Kamis, 07 November 2013

(Ngaji of the Day) Kaum Salafi Indonesia dan Ruang Maya (2)


Kaum Salafi Indonesia dan Ruang Maya (2)

Oleh: Syafik Hasyim*

 

Sebelum menelisik ke beberapa ruang maya kaum Salafi Indonesia, saya sedikit mengulas fenomena religion online dan online religion, yang diperkenalkan oleh Hadden dan Cowan (2000). Mereka menggambarkan religion online sebagai penyediaan informasi tentang agama seperti tentang doktrin, kebijakan, organisasi, pelayanan, dan macam-macam lainnya bagi para penjelajah dunia maya.

 

Sifat religion online adalah pasif. Sementara online religion bersifat aktif karena dalam hal ini, web provider tidak hanya menyediakan informasi, namun mengajak web traveller untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan dimensi agama melalui web seperti liturgi, meditasi, dan aktivitas-aktivitas lainnya.[1]


Kategori sosiologis di atas cocok digunakan untuk melihat kaum Salafi Indonesia dalam menggunakan ruang maya. Dalam hal ini, apa yang dilakukan oleh mereka lebih dekat pada pada model religion online daripada online religion. Mereka menyediakan sebanyak informasi dan jawaban-jawaban atas problematika agama berdasarkan keyakinan mereka. Ada interaksi memang antara web traveller namun interaksi tersebut biasanya bersifat diskursif yang misalnya terlihat dalam rubrik fatwa dimana biasanya disediakan ruang dialog (reply to). Di sini, dialog terjadi, bukan hanya pemberi fatwa dan peminta fatwa, namun juga dengan peserta yang lebih banyak.


Lalu apa yang terjadi dengan ruang maya yang dikelola oleh kaum Salafi Indonesia?


Kasus pertama adalah http://firanda.com. Tagline dari web ini adalah tebarkan Ilmu, Tumbuhkan Amal, Petiklah Ridho Ilahi, sebuah tagline yang bisa dimaknai ilmu, amal dan izin dari Allah sebagai hal yang paling utama dalam hidup ini. Ini adalah blog atau web page ataupun salah satu contoh yang paling bagus ruang maya yang diinisiasi oleh kaum Salafi Indonesia. Meskipun pemiliki ruang ini adalah Firanda Andirja Abidin kemungkinan tinggal di Madina, karena sedang menyelesaikan gelar doktornya pada University of Medina.

 

Agak berbeda dengan ruang maya lain, web yang dikelola oleh Abu Abdil Muhsin (nama julukannya) menampakkan kejelasan identitas kesalafiannya atau kewahabiannya. Kejelasan ini bisa dilihat dalam rubrikasi dan isu webnya. Selain menampilkan pelbagai informasi mengenai ajaran Salafi-Wahhabi, web ini berusaha menyerang kalangan-kalangan yang dianggap berbeda dengan mereka. Karakter menyerang dengan kalangan yang berbeda ini adalah hal yang menonjok dalam semua ruang maya kaum salafi.

 

Dalam salah satu artikelnya, Firanda menulis soal bagaimana sebenarnya ajaran tentang perayaan hari lahir Nabi menurut pendiri NU, Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari. Dalam tulisan ini, Firanda cukup menulisnya Kiyai, bukan hadratus syaikh sebagaimana julukan ini popular di kalangan nahdliyyin di Indonesia.[2] Secara politik kebahasaan ini adalah bentuk delegitimasi karena dalam kesempatan lain ia memakai syaikh untuk ulama-ulama Saudi zaman sekarang.


Rubrikasi yang ditampilkan dalam web ini adalah (1) artikel (2) kajian (3) download (4) tentang kami (5) daftar isi dan (6) jadwal kajian rutin.


Dalam rubrik artikel, hal yang dimuat adalah persoalan-persoalan mengenai akidah (sebagai pokok), tafsir, hadis, fiqih, sirah (sejarah hidup), manhaj (metode), dan masih banyak hal lain. Menariknya, di rubrik artikel ini disediakan “bantahan”. Bantahan ini nampaknya dimaksudkan sebagai upaya untuk membantah, membela dan mempertahankan diri dari tuduhan-tuduhan ataupun pernyataan-pernyataan pihak lain yang selama ini dilayangkan pada kelompok keyakinan dan amalan kelompok Wahhabi dari pihak lain.

 

Di sini misalnya, dimuat bantahan atas Guru Ijai al-Banjari dan Habib Mundzir yang meyakini bahwa kita umat manusia zaman sekarang masih bisa berjumpa dengan Nabi Muhammad dalam keadaan berjaga misalnya dalam peringatan Maulid Nabi. Pernyataan ini didasarkan pada argumen-argumen sufistik.[3] Menurut Firanda, perbuatan kedua guru sufi tersebut dianggap bagian dari khurafat Islam. Tidak lupa Firanda mengutip sejumlah pendapat kalangan ulama dari madhhab Syafii untuk mendukung argumentasinya, misalnya, pendapat dari Ibn Hajar al-Asqalani, al-Dhahabi, Ibn Kathir dan al-Sakhawi yang kesemuanya memiliki pendapat menolak pendapat orang hidup zaman sekarang bisa bertemu dalam keadaan terjaga dengan Nabi.

 

Selain, bantahan yang bersifat tekstual, Firanda juga membantah kedua guru sufi di atas dengan logika yang didasarkan pada cara pandang kaum Wahhabi yang apapun alasannya tidak bisa menerima sufisme dan sufisme bagian dari penyelewengan Islam. Sementara pada pihak lain, guru Ijai al-Banjari dan Habib Mundzir adalah sangat sufistik, melihat Islam bukan pada lahir tekstualnya, namun juga pada pengalaman batin dimana pengalaman batin tidak selalu bisa dihukumi oleh pengalaman lahir. Pendek kata, kedua akan bisa bertemu karena Wahhabi yang diwakili oleh Firanda menolak asumsi-asumsi kebenaran sufistik, sementara Muslim Sunni Indonesia, melihat sufisme sebagai bagian dari ajaran Islam. Meskipun tidak terlalu banyak, artikel ini mendapatkan tanggapan dari pembaca baik pro maupun kontra pada keduanya.


Namun dialog ini adalah dialog sepihak karena kedua guru sufi di atas tidak memberikan jawaban dank arena Firanda sendiri tidak pernah bertemu dan berdiskusi langsung dengan mereka. Diskusi ini akan menjadi menarik juga ada proses timbal balik kedua pihak sebagaimana yang terlihat dalam polemik Firanda dengan Idrus Ramli. Keduanya menampakkan kehausan akan polemik, tapi sayangnya, Firanda tidak meneruskan polemiknya dengan Idrus Ramli. Bantahan terakhir yang diberikan oleh Firanda kepada ustadz Idris Ramli dalam rubik ini adalah pada tanggal 18 Mei 2012 dalam masalah Ibn Taymiyyah tentang istigohasah. Dalam tanggapan terakhirnya ini, Firanda tidak mau meneruskan polemiknya dan nampak mengalami kesulitan berbantah-bantah dengan Idrus Ramli dalam masalah ini,[4] sementara Idrus Ramli dalam akun Facebooknya terus mengajak polemik dan menurunkan bantahannya pada tanggal 21 Mei 2012, dengan tajuk “Istighasah dan Kebodohan Wahhabi.”


Bahkan, Idrus Ramli turun juga dalam menanggapi artikel Firanda yang bernada mengkhurafatkan Guru Ijai dan Habib Mundzir. Idrus Ramli membantah dalil-dalil yang dikemukakan oleh Firanda dan menunjukkan bahwa Firanda tidak jeli dalam memahami leksikografi Arab. Ramli misalnya menyatakan jika Firanda tidak bisa membedakan istilah ra’a (melihat) dan laqiya (bertemu) dan secara sengaja melakukan pilihan analisisnya (analytical preference) padahal jelas hadis yang dikutipnya memuat pernyataan bahwa orang bisa bertemu Nabi setelah Nabi wafat. Menurut Ramli dalam banyak hal, Firanda sengaja menyembunyikan hal-halnya yang seharusnya dikemukakan.

 

Namun, apa yang dilakukan oleh Firanda dalam hal ini bisa dipahami karena dia sedang melakukan propaganda ajaran dan dalam propaganda ajaran politics of quotation and analysis adalah bagian yang tak terpisahkan. Di sinilah fungsi lawan polemiknya berperan sebagaimana yang dilakukan oleh ustadz Idris Ramli. Secara umum, saya melihatnya ini bukan forum keilmuan murni, namun lebih tepat sebagai “battle of ideology” karena baik Firanda dan Ramli tidak berusaha mencari dan melihat kelemahan masing-masing dan berusaha mencari titik temu sebagaimana yang dianjurkan dalam dunia ilmu. Dalam dunia keilmuan, melakukan pengakuan atas kelemahan argumen yang kita bawakan, jika memang lemah, adalah keharusan. Jika kita tidak mau mengakui, maka hal itu adalah bukan wilayah ilmu, namun wilayah ideologi atau juga wilayah keyakinan.


Selain memberikan informasi tulisan, Firanda juga mengupload ceramah-ceramah dia dalam bentuk youtube. Sampai saat ini, web traveller bisa menikmati sekitar 10 youtube yang disajikan oleh Firanda dalam rubric “vedio.” Vedio ini diproduksi oleh yufid.tv. Dalam salah satu youtube, dengan berbekal IPAD dan berlatar belakang venue yang indah, kolam renang di belakangnya, kicauan burung dan resort yang indah, http://firanda.com/index.php/video?start=45, Firanda tampil dalam tema Gambaran Bidadari Surga” dimana dia bercerita tentang secercah kenikmatan dunia yakni memecahkan keperawanan bidadari surga. Tampilan ini tidak banyak mengundang komentar. Selain itu, web ini juga memuat CD-CD yang pernah disiarkan oleh radio Rodja. Radio Rodja sendiri telah lama dicurigai sebagai corong Wahhabi di Indonesia dan melalui web page Firanda ini, kebenaran hubungan antara Radio Rodja dan kalangan salafi Wahhabi terbuktikan.


Apa yang ditampilkan oleh Firanda dalam web-page nya di atas adalah masih merupakan jalan yang positif karena berusaha memprogandakan ideologi Salafi-Wahhabinya lewat media yang bisa diakses, dibaca dan dikomentari oleh publik secara bebas. Bahkan, dalam web pagenya, Firanda juga bersedia menampilkan bantahan-bantahan yang dikemukakan oleh lawan polemiknya, meskipun itu sudah merupakan keharusan baginya sebagai sifat keadilan untuk memberi konteks perdebatan atau polemik pada pada pembacanya.


Selain, web page di atas, kaum Salafi-Wahhabi Indonesia adalah membangun Radio Rodja. Rodja sendiri merupakan kependekan dari Radio Dakwah Ahlusunnah Waljamaah. Bahkan Radio Rodja adalah bagian yang terpenting bagi propaganda Salafi Wahhabi di ruang maya. Radio Rodja ini berpusat di Bogor dan sudah mengudara sekitar 7 tahunan, sejak pertama kali muncul tahun 2004.


Identitas Radio Rodja sebagai corong Salafi –bahasa yang digunakan adalah Salafus salih-- ini jelas diakui sendiri dalam visi dan misi Radio ini. Dikatakan bahwa visi Radio ini adalah (1) Mengembalikan umat kepada pemahaman islam yang benar sesuai al Qur’an dan as Sunnah menurut pemahaman generasi terbaik umat (salafush shalih) (2) Menjadi media pembinaan agama islam yang mampu memnyampaikan pesan-pesan ke-islaman yang sesuai dengan pemahaman para generasi islam yang pertama dan utama. Karenanya, apa yang dilakukan oleh Radio ini adalah memerangi bidʿah, syirik dan jenis pemikiran yang menyimpang dari ajaran Salafi-Wahhabi.


Radio Rodja yang bisa dilakses lewat internat pada http://www.radiorodja.com adalah salah satu pilihan mereka. Tagline dalam radio tersebut adalah “menyebar cahaya sunnah.” Jika kita mengklik link di atas maka langsung anda akan mendengarkan lantunan Qur’an. Namun web ini adalah bukan radio itu sendiri karena Radio Rodja bisa didengarkan lewat gelombang 756AM, http://www.indonesia.listenradios.com/radio-rodja-756-am/. Dalam web radio ini kita jumpai materi yang sangat kaya tentang persoalan-persoalan akidah, fiqih dan hal-hal umum. Semua ceramah bisa didownload jadi fungsi web ini adalah sebagai showcase untuk mendengarkan materi lebih lanjut. Streaming bisa juga dilakukan atas Radio tersebut lewat winamp, windows media player dlsb. Nara sumber-nara sumber yang diundang rata-rata bergelar LC sebuah gelar yang banyak diberikan pada mereka yang pernah belajar di Saudi atau negara timur tengah lainnya.


Selain berbasis di Bogor, radio Rodja juga memiliki station relay untuk wilayah Bandung, http://radiorodjabandung.com mulai pada Juni 2011. Kehadiran Radio Rodja Bandung ini merupakan kelanjutan atas keberhasilan Radio Rodja Cileungsi sebagai radio yang berhasil menyiarkan dakwah salafiyyah. Hal ini diakui sendiri oleh pengelola radio tersebut: “Dengan kepercayaan dan dukungan Radio Rodja Cileungsi AM 756 kHz beserta para pendengarnya yang telah terbukti sangat efektif di kalangan masyarakat sebagai media dakwah salafiyyah yang hadir di wilayah Jabodetabek selama kurun waktu 5 tahun, mendorong dan memotivasi Radio Rodja Cileungsi untuk melakukan perluasan jangkauan siaran ke wilayah siar Bandung dan sekitarnya dengan memanfaatkan program siaran via satelit palapa.”[5]


Bahkan tidak hanya di Bandung, Radio Rodja sudah melebarkan sayapnya ke daerah-daerah lain seperti Radiio Rodja Beray (95.1 FM), Radio Rodja Lampung (91.1 FM), Radio Rodja dan Radio Rodja Pontianak (101.4 FM) dan juga Tannung Pinang (96 FM). Selain lewat Radio, akhirnya siaram-siaran tentang Ahlussunah Waljamaah versi Salafi-Wahabi juga bisa dinikmati lewat TV Rodja. Mereka yang memiliki smartphone bisa menikmati baik siaran Radio maupun TV Rodja darimana saja.


Pengunaan Radio untuk sarana dakwah kalangan Salafi Wahhabi ternyata bukan fenomena Indonesia saja, namun merupakan kecenderungan global di dunia lainnya.[6] Ini lama terkait dan merupakan perpanjangan apa yang banyak kalangan sebut sebagai radio fatwa di beberapa negara Timur Tengah. Namun, bedanya dengan radio fatwa, radio maya ini adalah fleksibilitas dan akseptibilitas. Sepanjang didapatkan internet connection, maka di situlah kita bisa mendengarkan siaran mereka. Karenanya, penyebaran ide lewat radio maya memiliki jangkauan yang lebih luas.

 

*Rais Syuriyah PCINU Jerman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar