Selasa, 28 Februari 2017

(Buku of the Day) Ad-Durratul Lami’ah, Tarjamah Hujjah Ahlis Sunnah wal Jama’ah karya Syekh Al-‘Allamah KH Ali Ma’sum al-Jogjawi



Bacaan untuk Menjadi Ahlussunnah wal Jama’ah yang Bijak


Judul                : Ad-Durratul Lami’ah, Tarjamah Hujjah Ahlis Sunnah  wal Jama’ah karya Syekh Al-‘Allamah KH Ali Ma’sum al-Jogjawi
Penerjemah       : KH Ahmad Subki Masyhadi
Khath                : Ma’mun Muhammad bin Badawi
Penerbit            : Ibnu Masyhadi Pekalongan
Ukuran              : 14,5 x 20,5 cm, 228 halaman
Peresensi          : Faiq Aminuddin, Kepala MTs NU Irsyaduth Thullab, Tedunan, Wedung, Demak

Apakah kita boleh menghadiahkan pahala bacaan dan shadaqah kepada mayit? Apakah hadiah tersebut sampai? Menurut KH Ali Ma'sum, Rais Aam PBNU 1981-1984, masalah semacam ini merupakan masalah furu’ khilafiyah yang seharusnya tidak mendorong terjadinya fitnah, pertengkaran, perdebatan, dan sikap antipati baik terhadap orang yang setuju ataupun yang menolaknya. Walaupun berbeda pendapat, kedua belah pihak seharusnya tidak melakukan hal-hal yang tidak pantas dilakukan oleh sesama saudara Muslim. Masing-masing pihak tentu memiliki dasar yang diyakini.

Meski demikian, santri dan warga NU penting mengetahui dasar setiap amal ibadahnya. Oleh karena itu KH Ali Ma’sum merasa perlu menyusun kitab Hujjah Ahlis Sunnah wal Jama’ah ini, khususnya untuk para santri Pondok Pesantren Krapyak Yogjakarta. Dengan mengetahui dasar amal ibadah yang kita lakukan, diharapkan kita tidak ragu, was-was, salah sangka, tertipu dan tergoda oleh setan sehingga tersesat pada kelompok ahli hawa nafsu.

Hadirnya kitab Hujjah Ahlis Sunnah wal Jam’ah ini diharapkan dapat membuat pembaca mengetahui dan yakin bahwa apa yang telah dilakukan oleh ulama kuno yang saleh (salafus shalih) merupakan kebenaran yang perlu diikuti. Hadirnya kitab Hujjah Ahlis Sunnah wal Jam’ah ini tidak diharapkan sebagai bahan untuk berdebat dengan pihak yang berbeda pendapat.

Dengan tawadhu’ KH Ali Ma’shum menyatakan bahwa, dalam kitab ini beliau hanya mampu mengumpulkan dan menukil pendapat-pendapat dari para ulama’. Kitab Hujjah Ahlis Sunnah wal Jama’ah merupakan kumpulan dari beberapa pendapat para tokoh tentang beberapa amalan Aswaja seperti shalat qabliyah Jumat dan talqin mayit setelah dikubur.

Salah satu keistimewaan kitab ini adalah KH Ali Ma'sum mengawali uraian tentang amaliyah-amaliyah nahdhiyah seperti hadiah pahala kepada mayit dengan mengutip pendapat Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim, baru kemudian mengutip beberapa pendapat ulama' dari empat madzhab Aswaja.

Ibnu Taimiyah mengatakan, “Mayit dapat mengambil manfaat dari pahala bacaan ayat Al-Qur`an orang lain yang dihadiahkan kepadanya, sebagaimana ia juga dapat mengambil manfaat dari pahala ibadah amaliyah seperti shadaqah dan sejenisnya.

Sedangkan Ibnul Qayyim mengatakan, “Sebaik-baik pahala yang dihadiahkan kepada mayit adalah pahala shadaqah, istighfar, doa untuk kebaikan mayit, dan ibadah haji atas nama mayit. Adapun pahala bacaan ayat Al-Qur`an yang dihadiahkan kepada mayit secara sukarela (bukan karena dibayar), dapat sampai seperti juga pahala puasa dan haji untuk mayit.

Menurut pendapat ulama madzhab Hanafi, orang yang melakukan amal ibadah, shadaqah, bacaan ayat Al-Qur`an, atau amal saleh lainnya, boleh menghadiahkan pahalanya kepada orang lain dan kiriman pahala tersebut sampai.

Ulama syafi’iyah sepakat bahwa pahala shadaqah dapat sampai kepada mayit.

Di kalangan ulama madzhab Maliki pada umumnya tidak ada perselisihan pendapat dalam hal sampainya pahala shadaqah kepada mayit. Namun pada prinsipnya, madzhab Maliki memakruhkan menghadiahkan pahala bacaan (Qur`an dan kalimat thayyibah lainnya) kepada mayit.

Imam An-Nawawi di dalam kitab Al-Adzkar menukil pendapat dari sekelompok ashabus-syafi’iy (para ulama madzhab Syafi’i), bahwa pahala bacaan (Al-Qur`an dan kalimat thayyibah lainnya) dapat sampai kepada si mayit, sama seperti pendapat yang dikemukakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan sekelompok ulama lainnya.

Menurut KH Ahmad Subki Masyhadi dari Pekalongan, kitab Hujjah Ahlis Sunnah wal Jama’ah sangat penting bagi kaum Muslimin Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu kaum Muslimin yang aqidahnya mengikuti imam Abil Hasan Al-Asy’ari atau imam Abu Manshur Al-Maturidi, dan fiqihnya mengikuti salah satu dari empat madhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad ibnu Hambal). Oleh karena itu, ketika Syekh KH Ali Ma’sum bersilaturrahmim ke kediaman KH Ahmad Fauzi Masyhadi Sampangan Pekalongan, KH Ahmad Subki Masyhadi ikut menemui sang tamu mulia dari Yogjakarta tersebut dan memohon izin untuk mencetak kitab Hujjah Ahlis Sunnah wal Jama’ah beserta terjemahan dan tambahan-tambahan yang diperlukan.

KH Ahmad Subki menerjemahkan kitab berbahasa Arab ini ke dalam bahasa Jawa dengan model makna gandul dilengkapi dengan terjemah singkat dalam bentuk uraian dan kadang ditambah dengan beberapa keterangan. Kitab terjemah ini diberi nama Ad-Durratul Lami’ah.

Pada sela-sela terjemahan, seperti pada bahasan tentang hadiah pahala terhadap mayit, KH Ahmad Subkhi menambahkan beberapa pendapat ulama tentang tata cara membayar utang mayit yang berupa shalat dan puasa.

"Bila ada mayit Muslim mempunyai hutang shalat, maka sebaiknya di-qadha dengan niat shalat untuk mayit tersebut. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, bila si mayit wasiat maka setiap hutang satu shalat dibayar dengan fidyah satu mud. Bila ada mayit Muslim mempunyai hutang puasa Ramadhan, maka keluarganya dapat membayarkannya dengan puasa qadha. Hal ini berdasarkan suatu hadits muttafaqun alaihi..."

Ada sembilan bahasan yang dapat kita ikuti dalam kitab Ad-Durratul Lami’ah yang biasanya dijual dengan harga hanya sepuluh ribu rupiah ini: (1) pengiriman pahala untuk mayit, (2) shalat sunah qabliyah jum’at, (3) talqin mayit setelah dikubur, (4) shalat tarawih, (5) penetapan bulan Ramadhan dan Syawal, (6) ziarah kubur, (7) nikmat dan siksa kubur, (8) ziarah ke makam Nabi Muhammad Saw, dan (9) tawasul. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar