Jumat, 25 Juli 2014

(Ngaji of the Day) Fungsi, Tujuan, dan Hakikat Zakat



Fungsi, Tujuan, dan Hakikat Zakat

Yang dimaksud dengan zakat di sini bukanlah zakat fitrah yang berhubungan dengan ibadah puasa Ramdhan. Tetapi zakat kekayaan (zakat mal) yang wajib dibayarkan oleh setiap muslim yang memiliki jenis kekayaan tertentu dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu pembahasan zakat kekayaan ini tidak harus dibarengkan dengan pembahasan ibadah puasa, karena kewajiban membayar dan menunaikannya tidak selalu pada bulan Ramadhan. Namun demikian tidak ada salahnya bulan Ramadhan ini digunakan sebagai ruang untuk mengingatkan kembali kewajiban zakat atas orang muslim berikut fungsi dan hikmahnya.

Zakat adalah satu dari rukun Islam, selain syahadat, shalat, puasa dan haji. Sebagaimana asal kata rukun dari bahasa Arab ar-ruknu yang bermakna sudut. Rukun atau sudut adalah ruang pertemuan antara satu sisi dengan sisi lainnya, di dalam sudut ini terdapat rangka yang berfungsi sebagai perekat sehingga satu bangunan bisa berdiri dengan kokoh. Demikian lah fungsi rukun Islam yang empat, syahadat, puasa, haji dan zakat. Adapun shalat merupakan satu tonggak kokoh di tengah yang menghubungkan keempat sudut tersebut, yang dalam bahasa jawa disebut juga sebagai soko guru. Inilah yang dimaksud dengan kalimat As-sholatu imaduddin. Bahwa shalat merupakan tiang utamanya agama Islam.

Ibarat sebuah bangunan yang memerlukan empat rangka yang terletak di empat sudut dan satu soko guru, demikian pula keberadaan agama Islam dengan kelima rukun Islamnya, yang mana zakat berlaku sebagai salah satu sudutnya. Demikianlah pentingnya zakat dalam agama Islam sehingga Allah swt mewajibkannya dalam surat Al-Bayyinah ayat 5:

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.

Begitu juga yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Abbas ra.

Bahwasannya Rasulullah saw. mengutus Muadz ra. ke negeri Yaman maka beliau berpesan “serulah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Allah dan aku (Muhammad) adalah utusan Allah. Jika mereka mentaatimu terhadap seruan itu, maka berilah pelajaran mereka, bahwa Allah mewajibkan mereka untuk mengerjakan shalat lima waktu sehari semalam, jika mereka mentaati seruanmu itu maka berilah pelajaran kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya dari mereka untuk orang-orng fakir.

Secara bahasa arti zakat adalah bertambah. Adapun secara syara’ adalah harta tertentu yang diambil untuk diberikan kepada golongan tertentu, yaitu ashnaf tsamaniyah (delapan golongan yang berhak menerima zakat).

Kedelapan golongan tersebut telah diterangkan dalam surat at-Taubah ayat 60:

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Adapun keterangan tentang kedelapan golongan itu adalah sebagai berikut.

1.     Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2.     Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3.     Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4.     Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5.     Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6.     Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7.     Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8.     rang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

Demikianlah menjadi sangat mafhum jika zakat menjadi salah satu hal tepenting yang menyokong keberadaan agama Islam. Karena zakat menjadi salah satu sistem distribusi ekonomi yang berfungsi meratakan dan menumbuhkan perekonomian umat.

Pada sisi lain zakat merupakan proses penyucian diri dari segala harta yang kotor yang merupakan hak orang lain. Apabila kotoran tersebut tidak segera dikeluarkan, niscaya akan merusak harta kekayaan yang ada. Sehingga kekayaan yang ada menjadi tidak berkah. Inilah salah satu hikmah diwajibkannya zakat bagi orang muslim.

Oleh karena itu, tidak tepat jika seseorang yang membayar zakat dianggap sebagai dermawan, karena zakat itu merupakan kewajiban. Bahkan dengan posisi demikian zakat lebih pantas dikatakan sebagai batas kekikiran seseorang, artinya seseorang itu telah terlepas dari status kikir bila telah menunaikan zakat, tetapi belum sampai pada taraf dermawan. Karena dia baru membayar apa yang diwajibkan saja.
Adapun syarat wajibnya zakat yang harus dipenuhi oleh mereka yang terkena hukum wajib membayar zakat adalah, 1) orang Islam, 2) orang merdeka, 3) milik sempurna, 4) sampai satu nisab, 5) sampai haul (satu tahun).

Demikian sedikit keterangan untuk mengingatkan kembali kewajiban zakat kepada umat mslim. Keterangan lebih lanjut mengenai tatacara, besaran dan syarat zakat kekayaan dapat dilihat dalam situs www.laziznu.or.id  []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar