Perjuangan dan Persaudaraan
Oleh: Ahmad Sadid Jauhari
Mukaddimah
Manusia memang memiliki sifat dan karakter macam-macam. Demikian menurut Hujjatul Islam AI Ghozali, karena bahan baku ciptaan manusia ini dari tanah lumpur campuran yang mempunyai karakter berbeda-beda. Secara global, nafsu pendorong manusia berbuat maksiat adalah berangkat dari 4 macam sifat yang ada pada manusia itu sendiri. Yaitu sifat ketuhanan (rububiyyah), sifat setan (syaitoniyyah) sifat binatang ternak (bahimiyah) dan sifat binatang buas (sabiiyyah).
Sombong, diktator, senang dipuji, ingin
terkaya, ingin langgeng dalam posisi kekuasaan itu adalah nyerobot dari sifat
ketuhanan. Iri, dendam, fetakompli, munafik, mengajak/merayu/tipu daya ke jalan
sesat dan bid'ah adalah sifat setan. Rakus, tamak, hanya senang menuruti nafsu
perut dan sex saja itu sifat binatang ternak. Emosi, menyerang, membunuh,
merusak hak orang lain adalah bagian watak binatang buas. Dari filsafah diatas
maka bisa dibayangkan betapa sulitnya mengajak umat manusia untuk rukun dan
bersatu.
Tetapi manusia disamping memiliki nafsu yang
lengkap juga memiliki akal yang sempurma sehingga manusia layak sebagai
penghuni bumi ini (khalifatullah fil ardhi) Islam bukan memerintahkan manusia
untuk membinasakan nafsu syahwatnya, tetapi Islam menganjurkan supaya akal
mensiasati nafsu syahwatnya agar didalam melampiaskannya dengan cara yang
benar. Disitulah letak mujahadah (perjuangan) yang berat tapi besar pahalanya.
Sebaliknya, betapa besar dosanya kalau justru akal yang dikendalikan oleh
nafsunya. Kerusakan alam (baca: negara) karena banyaknya otak-otak yang cerdas
yg menjadi budak nafsunya untuk korupsi, arogansi jabatan politik, ekploitasi
hasil bumi berlebihan, melindungi prostitusi dan pembenaran segala kejahatan
atau kemaksiatan termasuk didalamnya ajakan faham atau sekte yang sesat karena
tamak dengan dana melimpah dari foundation asing.
Pokok masalah.
Amar ma’ruf nahi munkar secara individual
maupun kolektif adalah kewajiban bahkan kebutuhan dalam kehidupan sosial maupun
agama (khususnya Islam). Tergetnya bukan hanya pahala di akhirat saja tetapi
juga ketenteraman lahir batin di kehidupan sekarang.
Yang jadi masalah adalah definisi perkara
ma'ruf dan munkar itu standarnya belum sepakat. Dan seandainya ada yang
disepakati maka masih belum sepakat dalam cara amar dan nahinya. Karena belum
sepakat, maka tidak mustahil timbul ungkapan sinis: "Mengatasi munkar
dengan cara yang munkar bagai membersihkan najis dengan air kencing".
Disisi lain masih belum disepakati pula
siapakah yang paling bertanggung jawab untuk amar ma'ruf dan nahi munkar ini.
Kita sepakat bahwa penegak hukum adalah paling bertanggung jawab untuk hishah
(istilah lain amar ma'ruf nahi munkar dari birokrasi), tetapi proporsi yang
harus mereka tindak terkadang ada kesan overlapping atau di sisi lain ada kesan
kekurangan. Fungsionaris Kamtibmas yang memang kurang mumpuni dari sudut
pandang kuantitas mupun kualitasnya (baca: moral penegak hukum). Untuk itu
semuanya kita harus menjadi polisi untuk membantu polisi itu sendiri. Tetapi
tentu saja dengan batasan tertentu dan harus proporsional serta tidak melampaui
wewenang (overacting).
Kondisi Lapangan
Agama itu semula ghorib dan akan kembali
ghorib (langka, asing). Islam itu berkembang dan tidak surut. Kedua cuplikan
hadits itu sepertinya kontradiksi. Dan bila ada 2 teks nash yang kontradiksi
tapi masih bisa dikompromikan maka harus dikompromikan. Disini ada sebagian
ulama yang memahami bahwa kata-kata ghorib itu berbentuk isim nakiroh. Isim
nakiroh bila diulang 2 kali maka menurut teori sastra Arab (balaqah), yang
pertama berbeda dengan yang kedua. Sehingga difahami bahwa memang umat Islam
bertambah banyak dari segi kuantitas tetapi tetap surut dari sisi kualitas.
Merosotnya kualitas umat Islam adalah akibat pengaruh internal dan juga
eksternal.
Pengaruh internal adalah karena dangkalnya
pengetahuan agama bagi kebanyakan umat dan atau tidak konsekuensinya umat
terhadap etika atau syariah agama Islam itu sendiri.
Pengarnh eksternal adalah kuatnya serangan
budaya dari luar Islam yang sangat gencar, sistemik, terencana, dana yang besar
serta sarana dan prasarana yang lengkap. Diantara teori serangan, mereka yang
sangat efektif dalam perang budaya yaitu :
1.
Undang-undang buatan manusia.
Negara-negara berpenduduk muslim di dunia sekarang ini nyaris menggunakan
sistem sekuler semua dan pobhia terhadap hukum syariat itu sendiri.
2.
Setelah jatuhnya Turki Utsmani, hampir
seluruh sistem perpolitikan global atau nasional di negara-negara muslim sudah
mengikuti dengan latah sekali kepada perpolitikan negara non muslim. Tidak
punya jati diri dan tidak ada pakta negara-negara muslim yang ideal sebagaimana
pakta AtIantik Utara (NATO). Sehingga dengan mudahnya negara adi daya
mendiktekan kehendak terhadap negara-negara muslim.
3.
Westernisasi. Komunitas muslim sudah
menilai bahwa apa yang datang dari Barat adalah positif. Sehingga meninggalkan
budaya sendiri walaupun sebenarnya lebih manusiawi.
4.
Gender. Banyak dari kalangan
intelektual muslim yang teperangkap dengan slogan emansipasi wanita ala Barat
yang sebenamya malah menjerumuskan martabat wanita itu sendiri.
5.
Pendidikan. Kita terkadang terlena
dengan mengejar target keberhasilan pengetahuan dan teknologi semata, sehingga
pendidikan agama terkesampingkan. Ironisnya, terkadang target Iptek tidak
terpenuhi dan Imtaq-nya terlanjur tidak/kurang terurus.
6.
Informasi. Media cetak dan elektronik
dari musuh-musuh Islam telah menjadikan umat Islam terjajah dengan opini yang
diciptakan oleh mereka. Contoh kongkrit adalah isu teroris yang sebenarnya
diciptakan oleh mereka untuk memojokkan umat Islam.
Dari sinilah betapa beratnya perjuangan umat
Islam di akhir zaman yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW dengan lipat ganda
pahala 50 kali dibanding masa keemasan Islam (khoirul qurun).
Way Out
"Hidup adalah Perjuangan dan
Persaudaraan". Motto ini sering kita lupakan sebagian. Karena kita
termotivasi dengan perjuangan saja terkadang kita lupa persaudaraan. Padahal
perjuangan itu sendiri tujuannya adalah memperbanyak saudara. Itulah suri
teladan dari Rasulullah SAW sebagai seorang pejuang yang tambah lama tambah
banyak teman bukan tambah banyak lawan.
Setelah kita rasakan betapa berat perjuangan
masa kini maka terkadang timbul 2 dampak negative: 1. Putus asa dan 2. membabi
buta.
Putus asa dalam perjuangan adalah suatu dosa
karena meninggalkan kewajiban amar ma'ruf nahi munkar. Orang yang putus asa
lupa bahwa target perjuangan adalah pahala ibadah bukan kemenangan, karena
kemenangan adalah hak perogratif Allah. Dan perlu intropeksi terhadap niat dia
sendiri dalam berjuang. Sebab kemenangan gampang datang dari Allah bila si
pejuang itu betul-betul berniat membela Allah bukan karena kepentingan pribadi
atau kelompok.
Membabi buta bisa timbul dari kepanikan yang
disebabkan kekesalan menunggu kesuksesan dalam perjuangan. Akibatnya muncul
sikap arogansi, merasa benar sendiri atau merasa paling berjuang sendiri dan
lainnya. Dari sinilah kemudian timbul pergesekan yang bisa nampak sangat keras
antara individu para pejuang atau antara kelompok perjuangan. Untuk
mengantisipasi gejolak semacam ini barangkali ada resep untuk mengatasinya:
1.
Ikhlas. Kita berjuang mestinya tetap
istiqomah baik ketika dipuji atau dicaci. Ketika memulai amal perjuangan kita
harus husnuddhon kepada Allah SWT bahwa amal kita pasti diterima dan dibantu
oleh Allah. Dan setelah sukses berjuang kita harus suuddhon kepada nafsu kita
apakah benar-benar amal kita diterima karena memang sudah bersih dari riya'
atau 'ujub. Sebab kesuksesan tidak mesti diberangkatkan dari ikhlasnya suatu
amal, karena terkadang perjuangan orang fasik lebih berhasil dibanding
perjuangan orang sholeh.. Euforia dalam suatu keberhasilan perjuangan akan
menimbulkan kecemburuan yang menyebabkan pergesekan atau perselisihan. Dan kita
jangan sampai bernafsu terhadap keuntungan dibalik perjuangan. Ini sangat
potensial jadi sumber konflik diantara kita sesama pejuang. Diantara alamat
ikhlas yang lain adalah kesamaan kita dalam mengingkari suatu maksiat. Tidak
benar bila kita berbeda dalam menyikapi maksiat yang di tempat jauh dengan
maksiat yang di depan rumah kita, juga jangan bedakan maksiat yg dilakukan
teman sendiri atau rival kita.
2.
Rahmah. Dengan niat menolong kepada
pelaku kemunkaran maka kita berusaha agar dia dengan sadar dan legowo menerima
amar ma'ruf nahi munkar kita. Ketika kita menegur atau menindak orang lain
harus dengan rahmah sebagaimana ketika kita menasehati atau mengahajar anak
kita sendiri yang kita sayangi. Jadi bukan dasar sentimen. Seandainya ada orang
lain yang mendahului amar ma'ruf nahi munkar dan berhasil maka kita harus
berterima kasih karena dia telah membantu kita dalam menyelamatkan umat yang
kita sayangi.
3.
Bijaksana. Kita harus memahami
klasifikasi musuh-musuh serta tingkat kejahatannya. Musuh yang paling musuh
sebenarnya adalah nafsu kita sendiri. Sehingga kalau ada orang yang
mencaci-maki kepada nafsu kita, sebenarnya orang itu telah membantu kita dalam
menghadapi musuh. Jadi kita harus berterima kasih kepadanya bukan malah emosi
atau dendam.
Musuh kita kedua adalah mereka yang memang
ingin menghancurkan Islam dan umatnya. Tapi mengapa kita lebih berani dan tega
melakukan invansi kepada ternan sendiri dari pada kepada musuh yang sebenarnya?
Kita juga harns bijaksana bahwa strategi
perjuangan adalah hal yang bersifat ijtihadi. Jadi pendapatku benar tapi
mungkin salah dan pendapatmu salah tapi mungkin juga benar. Untuk itu kita
tidak harus merasa paling benar sendiri.
Di sisi lain kita juga harus bijaksana
menyikapi sikap teman pejuang lain yang dinilai melanggar kesepakatan dengan
musuh. Maka statemen kita adalah melanggar perjanjian tetap salah. Kita harus
tetap setia dalam perjanjian walaupun bila yang melanggar perjanjian itu
berhasil kita ikut bersyukur juga (seperti kasus Abu Bushair dalam perjanjian
Hudaibiyah).
Mungkin itulah diantara jalan keluar agar
kita bisa meminimalisir pergesekan diantara para pengabdi amar ma'ruf nahi
munkar. Dengan mengatasi pergesekan itu kita bisa meningkatkan persatuan. Sebab
bila kita tidak bersatu maka sama dengan kita membawa bendara putih tanda
kegagalan dan menyerah kepada lawan. Wallahu A'lam bis showab.
*Pengasuh Ponpes Kencong Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar