Kisah Gus Dur dan
Abah Afandi saat Usir Maling di Pondok
![]() |
Gus Dur dan Abah Afandi |
Di antara teman yang
akrab dengan Abah Afandi sewaktu mondok di Tambakberas adalah KH Abdurrahman
Wahid (Gus Dur). Saat itu Gus Dur ikut pamannya yang bernama Mbah KH Fattah
Hasyim Idris (Kiyai sepuh pesantren Tambakberas waktu itu).
Di tengah malam, sekitar
pukul 23.00, Abah Afandi sering diajak oleh Gus Dur ngopi di tempat (warung)
yang cukup jauh dan berada di luar area pondok pesantren. Pulang kembali ke
Pondok sekitar pukul 01.00 dini hari.
Suatu saat, sepulang
dari ngopi dan sudah sampai di area pondok, Abah Afandi melihat ada sesuatu
yang mencurigakan. Dia berkata kepada Gus Dur: “Gus, ada dua orang lebih di
sana. Sepertinya pencuri mau memanjat pagar pondok, sampean kejar Gus”.
Gus Dur menjawab
dengan santai: “Sampean saja yang mengejar”. Saling menyuruh atau meminta siapa
yang di depan ini berlangsung berulang-ulang, suara pun semakin keras diantara
keduanya, sampai pada akhirnya sang pencuri tahu ada orang, dan melarikan diri.
Gus Dur pun tertawa
terkekeh-kekeh, sambil bilang:” Nah praktis khan, cara ngusir malingnya?”
Daripada kita berdua mendekat, jadi babak belur, mendingan kita bisik-bisik
yang kencang, maling dengar, jadi kabur, kita pun tidak perlu di tengah malam
teriak kencang “maling-maling” yang ganggu orang banyak,” ujar Gus Dur dengan
tawa khasnya.
Sepulang Gus Dur
berkelana dari di Timur Tengah, persahabatan antara Abah Afandi dan Gus Dur
kembali terjalin akrab, Gus Dur sering mengunjungi Abah Afandi di Indramayu.
Begitu juga sebaliknya, Abah Afandi sering ke Jakarta menemui Gus Dur. Hal itu
berlangsung hingga Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU.
Waktu Gus Dur
berangkat di Muktamar Ke-28 NU di Krapyak, Yogyakarta, Gus Dur sempat menginap
di rumah Abah Afandi selama dua hari. Gus Dur pun mengajak Abah Afandi untuk
turut menghadiri Muktamar di Yogya itu, tapi Abah Afandi menolak dengan bahasa:
”Gus, kulo mboten pantes, kulo namung kiai kampung”(Gus, saya tidak pantas,
saya hanya kiai kampung),” tutur Abah Afandi.
Bahkan, ketika Gus
Dur tiga periode menjadi Ketua Umum PBNU, Abah Afandi pernah beberapa kali
diminta oleh Gus Dur untuk dimasukkan ke jajaran kepengurusan di NU pusat itu,
tapi lagi-lagi Abah Afandi menolak: ”Saya tidak pantas masuk jadi pengurus PBNU
Gus, saya ini bukan orang pandai,” tuturnya.
Termasuk ketika Gus
Dur mendirikan partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Tahun 1999, Abah Afandi diminta
oleh Gus Dur untuk masuk jajaran pengurus pusat PKB, namun Abah Afandi
lagi-lagi menolak dengan bahasa halus dan rendah hati.
Setengah abad
kemudian, pada tahun 2000, Gus Dur sudah berada di Istana Negara. Gus Dur
menerima Amanat menjadi Presiden Ke-4 RI. Sebagai Presiden, namun Gus Dur tidak
lupa atau melupakan teman-temannya sewaktu muda dulu.
Beberapa teman di
undang untuk berkenan datang di Istana Negara. Diantara mereka adalah Abah
Afandi. Awalnya Abah Afandi menolak, ketika diundang Gus Dur ke istana. Beliau
merasa hanya “orang cilik”, demikian tawaddunya. Padahal banyak orang (kalangan
pesantren) Yang sebelumnya tidak kenal dengan Gus Dur, namun mendadak sering ke
Istana saat Gus Dur menjabat Presiden.
Karena diundang
berulang-ulang, akhirnya pada suatu saat, Abah Afandi mau juga diundang ke
istana presiden oleh Gus Dur. Ketika Abah Afandi tiba di Istana Negara,
di hadapan banyak tamu penting, Gus Dur memperkenalkan kepada mereka.
“Ini, Kiai Afandi
Indramayu, teman saya nggudak (ngejar) maling ketika mondok di Tambakberas,”
Gus Dur.
Bahkan oleh Gus Dur,
Abah Afandi pernah diminta menjadi imam solat berjamaah Maghrib di masjid
Istana presiden dengan para mentri. Saksi yang masih hidup perihal kedekatan
Abah Afandi dan Gus Dur adalah KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) dan KH Said Aqil
Siroj. Demikian persahabatan Abah Afandi dan Gus Dur yang saling menghormati,
saling rendah hati, hingga keduanya menghadap Allah SWT. []
Ditulis oleh KH Abdul
Nashir Fattah, Rais PCNU Jombang, Pengasuh Pesantren Al-Fathimiyah Tambakberas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar