Nishab |
Harga emas |
Karena pertanian produktif merupakan kelompok zakat tijarah maka standar nishab zakat adalah nishab emas |
Haul |
Awal haul |
Awal haul dihitung sejak modal untuk bercocok tanam dibelanjakan untuk membeli bibit |
Akhir haul |
Akhir tahun dihitung berdasarkan kalender Hijriyah dan jatuh tempo pada tanggal dan bulan yang sama saat awal haul itu mulai dihitung |
|
Besaran Zakat |
Urudl tijarah x 2,5% |
Besaran zakat = (biaya bibit + simpanan + piutang - utang) x 2,5% |
Keseluruhan biaya ini ditotal di akhir tahun dikurangi dengan utang produksi dan dibandingkan dengan nishab emas sebesar 77,5 gram berdasar penjelasan nishab emas dari Kiai Ma’shum Kwaron Jombang dalam kitabnya Faithu al-Qadir fi Ajaibi al-Maqadir. Bila telah tercapai nishab maka boleh untuk melakukan ta’jil al-zakat atau menjumlahkannya di akhir haul kemudian diikeluarkan sebesar 2,5%-nya. []
Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar