Rabu, 27 November 2013

BamSoet: Jejak Boediono di Century

Jejak Boediono di Century

Bambang Soesatyo
Anggota Timwas Century DPR RI

Alasan krisis ekonomi global yang selalu digunakan Boediono dalam menyelamatkan Bank Century sebagai bank gagal yang dapat berdampak sistemik, terpatahkkan dengan kesaksian JK yang ketika itu sebagai pelaksana tugas presiden karena SBY berada di AS.

Sebelumnya diketahui, pada 30 Oktober dan 3 November 2008, Bank Century mengajukan Fasilitas Repro Aset (yang kemudian disikapi oleh BI menjadi FPJP). sebesar Rp1 triliun. Permintaan Bank Century itu ditolak. Menurut analisis BI, Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Century hanya sebesar positif 2,35 persen. Masih jauh di bawah CAR minimal untuk mendapatkan fasilitas pinjaman yang dinyatakan dalam Peraturan BI 10/26/PBI/2008, yakni 8 persen.

Guna mengakali aturan itu, temuan BPK menyebutkan bahwa pada tanggal 14 November 2008 BI sengaja mengubah aturan persyaratan CAR dengan mengganti angka minimal 8 persen menjadi minimal 0 persen atau “positif” saja.

Namun fakta menunjukan dalam temuan BPK, bahwa posisi CAR Bank Century pada pada saat pengikatan FPJP, merosot menjadi  negatif 3,53 persen. Sehingga, dengan bantuan perubahan syarat CAR itu pun sesungguhnya Bank Century masih tetap  tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP.

Di sisi lain, BPK juga mencatat proses pencairan FPJP (kredit) untuk Bank Century senilai Rp.689 miliar hanya dalam waktu yang tidak lazim. Yakni kurang dari 5 jam dengan membuat tanggal dan jam mundur atau tidak dalam waktu yang tidak sebenarnya pada akta notaris dan waktu pencairan yang juga tidak lazim, yakni jumat malam pukul 20.35 wib. (Catatan: dalam akta tertulis penanda tanganan akat kredit, 14 November 2008 pukul 13.30wib. Fakta temuan Pansus Century DPR penandatangan dilakukan pada tanggal 15 November 2008 pukul 02.00 dinihari). Artinya, pencairan FPJP berdasarkan surat kuasa Boediono selaku Gubernur BI kepada tiga pejabat BI, dilakukan sebelum para pihak menandatangi pengikatan akat kredit.

Temuan BPK selanjutnya adalah, penyerahan nilai jaminan atau anggunan dilakukan seminggu kemudian. Itupun nilainya tidak sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan BI, yakni di bawah 150 persen. Celakanya lagi, belakangan diketahui sebagaimana temuan BPK, bahwa sebagian jaminan untuk mendapatkan FPJP yang disampaikan pihak Bank Century senilai Rp 467,99 miliar nyata-nyata tidak aman. Namun demikian, Boediono selaku pimpinan rapat Dewan Gubernur ketika itu, tetap kekeh menyetujui pemberian FPJP untuk Bank Century.

Itu soal FPJP. Bagaimana soal bailout?

Ternyata dana FPJP senilai Rp.689milir yang digelontorkan Boediono kepada Bank Century, dalam waktu sekejap habis. Bank Century kembali colaps. Untuk. Menolong  lagi Bank Century, diam-diam pada malam hari 20 November 2008, singkat kata setelah melalui proses panjang dan perdebatan sengit dalam mencari-cari alasan atau argumentasi yang masuk akal untuk kembali menolong Century, Boediono menandatangani surat bernomor 10/232/GBI/Rahasia tentang Penetapan Status Bank Gagal PT Bank Century Tbk dan Penanganan Tindak Lanjutnya.

Di dalam surat itu antara lain disebutkan bahwa salah satu cara untuk mendongkrak rasio kecukupan modal bank Century dari negatif 3,53 persen (per 31 Oktober 2008) menjadi positif 8 persen adalah dengan menyuntikkan dana segar sebagai Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp 632 miliar.

Surat itu kemudian dibahas dalam "rapat konsultasi" yang digelar sebelum rapat Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) pada malam hari itu juga. Setelah "rapat konsultasi" yang diikuti sejumlah petinggi dan pengambil kebijakan sektor fiskal dan jasa keuangan itu, Boediono dan Sri Mulyani menggelar Rapat KSSK hingga subuh keesokan harinya, 21 November 2008.

Dalam “rapat konsultasi” menjelang Rapat KSSK di gedung Djuanda, kompleks Kementerian Keuangan pada pergantian malam itu, Boediono menjadi pihak yang paling ngotot membela status Bank Century dan jalan keluar yang dianggapnya perlu.

Jejak sikap ngotot Boediono dapat ditelusuri dari transkrip rekaman pembicaraan "rapat konsultasi" dan dokumen resmi notulensi "rapat konsultasi" yang beredar luas di masyarakat pada akhir tahun 2009 lalu.

Dalam notulensi “rapat konsultasi” setebal lima halaman itu disebutkan bahwa rapat yang dipimpin Sri Mulyani dibuka sebelas menit lewat tengah malam tanggal 21 November 2008. Juga disebutkan bahwa rapat digelar khusus untuk membahas usul BI agar Bank Century yang oleh BI diberi status “Bank Gagal yang Ditengarai Berdampak Sistemik” dinaikkan statusnya menjadi “Bank Gagal yang Berdampak Sistemik”.

Boediono mendapatkan kesempatan pertama untuk mempresentasikan permasalahan yang sedang dihadapi Bank Century.

Sri Mulyani adalah pihak pertama yang mengomentari rekomendasi Boediono. Dia mengatakan bahwa reputasi Bank Century selama ini, sejak berdiri Desember 2004 dari merger Bank Danpac, Bank CIC, dan Bank Pikko, memang tidak bagus. Lalu Sri Mulyani meminta agar peserta rapat yang lain memberikan komentar atas saran Boediono.

Badan Kebijakan Fiskal (BKF), misalnya, menolak penilaian BI atas Bank Century. Menurut BKF, “analisa risiko sistemik yang diberikan BI belum didukung data yang cukup dan terukur untuk menyatakan bahwa Bank Century dapat menimbulkan risiko sistemik. Juga menurut BKF, analisa BI lebih bersifat analisa "dampak psikologis.”

Sikap Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) pun hampir serupa. Dengan mempertimbangkan ukuran Bank Century yang tidak besar, secara finansial Bank Century tidak akan menimbulkan risiko yang signifikan terhadap bank-bank lain.

“Sehingga risiko sistemik lebih kepada dampak psikologis.”

Tetapi Boediono bertahan pada pendapatnya. Dan pada akhirnya dia tidak saja memenangkan pertarungan dalam rapat tertutup tersebut. Namun juga berhasil meyakinkan Srimulyani selaku ketua KSSK untuk menandatangaani persetujuan bailout sebesar Rp.632miliar pada pukul 5 subuh hari sabtu tanggal 22 November 2008.

Pertanyaan menariknya, apa yang terjadi setelah persetujuan bailout ditanda tangani Srimulyani? Hanya dalam tempo dua hari, yaitu sabtu dan minggu. Senin pagi sudah tergelontor dari kocek LPS sekitar Rp.2,7triliun. Bagaimana bisa dihari libur, tidak ada kliring, Century bisa jebol triliunan? Itulah barangkali yang menjelaskan mengapa Srimulyani kemudian marah dan merasa tertipu oleh BI.

Lalu apakah setelah marah-marah di dalam rapat dengan seluruh petinggi BI dan LPS termasuk Boediono selaku Gubernur BI sebagai terungkap dalam dalam notulen, transkrip dan rekaman rapat tersebut, kucuran dana ke Bank Century berhenti? Ternyata tidak. Pembobolan terus berlangsung, mulai akhir November 2008 saat menjelang pemilu legislatif April 2009. Hingga pasca pemilu pemilihan presiden dan wakil presiden pada Juni 2009 dengan total penarikan Rp.6,7triliun. []



Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar