Senin, 09 Agustus 2021

(Ngaji of the Day) Nabi Muhammad, Permintaan Kaum Musyrik, dan Alasan Allah Tidak Memenuhinya

Nabi Muhammad adalah utusan terakhir Allah yang ditugaskan untuk menyampaikan risalah langit ajaran agama Islam. Terkadang –bahkan seringkali- beliau menemui jalan terjal ketika menyebarkan Islam kepada umatnya. Para penentangnya, kaum musyrik Makkah, tidak segan-segan menghina, mencerca, menyuap, mengintimidasi, dan melakukan kekerasan agar Nabi Muhammad menghentikan dakwahnya. Namun beliau tidak gentar dan pantang mundur mendakwahkan Islam.

 

Kaum musyrik Mekkah juga terkadang ‘menguji’ kebenaran Nabi Muhammad dengan mengajukan suatu permintaan tertentu kepadanya. Ada yang meminta Nabi Muhammad mengubah bukit Shafa menjadi emas. Ada yang meminta agar leluhur mereka dihidupkan kembali. Dan ada pula yang meminta informasi mengenai waktu hari kiamat. Mereka menuntut bukti-bukti inderawi atau aneka macam mukjizat –sebagaimana umat-umat terdahulu- untuk meyakinkan mereka.

 

Namun demikian, mereka ‘kecele’. Allah tidak memenuhi permintaan mereka dan malah menjadikan Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad. Di dalam Al-Qur’an Surat al-Isra ayat 59, Allah telah memberikan jawaban yang jelas mengapa Dia tidak mengabulkan permintaan-permintaan mereka.

 

Kata Allah dalam ayat itu: “Seandainya Kami (Allah) membuka pintu langit, lalu mereka terus-menerus naik memasuki pintu itu, maka mereka pasti akan berkata: ‘Mata kami dikelabuhi dan kami adalah kaum (kelompok orang) yang tersihir.”

 

Jadi, permintaan-permintaan yang mereka ajukan untuk meyakinkan mereka –tentang kebenaran kenabian Muhammad- belum tentu benar adanya. Karena, kalau seandainya permintaan mereka dipenuhi juga belum tentu mereka mau menerima Islam. Mereka pasti memiliki alasan lain untuk menolak Islam sebagaimana firman Allah tersebut.

 

Di samping itu, merujuk buku Membaca Sirah Nabi Muhammad saw Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), alasan lain Allah tidak memenuhi permintaan mereka adalah karena sasaran dakwah (masyarakat manusia) yang berbeda. Maksudnya, sasaran dakwah Nabi Muhammad sedikit banyak berbeda dengan umat-umat nabi sebelumnya, dalam hal perkembangan kedewasaannya.

 

Mengapa nabi-nabi sebelumnya memiliki mukjizat yang bersifat inderawi dan materiel seperti Nabi Musa as. dengan tongatnya dan Nabi Isa dengan penyembuhannya? Dan mengapa mukjizat (terbesar) Nabi Muhammad bersifar imateriel dan logis (Al-Qur’an)?

 

Terkait hal ini, ada dua faktor utama yang menyebabkan ‘karakter mukjizat’ nabi-nabi terdahulu dengan Nabi Muhammad berbeda. Pertama, sasaran dakwah dan waktu. Nabi-nabi terdahulu ditugaskan untuk menyampaikan ajaran Allah kepada masyarakat tertentu dan waktu tertentu.

 

Oleh karena itu, mukjizat yang mereka terima pun hanya berlaku untuk masyarakat dan masa tertentu. Sementara Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia. Waktunya pun hingga akhir zaman, bukan satu masa tertentu. Maka dari itu, mukjizatnya tidak bersifat material, namun imateriel dan logis. Sehingga bisa berlaku kepada siapapun –yang ragu akan kebenaran Islam- dan sampai kapanpun.

 

Kedua, perkembangan pemikiran manusia. Hal ini juga menjadi penyebab ‘karakter mukjizat’ Nabi Muhammad dengan nabi sebelumnya berbeda. Dalam sejarahnya, manusia mengalami beberapa fase perkembangan pemikiran. Semula manusia menafsirkan semua hal yang terjadi kepada kekuatan dewa/tuhan yang ia ciptakan (fase keagamaan). Kemudian mereka menafsirkan fenomena yang ada dengan mengembalikan prinsip-prinsip dasarnya (fase metafisika). Hingga kemudian mereka menafsirkan gejala yang ada berdasarkan pengamatan dan penelitian sehingga memperoleh informasi hukum alam yang mengatur jagat raya ini (fase ilmiah).

 

Sesuai dengan perkembangan pemahaman manusia tersebut, maka umat nabi terdahulu membutuhkan bukti yang jelas, konkrit, dan bisa ditangkap oleh inderanya. Sehingga mukjizat yang dimiliki nabi-nabi terdahulu bersifat materiel dan inderawi seperti tidak terbakar api, bisa menyembuhkan orang sakit, memiliki tongkat yang berubah menjadi ular, dan lain sebagainya.

 

Sedangkan, umat Nabi Muhammad –yang sudah mengalami fase ilmiah- membutuhkan bukti logis dan masuk akal. Maka kemudian Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar yang diterima Nabi Muhammad. Karena Al-Qur’an tidak dapat ditandingi oleh siapapun, baik dari golongan manusia maupun jin. Hal ini sudah ditegaskan Allah dalam Al-Qur’an Surat al-Isra: 88 dan Yunus: 38. []

 

(Muchlishon Rohmat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar