Memahami dan
Meneladani Pemikiran Kiai Said
Judul
:
Meneguhkan Islam Nusantara; Biografi Pemikiran dan Kiprah Kebangsaan Prof. Dr.
KH. Said Aqil Siroj, MA.
Penulis
:
Ahmad Musthofa Haroen
Penerbit
: Khalista
Halaman
: xviii+186
Cetakan
: I Agustus 2015
ISBN
:
979-1283-xx-x
Peresensi
: Robbah Munjiddin A,
Koordinator Lambaga Pers PKPT IPNU UIN Sunan Ampel masa khidmah 2013-2014;
mahasiswa Filsafat Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan
Ampel.
Bernama lengkap Said
Aqil Siroj. Sosok kiai yang akrab disapa Kang Said ini lahir dan dibesarkan di
lingkungan pesantren. Ayahnya, Kiai Haji Aqil Siroj adalah pengasuh Pesantren
Kempek. Salah satu pesantren penting di kawasan Kota Cirebon, Jawa Barat.
Lahir dan besar di
lingkungan pesantren, membuat Kang Said tumbuh di lingkungan dengan nuansa
cinta ilmu. Spirit keilmuan begitu melekat pada diri Kang Said. Maka bukanlah
hal aneh, apabila di berbagai kesempatan Kang Said senantiasa mengajak untuk
yatafaqqohu fiddin (sungguh-sungguh dalam mendalami ilmu-ilmu agama).
Kang Said, leluhurnya
baik jalur ayah maupun ibu adalah sosok-sosok yang alim. Ayahnya, Kiai Aqil
Siroj adalah keturunan Kiai Muhammad Said, sosok kiai yang mengembangkan
Pesantren Gedongan dan berperan penting dalam perkembangan Islam di Kota
Cirebon.
Bahkan apabila dirunut
ke atas lagi, silsilah Kiai Said akan sampai kepada Syarif Hidayatullah atau
Sunan Gunung Jati. Selanjutnya nasab Syarif Hidayatullah akan sampai pada
Sayyidatuna Fatimah binti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Sementara
dari jalur ibu merupakan keturunan Kiai Harun, kiai yang mengembangkan
pesantren Kempek, Cirebon.
Mewarisi darah ulama,
mewarisi semangat dalam menapaki jalan pengetahuan. Diawali dengan mengaji
kepada Kiai Aqil Siroj, sembari menempuh pendidikan formal di Sekolah Rakyat
(SR), menjadi modal Kang Said dalam pengembaraan keilmuannya. Pesantren Lirboyo
menjadi persinggahan pertama Kang Said dalam pengembaraan keilmuan. Dilanjut ke
Universitas Tribakti Kediri, hingga Pesantren al-Munawwir Krapyak Yogyakarta di
bawah bimbingan langsung Kiai Ali Ma’shum.
Di pesantren Krapyak
ini pulalah, Kang Said bertemu dengan seorang perempuan, Nurhayati, yang
kemudian dipersunting menjadi istri pada 13 Juli 1977. Setelah menikah, kota
suci Makkah menjadi persinggahan Kang Said selanjutnya. Didampingi sang istri,
Kang Said menempuh pendidikan hingga doktoral.
Strata 1 Jurusan
Ushuluddin dan Dakwah Universitas King Abdul Aziz, strata 2 Jurusan
Perbandingan Agama Universitas Ummul Qura, dan strata 3 Jurusan Aqidah Filsafat
Universitas Ummul Qura. Rangkaian pendidikan ini, berujung dengan dikukuhkannya
Kang Said sebagai Guru Besar bidang Tasawuf di Universitas Islam Negeri (UIN)
Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2014.
Pengembaraan keilmuan
Kang Said, menjadikannya mumpuni dalam pendidikan formal maupun non-formal, dan
tetap berakar pada tradisi. Ini terlihat, umpama melalui salahsatu statement
Kang Said, “Saya beruntung sejak kecil makan berkat, yang diperoleh ketika ayah
saya memimpin kenduri dan tahlilan. Mungkin karena sering makan berkat –makanan
yang penuh doa– maka saya banyak mendapat kemudahan.” (hal. 1)
Tak hanya itu, buah
pemikiran Kang Said juga menjadi sumbangan keilmuan yang tidak bisa dianggap
sebelah mata. Bidang tasawuf menjadi contohnya. Kang Said menuturkan bahwa
tasawuf dapat menjadi solusi revolusi mental di negeri ini. Peningkatkan
spiritualitas melalui tasawuf, adalah upaya yang logis untuk membasmi, umpama,
tindakan korupsi (hal. 133). Peneguhan dan komitmen Kang Said akan Islam
Nusantara, juga bisa menjadi contoh lain sumbangan keilmuannya.
Kini sosok kelahiran
03 Juli 1953 ini mengabdikan diri kepada umat, melalui Nahdlatul Ulama.
Pengabdian, kethawadlu’an, dan semangatnya menjadi teladan bagi semua kalangan.
Buku dengan tebal 186 halaman ini telah menyajikan dengan apik perjalanan hidup
Kang Said.
Bahkan tidak hanya
itu. Penjelasan yang mengalir juga membawa pembaca menikmati uraian lain
seperti tentang kezuhudan Kiai Aqil Siroj dan uraian tentang pesantren masyhur
di Cirebon, seperti Pesantren Buntet, Pesantren Gedongan, dan Pesantren Babakan
Ciwaringin. Buku ini menjadi rekomendasi bagi siapa saja untuk mengenal dan
meneladani sosok Kang Said bin Kiai Aqil, santri yang profesor itu. Wallahu
A’lam. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar