Senin, 19 September 2016

BamSoet: Urgensi Penegakan Hukum di Perairan ASEAN



Urgensi Penegakan Hukum di Perairan ASEAN
Oleh: Bambang Soesatyo

Indonesia bisa mendorong ASEAN memfungsikan semua instrumen kerja sama penegakan hukum untuk mewujudkan ketertiban bersama dan mengamankan wilayah perairan dari ancaman perampokan, penyanderaan, dan tindak kejahatan lintas batas lainnya.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri mencatat bahwa terjadi peningkatan signifikan atas kejahatan di perairan kawasan ASEAN dalam beberapa tahun belakangan. Sudah terbukti bahwa wilayah perairan Sulu di Filipina Selatan dan Sulawesi di Indonesia sangat rawan perompakan. Selain itu, wilayah perbatasan Indonesia dan Vietnam pun terbilang rawan.

Serangan pembajak dan perampok di wilayah ini terbilang marak karena luasnya wilayah perairan itu. Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto menggarisbawahi masalah ini dalam dialog keamanan antara Indonesia dan Vietnam, di Hanoi, Vietnam, baru-baru ini. Pada Forum ASEAN Political Security- Community Council Ke-14 di Vientiane, Laos, Menko Polhukam Wiranto menyerukan anggota ASEAN segera memperkuat kerja sama dalam upaya mengamankan jalur laut Asia Tenggara.

”Kami sangat prihatin dengan ancaman yang sedang berlangsung pada keamanan maritim dengan meningkatnya jumlah perampokan laut, pembajakan, dan penculikan di Laut Sulu,” kata Wiranto. Seruan Menko Polhukam Wiranto dan pemaparan Komjen Ari Dono itu bisa dilihat sebagai eskalasi dari inisiatif Indonesia mendorong kepedulian semua anggota ASEAN terhadap urgensi mewujudkan ketertiban dan keamanan wilayah perairan Asia Tenggara.

Sejauh ini inisiatif awal Indonesia sudah melahirkan perjanjian trilateral Indonesia-Malaysia-Filipina. Tiga negara sepakat melakukan patroli bersama di wilayah perairan masing-masing untuk mencegah tindak kejahatan transnasional, termasuk aksi pembajakan. Perjanjian itu disepakati dalam pertemuan trilateral di Gedung Agung, Yogyakarta, Mei 2016. Menindaklanjuti perjanjian trilateral itu, Indonesia-Filipina terlihat sangat progresif.

Dalam pertemuan Presiden Joko Widodo di Jakarta baru-baru ini, Presiden Filipina Rodrigo Duterte menegaskan akan mengizinkan TNI untuk mengejar perampok atau pembajak hingga ke dalam perairan Filipina. Duterte bahkan meminta Presiden Joko Widodo untuk langsung meledakkan kapal para perampok. Tentu saja kesepakatan dua presiden itu mengacu pada aksi pembajakan dan penyanderaan anak buah kapal asal Indonesia oleh milisi bersenjata Abu Sayyaf yang beroperasi di kawasan Filipina Selatan.

Seperti diketahui, jalur perairan Sulu di Filipina Selatan dengan Sulawesi sudah menjadi jalur ekonomi yang strategis. Seperti dikemukakan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, lebih dari 18 juta orang melintasi wilayah perairan itu. Sedangkan di wilayah perairan perbatasan Indonesia- Vietnam, para pembajak dan perompak melancarkan serangan dengan menggunakan senjata api.

Para perampok mengincar korban yang menggunakan kapal komersial, kapal kargo, hingga kapal penangkap ikan. Setelah kargo dan peralatan lainnya diturunkan untuk dijual, kerapkali para awak kapal dibunuh atau dijadikan sandera untuk meminta uang tebusan. Menurut Bareskrim Mabes Polri, selain soal perampokan dan pembajakan, masalah lain yang sering terjadi di wilayah perairan tersebut kasus illegal fishing.

ASEAN, menurut Bareskrim Polri, harus mencari jalan keluar mengingat sempitnya batas wilayah perairan. Apalagi, dalam konteks penangkapan ikan, setiap anggota ASEAN memiliki kebijakan masingmasing. Dalam konteks kebersamaan ASEAN, persoalannya terkesan menjadi cukup pelik.

Tetapi, penegak hukum Indonesia tetap harus bertindak jika nelayan dari negara anggota ASEAN lain menangkap ikan di perairan Indonesia. Polri mencatat pada 28 Agustus 2016, Direktorat Kepolisian Air Baharkam Polri telah menangkap tiga kapal ikan asing di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Sebanyak 29 warga negara Thailand dan Vietnam diamankan dari tiga kapal itu.

Pada 13 Agustus 2016, Polres Jakarta Barat menangkap seorang warga negara Taiwan bersama istrinya karena menjual ribuan benih lobster ke Vietnam yang didapat dari Indonesia. Pada 23 Juni 2016, lebih dari 20 WNA asal Vietnam dideportasi karena ada kaitannya dengan kasus pencurian ikan di perairan Kalimantan Barat. Polri bertindak tegas mengingat pemberantasan illegal fishing dan destructive fishing menjadi salah satu program prioritas Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.

Aseanapol-SOMTC

Untuk situasi terkini dan mengacu pada prioritas Indonesia, ada persoalan yang harus ditangani ASEAN. Pertama, ASEAN harus segera melakukan penertiban di wilayah perairan untuk mencegah penangkapan ikan yang ilegal oleh nelayan dari sesama anggota ASEAN. Persoalan kedua adalah aksi bersama mengamankan wilayah perairan dari ancaman perampokan, penyanderaan, dan tindak kejahatan lintas batas lain.

Untuk dua persoalan terkini itu, ASEAN sesungguhnya sudah memiliki beberapa instrumen yang tersedia berdasarkan kesepakatan semua anggota bagi penegakan hukum di kawasan ini. Misalnya forum atau konferensi ASEAN National Police (Aseanapol). Ini forum para kepala kepolisian 10 negara anggota ASEAN. Sudah banyak hal yang disepakati dalam forum tahunan ini, terutama mengatasi kejahatan antarnegara.

Populasi ASEAN mencapai 600 juta jiwa. Aseanapol tentu harus bekerja ekstrakeras untuk mewujudkan ketertiban dan keamanan di kawasan ini. Para kepala polisi ASEAN sudah bersepakat meningkatkan pertukaran informasi untuk memberantas k e j ahat a n antarnegara. Terkait kejahatan antarnegara (transnational crime ) era terkini, Aseanapol fokus pada terorisme, kejahatan dunia maya (cyber crime), kejahatan di sektor maritim, human trafficking, narkoba, korupsi, hingga kejahatan money laundering .

Aseanapol juga otomatis memainkan peran dan fungsi yang sangat signifikan bagi tertibnya penyatuan pasar ASEAN dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pada forum Aseanapol inilah Indonesia bisa mendorong semua anggota ASEAN bersepakat melakukan penertiban penangkapan ikan di perairan Asia Tenggara seturut batas perairan negara masing-masing.

Setiap anggota ASEAN wajib melarang, mencegah, dan menindak jika komunitas nelayan melakukan illegal fishing . Hal ini sudah disuarakan Menko Polhukam Wiranto dengan meminta komitmen negara-negara ASEAN dalam upaya pemberantasan illegal fishing. Sebagaimana dicatat Bareskrim Mabes Polri, praktik illegal unreported and unregulated (IUU) fishing terjadi luas di perairan Indonesia.

Selain instrumen Aseanapol, ada juga forum Senior Official Meeting on Transnational Crimes (SOMTC). Forum SOMTC menghadirkan para penegak hukum, para pejabat kementerian, dan institusi lain yang ikut dalam upaya pemberantasan kejahatan transnasional. Pada SOMTC, para pejabat ASEAN membahas sejumlah isu kejahatan transnasional, tata cara penanggulangannya, dan analisis modus operandi kejahatan. SOMTC pun mau tak mau fokus pada isu yang menjadi catatan khusus forum Aseanapol.

Antara lain, pemberantasan terorisme, kejahatan dunia maya, kejahatan perdagangan manusia, perdagangan dan peredaran narkoba, pencucian uang, pembajakan kapal, penyelundupan orang, kejahatan ekonomi, perdagangan satwa langka, perdagangan kayu ilegal, dan penangkapan ikan ilegal.

Untuk menertibkan dan mengamankan wilayah perairan ASEAN dan pencegahan illegal fishing, forum seperti SOMTC idealnya bisa memberi rekomendasi kepada para kepala polisi di Aseanapol tentang langkah- langkah preventif dan penindakan. Jika dianggap perlu, SOMTC pun bisa juga menyarankan aksi bersama untuk merespons kasus-kasus tertentu, termasuk kasus seperti pembajakan dan penyanderaan ABK asal Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf.

Untuk mengamankan sebagian perairan ASEAN, Indonesia, Malaysia, dan Filipina telah bersepakat melakukan patroli bersama. Apakah kesepakatan tiga negara ini akan mampu mengamankan semua wilayah perairan ASEAN? Sudah barang tentu tidak. Jika ingin MEA sukses, semua anggota ASEAN harus bekerja aktif mengamankan wilayah perairan Asia Tenggara. []

KORAN SINDO, 15 September 2016
Bambang Soesatyo | Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar