Menepis Riba dengan Baitul
Maal wat Tamwil
Oleh: Abdul Muiz
Ketika belum ada pilihan untuk menjadi
tumpuan transaksi simpan pinjam kecuali bank konvensional, persoalan riba tidak
menjadi masalah yang sangat serius, khususnya bagi umat Islam. Meski sebagian
masyarakat telah ada yang beranggapan bahwa bunga bank adalah riba, akan tetapi
sebagian masyarakat lain masih beranggapan masalah bunga bank masih termasuk
subhat dengan alasan belum ada bank yang sesuai syari’ah. Lantas, bagaimanakah
kondisi sekarang?
Seiring dengan perjalanan waktu, keinginan
masyarakat Indonesia yang mayoritas pemeluk agama Islam, kebutuhan bank yang
bersistem syari’ah tidak lagi bisa ditawar. Maka kemudian muncullah bank-bank
syari’ah seperti Bank Muamalat disusul bank BNI Syari’ah, Bank Syari’ah
Mandiri, Bank Danamon Syari’ah, Bank BRI Syari’ah. Lalu muncul juga lembaga keuangan
mikro seperti Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM)
hingga Koperasi Syari’ah seperti Kospin Jasa Syari’ah.
Menjamurnya lembaga keuangan syari’ah ini
tentu saja disambut dengan suka cita oleh sebagian besar pemeluk agama Islam,
meski masih ada juga sebagian umat Islam menjadi bank konvensional sebagai alat
transaksi simpan pinjam. Bahkan untuk meyakinkan umat Islam sebagai pemeluk
agama mayoritas penduduk Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui
komisi fatwa menyatakan bunga bank adalah haram, semakin memantapkan posisi
tawar lembaga keuangan syari’ah yang saat ini sedang tumbuh bagaikan cendawan
di musim hujan.
Di lingkungan warga nahdliyyin juga telah
berkembang dengan pesatnya lembaga keuangan mikro syari’ah dengan nama Baitul
Maal Wat Tamwil (BMT). Di Kabupaten Tegal saja saat ini saja telah berdiri 14
kantor cabang dan 1 kantor pusat Baitul Maal Wat Tamwil Syirkah Muawanah
Nahdlatul Ulama (BMT SM NU). Di Kota Pekalongan telah ada 5 kantor cabang dan 1
kantor pusat BMT SM NU, di Kabupaten Cilacap ada 4 kantor cabang. Sedangkan
dalam proses pendirian BMT SM NU ialah Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten
Magelang, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Batang.
Kontribusi ke NU?
Mengapa lembaga keuangan mikro syari’ah di
lingkungan nahdliyyin dapat berkembang dengan pesat? Ada beberapa alasan yang
dapat dikemukakan, antara lain di samping system yang dipakai tidak lagi
menggunakan bunga, akan tetapi dengan system bagi hasil, juga pengguna jasa
tabungan maupun pembiayaan adalah mayoritas pengusaha berskala mikro, sehingga
kehadiran lembaga ini sangat menguntungkan warga nahdliyyin yang memerlukan
biaya dengan proses cepat bebas dari unsur riba, di tengah-tengah maraknya bank
titil (pinjaman keliling tanpa jaminan dengan bunga yang cukup tinggi). Yang
lebih penting adalah, berdirinya lembaga keuangan mikro ini telah memberikan
keuntungan ganda yakni membantu keuangan warga nahdliyyin untuk memperkuat
modal dan sangat bermanfaat bagi kebesaran organisasi warisan para ulama di
bawah payung Nahdlatul Ulama. Benarkah?
Di Kota Pekalongan misalnya, kehadiran BMT SM
NU yang didirikan pada tanggal 29 Agustus 2004 yang lalu sangat dirasakan
manfaatnya bagi PCNU Kota Pekalongan, pasalnya, lembaga keuangan ini tidak
pernah absen setiap bulannya memberikan kontribusi dari pendapatan bersihnya
sebesar 40 % atau 10 % dari pendapatan kotor. Jika dirupiahkan tidak kurang
dari 7 – 8 juta per bulan. Tentu saja bantuan rutin ini dapat menggerakkan roda
organisasi warga nahdliyyin baik untuk lembaga, lajnah, badan otonom bahkan MWC
dan ranting juga mendapat limpahan bantuan dari BMT meski baru dalam bentuk
bantuan dana stimulan. Paling tidak, organisasi tidak lagi mengalami banyak
kesulitan di bidang pendanaan. Kontribusi kepada Nahdlatul Ulama secara rutin
ini telah memacu semangat warga nahdlayyin untuk berbondong bondong menjadi
nasabah BMT SM NU Kota Pekalongan. Hingga saat ini telah tercatat 2500 lebih
nasabah dari warga NU, baik untuk penabung maupun peminjam. Hal ini diakui oleh
Ketua PCNU Kota Pekalongan Drs. Achmad Marzuqi, kehadiran BMT SM NU telah mampu
mendorong gerakan ekonomi warga NU kelas menengah ke bawah di samping
kontribusi kongkrit ke PCNU, sehingga NU tidak lagi mengalami kesulitan dalam
hal keuangan.
Menurut Marzuqi, kontribusi rutin bulanan
terbesar yang diberikan BMT kepada PCNU Kota Pekalongan ialah pada Bulan
Desember 2006 kemarin dengan nominal 9,5 juta rupiah. Sedangkan pada bulan
bulan sebelumnya rata-rata antara 7 sampai 8 juta rupiah per bulan dan ini
tergantung dari keuntungan yang diperoleh BMT SM NU Kota Pekalongan. Dengan
total asset yang dimilikinya sebesar 4,7 milyar lebih saat ini, tidak menutup
kemungkinan kontribusi BMT ke depan akan semakin besar nilainya kepada PCNU
Kota Pekalongan. Dan ini tentu akan memudahkan Nahdlatul Ulama menjalankan roda
organisasinya baik untuk program pengkaderan maupun pembinaan umat di bidang
pendidikan, dakwah, sosial maupun di bidang ekonomi.
Prinsip-prinsip Syari’ah
Banyak pihak yang masih meragukan proses
transaksi system syari’ah di lingkup BMT SM NU adalah masih sebatas teori
semata, sedangkan pada prakteknya tidak ada bedanya dengan bank konvensional.
Benarkah demikian?
Jauh sebelum BMT SM NU dioperasionalkan,
Lembaga Bahtsul Masail Diniyah di bawah naungan PCNU Kota Pekalongan telah
mengambil sikap dengan mengundang pengurus dan calon pengelola untuk duduk
bersama membahas berbagai macam produk yang akan diluncurkan. Hal ini
dimaksudkan agar tidak ada lagi keraguan khususnya warga nahdliyyin bertransaksi
lewat BMT SM NU. Setelah melalui berbagai kajian yang mendalam, maka diputuskan
produk-produk BMT SM NU yang dapat diluncurkan antara lain simpanan mudlarabah
yaitu simpanan yang dilakukan oleh pemilik dana (shahibul maal) pada BMT yang
akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan di muka berdasarkan
prosentase pendapatan BMT pada setiap bulannya. Bila terjadi kerugian, akan
ditutup dari keuntungan dari sisi yang lain bila dimungkinkan, bilamana tidak,
maka pengelola akan menanggung kerugian pelayanan material dan kehilangan
imbalan kerja.
Produk lainnya ialah simpanan wadi’ah adalah
titipan dari pemilik dana kepada BMT untuk dikelola atas seijinnya. Dimana BMT
sebagai penerima amanat, wajib menjaga keutuhan dan keselamatan nilai nominal
yang dititipkan, pemilik dana tidak mendapat bagi hasil, dan titipan dapat
diambil setiap saat.
Sedangkan produk pembiayaan antara lain
Mudlarabah adalah perjanjian antar pemilik dana dengan pengelola dana yang
keuntungannya dibagi menurut rasio / nisbah yang telah disepakati di muka dan
bila terjadi kerugian, akan ditutup dari keuntungan dari sisi yang lain bila
dimungkinkan, bila mana tidak, maka pengelola akan menanggung kerugian
pelayanan material dan kehilangan imbalan kerja. Musyarakah adalah perjanjian kerja
sama antara anggota dengan BMT, dimana modal dari kedua belah pihak digabungkan
untuk usaha tertentu yang akan dijalankan oleh anggota dan BMT, keuntungan dan
kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan bersama. Bai’ Bit Taqsith adalah
proses jual beli dimana BMT membayar barang yang dibutuhkan kemudian dijual
kepada pembeli dengan membayar harga yang disepakati untuk dibayar secara
angsuran. Bai’ Bitsaman Ajil adalah proses jual beli dimana BMT membayar barang
yang dibutuhkan kemudian dijual kepada pembeli dengan membayar harga yang
disepakati untuk dibayar secara tunai setelah jatuh tempo. Bai’ Murabahah
adalah proses jual beli dimana BMT membayar barang yang dibutuhkan kemudian
dijual kepada pembeli dengan membayar harga yang disepakati untuk dibayar
secara tunai dan Qordlul Hasan adalah pembiayaan kebajikan / lunak, dimana
anggota yang menerimanya hanya dikenakan membayar pokoknya saja tanpa bagi
hasil.
Sedang transaksi bagi hasil antara pemilik
modal (BMT) dengan pihak peminjam (nasabah) menggunakan akad nadzar, yakni
sejenis akad yang dilakukan kedua belah pihak tanpa ditentukan bagi hasilnya
sebelum transaksi, akan tetapi penentuannya setelah diketahui prospek usaha dan
kemungkinan keuntungan yang diperoleh, kemudian peminjam bernadzar jika kelak
berhasil dalam usahanya akan memberikan keuntungan kepada pemodal (BMT) sekian
persen.
Siap Transfer Ilmu
Keberhasilan warga nahdliyyin Kota Pekalongan
mengelola lembaga keuangan mikro syari’ah ditanggapi dan diapresiasi secara
positif oleh PCNU Banjarnegara, Batang, Pemalang, Magelang dan lain-lain.
Bahkan Pengurus BMT SM NU Kota Pekalongan telah berkomitmen, jika pendirian BMT
untuk kepentingan Nahdlatul Ulama, dirinya siap mentransfer ilmu secara gratis.
Artinya, jika ada cabang-cabang yang berkeinginan menimba ilmu
sebanyak-banyaknya dengan cara mengirimkan calon pengelolanya untuk magang di
BMT SM NU Kota Pekalongan, pihak pengurus telah siap tanpa dipungut biaya
seperserpun, ini dimaksudkan sebagai bentuk kepedulian pengurus dalam
pengembangan potensi ekonomi warga nahdliyyin.
Komitmen ini diperlukan menurut Ketua BMT SM
NU Kota Pekalongan H. Abdullah Sjatory, SE., MM adalah untuk memancing dan
merangsang agar minimal tiap-tiap cabang NU berdiri satu lembaga keuangan mikro
syari’ah. Jika gerakan dakwah ekonomi berhasil, akan lebih mempercepat program
pembangunan pondasi ekonomi di lingkungan Nahdlatul Ulama. Jadi, menurutnya
jangan sampai NU telah berusia 82 tahun lebih bangunan ekonominya masih rapuh
dan kita sebagai warga NU harus bangkit dengan memulainya sejak sekarang,
ujarnya. Asal dikelola secara profesional dan amanah, Sjatory yang juga
Direktur Badan Usaha Milik Nahdlatul Ulama (BUMNU) Jawa Tengah sangat yakin BMT
di lingkungan nahdlayyin akan dapat berkembang dengan baik dan pesat. Yang jelas,
Kota Pekalongan, Kabupaten Tegal dan Cilacap telah memulai dan membuktikannya.
Abdul Muiz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar