Senin, 06 Juli 2015

(Ngaji of the Day) Kategori Masjid yang Sah untuk I’tikaf



Kategori Masjid yang Sah untuk I’tikaf

Pertanyaan:

Assalamualaikum. Ustadz pengasuh rubrik bahtsul matsail NU. Saya mau tanya tentang kategori masjid secara umum, bukan masjid jami'. Ada yang berpendapat bahwa masjid yang bisa sah untuk i'tikaf bisa dibangun dimanapun tempat bahkan dengan bentuk dan bahan apapun seperti papan atau sajadah bisa diniatkan menjadi masjid, mohon paparkan dalil -dalil nya. Matur suwun.

Abu Sholech, Banyubiru Semarang

Jawaban:

Wa’alaikumsalam wa rahmatullah wa barakatuh.

Saudara Abu Sholech yang selalu disayangi Allah. Pada kesempatan terdahulu kita telah membahas keutamaan membangun tempat-tempat ibadah dan lebih spesifik lagi adalah membangun masjid dalam arti luas yakni tempat yang sah digunakan sebagai I’tikaf.

Pendefinisian dalam arti luas sebagaimana telah kami jelaskan ini mengacu kepada pendapat para fuqaha yang mengatakan bahwa i’tikaf tidak dapat dilaksanakan dan dianggap sah kecuali dilakukan di masjid. Untuk referensi mengenai hal ini bisa dilihat dalam kitab-kitab fiqih seperti Nihayat az-Zain, al-Bajuri dan sebagianya.

Dalam al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah terdapat penjelasan bahwa secara bahasa (lughawi) masjid memiliki arti tempat untuk shalat dan sujud, sedangkan menurut istilah pengertian masjid cukup beragam diantaranya adalah tempat yang dibangun untuk shalat dan beribadah kepada Allah swt. Disamping itu ada yang mengartikan bahwa masjid adalah setiap tempat yang memungkinkan seseorang untuk bersujud dan beribadah kepada Allah.

Pengartian ini bedasarkan pada sebuah hadis:

 جُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا

Artinya: setiap bumi dijadikan untukku (Rasulullah) sebagai tempat sujud (masjid) dan suci. Pengartian dan pemaknaan masjid yang cukup luas diatas kemudian dipersempit oleh ‘urf (kebiasaan masyarakat) dengan sebuah definisi:

 وَخَصَّصَهُ الْعُرْفُ بِالْمَكَانِ الْمُهَيَّأِ لِلصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، لِيَخْرُجَ الْمُصَلَّى الْمُجْتَمَعِ فِيهِ لِلأَعْيَادِ وَنَحْوِهَا، فَلاَ يُعْطَى حُكْمَهُ، وَكَذَلِكَ الرُّبُطُ وَالْمَدَارِسُ فَإِنَّهَا هُيِّئَتْ لِغَيْرِ ذَلِكَ

Artinya; ‘Urf (kebiasaan masyarakat) membuat arti masjid secara spesifik sebagai tempat yang dipersiapkan dan disediakan untuk pelaksanaan shalat lima waktu, hal ini agar menganulir definisi mushalla yang sering dipakai saat hari raya dan momentum lainnya.

Dengan demikian, hukum mushalla tidak dapat disamakan dengan masjid. Demikian halnya ribath serta madrasah-madrasah yang dialokasikan untuk kegiatan selain shalat.

Saudara yang mudah-mudahan selalu diberi limpahan ridha Allah. Guna lebih memudahkan pemahaman kita mengenai masalah ini ada baiknya kami menukil inti sari mengenai kriteria masjid sebagaimana terdapat dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin yang menjelaskan bahwa masjid adalah tanah, bangunan, atau tempat yang diproyeksikan untuk masjid baik menggunakan kalimat yang jelas atau niat dari si pemilik tanah atau penyumbang dana. Apabila tidak diketahui secara jelas mengenai status bangunannya namun pada umumnya orang menganggap itu masjid, maka tempat itu juga dapat dikategorikan masjid.

Mudah-mudahan dengan jawaban ini, Allah membukakan hati kita agar selalu tergerak untuk memakmurkan rumah-rumah-Nya. Amin.

Wallahul hadi ilas shiratil mustaqim.
Wassalamu’alaikum wr wb

Maftukhan ad-Damawi
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar