Ganasnya Covid-19, Dunia Jadi Lintang Pukang
Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Pukul 04.54, 5 Juli 2021, Bung Yasin Wijaya dari Yayasan Kristen Surabaya, kirim WA kepada saya, bunyinya: “Selamat pagi Prof. Semoga sehat selalu. Saya dengar RSUP Sardjito di Sleman sampai kekurangan oxygen dan 33 pasien meninggal. Sedih sekali. Kami di Surabaya sedang saling gotong-royong. Antara Sahabat. Lintas perusahaan. Semua berjibaku merawat para karyawan yang sedang terpapar Covid. Selama mereka rawat di rumah, kami all out komunikasi, dan mengirimkan obat-obatan dan vitamin. Indonesia pasti bisa melewati pandemi ini. Buya jaga kesehatan yah. Mohon jangan keluar rumah atau terima tamu. Salam.”
Jawaban WA saya pada pukul 05.49 terhadap sahabat lintas iman yang baik ini adalah: “Memang sangat mengerikan, tetangga saya sudah banyak terpapar. Gotong royong teman Surabaya sangat mulia. Puji Tuhan. Disiplin masyarakat kita masih rendah. Salam sehat selalu, Bung Yasin dan teman-teman Maarif.”
Yayasan Barokah milik teman Kristen Surabaya ini sangat gigih membantu masyarakat, tanpa memandang suku, agama, dan asal-usul. Semua dilayani. Hubungan saya dengan mereka sudah berlangsung selama beberapa tahun.
Kami saling berbagi info. Bung Yasin sudah dua kali kirim masker KN95 kepada saya. Sudah hampir 1,5 tahun Indonesia bergumul menghadapi serangan Covid-19 ini dengan segala variannya yang semakin mengganas.
Optimisme Bung Yasin bahwa “Indonesia pasti bisa melewati pandemi ini” harus menjadi optimisme kita semua dengan syarat disiplin ketat harus ditegakkan: pakai masker, hindari kerumunan, dan cuci tangan dengan air mengalir pakai sabun.
Mengabaikan disiplin ini adalah faktor utama pandemi ini semakin merajalela. Di mana-mana rumah sakit sudah bangun tenda darurat untuk menampung pasien yang datang berjubel. Dokter dan tenaga kesehatan, sudah ratusan yang wafat.
Kita semua sudah kewalahan diancam kecemasan. Kita semua menangisi kematian mereka ini.
Mari kita lihat selintas korban Covid-19 ini untuk tingkat dunia, dan agak perinci untuk empat negara saja, baik yang terpapar maupun yang meninggal sampai 5 Juli 2021. Jumlah terpapar tingkat global sudah 184.000.000, dengan angka kematian 3.970.000.
Jumlah korban ini terus bertambah setiap saat. Vaksinasi masih belum merata dan memadai. Tertinggi adalah AS: terpapar 33.700.000, meninggal 605 ribu. Disusul India: terpapar 30.500.000, meninggal 402 ribu.
Lalu urutan ketiga Brasil: terpapar 18.700.000, meninggal 524 ribu. Indonesia urutan 17: terpapar 3.260.000, meninggal 60.027. Jika pandemi ini belum bisa diatasi setahun ke depan, kita bisa perkirakan korbannya sangat banyak dan ekonomi semakin lumpuh.
Untuk Indonesia, utang negara untuk melawan Covid-19 tentu akan semakin menggelembung. Maka itu, sebagai rakyat kita wajib menegakkan disiplin ekstra ketat karena masih saja ada yang ngeyel melawan polisi di jalan.
Padahal, polisi itu sudah berpanas-panas untuk memutus rantai penularan wabah mematikan itu. Kelakuan semau gue akan memperburuk keadaan. Gempuran Covid-19 tidak pandang bulu, umur, dan status sosial.
Pada skala kecil, di perumahan Nogotirto, Sleman, Yogyakarta, tempat saya tinggal, kami sedang dikepung pandemi ini. Sudah beberapa orang jamaah masjid kami terpapar, bahkan ada seorang yang wafat, terjangkit saat yang bersangkutan melayat familinya.
Kematian karena Covid-19 ini pasti meninggalkan duka sangat dalam. Pemakamannya harus melalui protokol kesehatan. Jenazahnya tidak boleh didekati, kecuali oleh petugas khusus dari Dinas Kesehatan dengan pakaian khas pengamannya.
Ketika varian delta merebak di India beberapa waktu lalu, tengoklah betapa banyaknya mayat bergelimpangan di mana-mana. Aparat negara seperti tak berdaya lagi menanganinya. Oksigen serbakurang, rumah sakit tidak bisa menampung pasien yang datang berjibun.
Petugas kesehatan banyak yang mati karena kelelahan dan diserang virus delta itu. Fenomena hampir serupa berlaku di berbagai negara dunia, termasuk di Tanah Air. Ironisnya, masih saja ada segelintir orang tak percaya adanya virus ini. Pakai alasan agama lagi.
Saya tidak tahu jenis manusia macam apa ini. Tentu kita mesti berdoa kepada Allah agar 7,7 miliar penduduk bumi (angka 14 Februari 2021) yang sedang menderita ini diberi-Nya kesadaran yang tajam tentang gelimang dosa yang telah kita perbuat selama ini.
Di samping berdoa, kita harus berupaya keras mengatasi musibah ini agar situasi dunia yang sedang lintang pukang ini segera berlalu, sehingga tambahan korban tidak lagi memukul perasaan kita yang sudah terlalu berat. Berbaik sangka kepada Allah harus diutamakan.
Adapun mereka yang memaki Tuhan, bahkan tak lagi mempercayai-Nya, seperti saat perang dunia karena dinilai tidak menolong manusia yang sedang terkapar kesakitan dan kematian dalam jumlah puluhan juta korban akibat perang, tidak perlu dikomentari, sebab hanya akan semakin menyesakkan napas.
Umat manusia mesti mau belajar dari serangan pandemi ini dan siap membangun solidaritas sosial untuk kepentingan bersama. Ingatlah, korban Covid-19 masih berjatuhan di semua bangsa dan negara. Nyaris tidak ada lagi kepingan bumi bebas dari serangan pandemi ini! []
REPUBLIKA, 06 Juli 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar