Rabu, 29 Mei 2013

Peran NU dalam Pembangunan Istiqlal


Peran NU dalam Pembangunan Istiqlal

 

Usaha Soekarno untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa besar tidak main-main, selain memproklamirkan kemerdekaan, upaya mencarikan landasan berbangsa dengan menggali sejarah juga dikerjakan. Selain itu upaya untuk menegakkan harga diri bangsa dengan mencipta karya menumental juga diusahakan. Maka sejak kemerdekaan kajian sejarah digalakkan dan pembangunan sarana pendidikan serta pembuatan monumen mulai dari Masjid Istiqlal (kemerdekaan), Patung Pemuda, Patung Tani, Tugu Selamat datang dan termasuk Monumen Nasional (Monas). Ini bukan proyek mercusuar seperti dituduhkan lawannya yang pro-kolonial. Tetapi ini sebuah simbol tegaknya sebuah bangsa yang mandiri dan bermartabat.

 

Untuk melaksanakan niat tersebut tentu tidak mudah, selain tidak punya biaya, juga tantangan dari para musuhnya juga banyak. Suatu ketika atas desakan warga NU, Saifuddin Zuhri usul menemui Bung Karno, “Kenapa Bung mendahulukan pembangunan Monas padahal Istiqlal belum selesai, mendingan diselesaikan dulu Istiqlalnya baru membangun Monas.”

 

“Bukan begitu Bung Saifuddin jawab Bung Karno. “Pembangunan Istiqlal tetap merupakan cita-cita tertinggi saya, tetapi membangun watak bangsa ini juga tidak kalah pentingnya, yang disimbolkan dalam Monas itu, you tahu kalau Monas ini gagal saya selesaikan, kemudian saya meninggal, maka tak seorangpun mau melanjutkan, tetapi kalau Istiqlal tidak berhasil saya selesaikan, maka seluruh umat Islam akan tergerak menyelesaikan. Tetapi percayalah saya juga akan segera selesaikan itu Istiqlal.

 

“Baguslah Bung,” sahut Saifuddin. “Kami dari NU akan selalu mendukung gagasan besar Bung”.

 

Lalu malah Bung Karno balik bertanya pada Saifuddin Zuhri, apakah ente tahu riwayat Masjid Istiqlal itu.

 

Ya itu kan bekas benteng Belanda jawab Saifuddin. O.. bukan, ente keliru. Tempat itu bekas masjid yang dirobohkan kompeni untuk dijadikan benteng tegas Bung Karno. “Karena itu benteng kuhancurkan lalu kubangun sebuah masjid terbesar di Asia Tenggara, hebat nggak presidenmu ini” tanya Bung Karno membanggakan diri. “Ya tentu sajalah, kalau tidak hebat kan tidak dipilih jadi presiden Bung.”

 

Bung Karno agak kesal dengan jawaban Saifuddin yang datar-datar saja, seolah tak mengagumi kehebatannya. Akhirnya pembangunan terus dilanjutkan, tetapi karena saking besarnya biaya berapapun yang dimasukkan habis, sementara masjid tak kunjung selesai. Sementara proses pembangunan terus dijalankan. []

 

(Munim DZ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar