Selasa, 15 Juli 2014

Mutawakkil: Orientasi Kemaslahatan Demokrasi



Orientasi Kemaslahatan Demokrasi
Oleh: M Hasan Mutawakkil Alallah

POSISI pemimpin sangat penting bagi kehidupan sebuah bangsa. Dampaknya akan sangat memengaruhi perjalanan bangsa yang dipimpinnya. Atas dasar itu, Islam memandang pemimpin tidak hanya sebatas persoalan duniawi, tetapi juga ukhrowi. Dalam hadis Nabi dijelaskan, satu di antara tujuh figur yang kelak pada Hari Akhir mendapat perlindungan ilahi adalah pemimpin yang adil.

Kebijakan seorang pemimpin memang sangat berkaitan langsung dengan nilai kemaslahatan. Dalam tradisi pesantren, al-faqir selalu ingat kepada kaidah terkenal berikut ini, tasharruful imamu ‘alarra’iyyah manuthun bil mashlahah al’ammah. Terjemahannya kira-kira, perlakuan pemimpin kepada rakyatnya seharusnya didasarkan pada kemaslahatan bersama.

Sederhananya, kemaslahatan berarti kebajikan atau kebaikan yang bisa dirasakan sebanyak-banyaknya orang yang dipimpin. Karena itu, pemimpin dan kemaslahatan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Jika dipisahkan, pemimpin akan kehilangan fungsi utamanya. Keberadaannya tidak memberikan manfaat apa pun kepada orang-orang di bawah kepemimpinannya.

Berbagai sistem untuk menentukan pemimpin sudah banyak dikenal selama ini. Salah satunya demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemimpin ditentukan melalui mekanisme pemilihan yang melibatkan setiap individu warga masyarakat. Masyarakat diberi kesempatan untuk menggunakan haknya guna ikut menentukan siapakah pemimpin yang mereka inginkan.

Pemilihan Umum Presiden pada 9 Juli 2014 ini merupakan salah satu contoh praktik demokrasi yang memberikan kesempatan kepada rakyat di negeri ini untuk menentukan pemimpin untuk lima tahun ke depan. Semua warga yang memiliki hak suara diberi kesempatan yang setara untuk memberikan suara dan menyalurkan aspirasi politiknya melalui pemilihan langsung.

Kita semua patut bersyukur terhadap perkembangan tersebut. Ada perbaikan dalam proses penentuan presiden sebagai pemimpin tertinggi di negeri tercinta ini. Kita masih ingat, pada masa Orde Baru, rakyat tidak diberi kesempatan setara untuk menentukan presiden. Saat itu presiden hanya ditentukan melalui mekanisme pemilihan di parlemen. Siapa yang bisa menguasai perlemen, dialah yang memiliki kesempatan terbesar untuk memenangi pemilihan presiden.

Artinya, dari sisi prosedur, perkembangan demokrasi kita sudah menuju ke arah yang lebih baik jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Partisipasi warga dihitung untuk menjadi penentu akhir kemenangan atau kekalahan. Kondisi tersebut sangat berbeda dengan masa sebelumnya yang lebih mendasarkan pada mekanisme perwakilan rakyat di parlemen. Padahal, sangat sering terjadi, mekanisme perwakilan itu justru tidak mencerminkan aspirasi warga yang diwakili.

Melihat kenyataan tersebut, rasa syukur kita tidak boleh berhenti pada prestasi yang dipertunjukkan demokrasi prosedural ini. Kita memang mensyukuri bahwa setiap suara yang diberikan warga dipakai sebagai penentu kemenangan dan kekalahan calon pemimpin bangsa ini. Suara mereka semua ikut menentukan pemimpin mereka.

Namun, kita semua patut bertanya, untuk apa demokrasi prosedural tersebut? Apa pentingnya bagi perbaikan kehidupan masyarakat? Karena itu, yang perlu didorong sekarang, dari prestasi demokrasi prosedural tersebut, kita bersama-sama bisa berlari cepat menuju demokrasi substansial.

Apa yang al-faqir uraikan sebelumnya melalui konsep kemaslahatan umum pemimpin itu sebetulnya merupakan isi utama uraian tentang demokrasi substansial tersebut. Demokrasi prosedural tidak boleh dijadikan tujuan. Demokrasi prosedural hanya menjadi alat untuk meningkatkan partisipasi warga dalam proses penting yang berhubungan dengan penentuan kehidupan bersama.

Orientasi kemaslahatan harus menjadi proses berikutnya dari prestasi kita bersama dalam memantapkan demokrasi prosedural. Proses-proses demokrasi kita patut dijalankan demi kepentingan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Aspirasi yang sudah diberikan warga dalam pemilu patut direspons pemimpin yang lahir dari proses demokrasi ini melalui program peningkatan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat secara bersama.

Itulah pekerjaan rumah pemimpin yang lahir dari proses demokrasi, di antaranya melalui pilpres kali ini. Dipilihnya yang bersangkutan oleh rakyat merupakan amanah yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan mereka seadil-adilnya.

Kemakmuran dan kesejahteraan tersebut memiliki arti luas. Kesejahteraan ekonomi dan kemakmuran material hanyalah salah satu arti yang sangat luas itu. Pemimpin memang tidak boleh meremehkan pentingnya kesejahteraan ekonomi dan kemakmuran material rakyatnya.

Orang biasa berkata, buat apa demokrasi kalau ternyata kehidupan rakyat tetap miskin dan tidak ada perbaikan. Itulah tantangan demokrasi. Karena itu, pemimpin yang lahir dari proses demokrasi, menurut al-faqir, sebaiknya segera berpikir keras untuk menjadikan amanah yang diperolehnya sebagai kesempatan untuk mengabdi kepada rakyat melalui program pengembangan kesejahteraan ekonomi dan kemakmuran material mereka.

Di pundak pemimpin yang dimaksud, ada tanggung jawab besar untuk meyakinkan rakyat bahwa demokrasi adalah untuk kepentingan perbaikan kualitas kehidupan mereka. Kalau pemimpin tidak mampu menjalankan amanah penciptaan kesejahteraan ekonomi dan kemakmuran rakyat secara merata serta berkeadilan, rakyat kemudian bisa saja menyangsikan manfaat demokrasi. Mereka bisa mengidolakan kembali masa-masa sebelum berkembangnya demokrasi. Itulah yang menjelaskan munculnya poster dan selebaran belakangan ini seperti piye kabare, enak jamanku to?.

Pemimpin yang ditentukan melalui pilpres kali ini juga sebaiknya berpikir keras guna menjadikan amanah yang diperolehnya untuk perbaikan kualitas kehidupan nonmaterial kita bersama. Pengembangan nilai-nilai luhur yang lama menjadi ciri khas kita sebagai sebuah bangsa seharusnya mendapat perhatian khusus.

Sesungguhnya, al-faqir sangat prihatin terhadap perilaku di antara kita yang sudah kehilangan akhlak mulia saat menjalani proses demokrasi, khususnya menuju pilpres kali ini. Untuk memenuhi kehendak memenangi pertarungan pilpres, tidak sedikit di antara kita yang rela melakukan praktik dan tindakan tidak terpuji. Saya al-faqir mengelus dada saat melihat, mendengar, dan membaca banyaknya black campaign satu pihak atas pihak yang lain. Bahkan, praktik black campaign itu sudah sangat mengkhawatirkan karena tidak saja menyerang visi-misi yang akan dijalankan sasarannya secara membabi buta, melainkan hingga sampai praktik mengafirkan.

Semoga kita semua segera diberi petunjuk kepada jalan yang benar. Siapa pun yang terpilih melalui pilpres kali ini bertanggung jawab memperbaiki kualitas kehidupan bangsa ini dalam arti yang luas. []

JAWA POS, 08 Juli 2014
M Hasan Mutawakkil Alallah ; Ketua Tanfidziyah PW NU Jawa Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar