Fikih Iklan
Oleh: Ahmad Najib Afandi*
Akhir-akhir ini setiap detik kehidupan
manusia mulai anak-anak yang baru lahir sampai orang yang meninggal pun tidak
pernah lepas dari sasaran iklan "yang menjanjikan". Di era
globalisasi dan informasi ini iklan telah merambah kesetiap lorong waktu dan
gerak nadi dan sisi kehidupan manusia. Iklan dengan berbagai visi dan misinya
disampaikannya kepada masyarakat kelas bawah hingga kelas atas dengan
meyakinkan mulai dari tukang obat hingga pengumbar syahwat dan calon pejabat
mereka tidak sega-segan dan malu-malu berorasi, berjanji dan membeli dengan
harga mahal jam tanyang televisi dan radio maupun halaman koran dan majalah
untuk menyampikan maksudnya.
Akhir-akhir ini dunia pendidikan (pesantren)
pun mulai bangkit dari ketertinggalannya dari para penjual jamu dan obat kuat,
dengan membikin brosur dan spanduk dan pengumuman penerimaan santri baru di
televisi dan radio-radio swasta. Tidakah iklan itu termasuk pembohongan publik
(kadzib) sekaligus pembodohan dan menyesatkan ummat? Bagaimana pandangan fikih
atas kondisi iklan, brosur, spanduk dan sejenisnya yang menyampaikan pesan dan
janji kepada publik tapi tidak sesuai dengan kenyataan?
Pengertian dan etika Iklan
Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa
Yunani, yang artinya kurang lebih adalah 'menggiring orang pada gagasan'.
Adapun pengertian iklan secara komprehensif adalah "semua bentuk aktivitas
untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara nonpersonal
yang dibayar oleh sponsor tertentu..." Secara umum, iklan berwujud
penyajian informasi nonpersonal tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau
toko yang dijalankan dengan kompensasi biaya tertentu. Dengan demikian, iklan
merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring
orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan.
Karena itulah para ahli periklanan sepakat
untuk membuat dan menetapkan batasan dan etika beriklan agar tidak merugikan
konsumen/masyarakat hal itu dimaksudkan disamping untuk menjaga etika beriklan
juga menjaga stabilitas masyarakat agar tidak rusak akibat dampak iklan yang
berlebihan. Karena bagaimanapun, kampanye dan promosi gagasan atau individu
pada Pemilu/Pilkada/Pendidikan adalah juga kegiatan periklanan, sehingga ia
sudah seharusnya tunduk pula kepada etika periklanan.
Dan salah satu yang perlu diingat bahwa satu
landasan utama dalam penyelenggaraan periklanan adalah kenyataan sekaligus
kemampuannya untuk mengidentifikasi produk-produk yang sah atau resmi, dan
sudah tersedia (terbukti) di pasar atau di tengah masyarakat. Memayungi semua
jenis periklanan baik politik maupun Pendidikan dalam naungan etika periklanan
umum akan membuat gagasan kebijakan publik atau ketokohan seseorang dan nama
baik lembaga menjadi benar-benar memiliki legitimasi sebagai produk-produk yang
layak dipasarkan.
Hal itu berdasarkan fakta bahwa tidak semua
produk yang beriklan dapat mencapai sukses seperti yang diharapkan oleh
pengiklannya. Kampanye periklanan yang keliru justru kian menghancurkan produk
tersebut. Ini berarti ada risiko yang harus juga selalu diperhitungkan oleh
pengiklan periklanan Produk/ Pemilu/ Pilkada/ Pendidikan, Sehingga mereka dapat
lebih jujur dan berhati-hati dalam mengemukakan janji-janjinya. Karena
janji-janji pada pesan periklanan Produk/ Pemilu/ Pilkada/ Pendidikan, di
kemudian hari, akan dijadikan rujukan oleh masyarakat dalam menilai kinerja
pihak yang berkepentingan tersebut.
Itulah pengertian bentuk, batasan dan etika
iklan yang kita sepakati karena semua itu sesuai dengan semangat syariah
Islamiyah (fikih) yang menjunjung maqasid dan maslahat umum daripada teks.
Iklan: Pembohongan dan Pembodohan?
Berdasarkan data dan fakta di lapangan hampir
setiap detik nafas dan sisi hidup kita tidak sepi dari sasaran iklan mulai dari
soal pendidikan, pekerjaan, jodoh, ekonomi dan terutamanya kesehatan dan
politik. Kalau kita kalkulasikan secara ekonomis sangtlah besar nilai modal dan
penghasilan yang didapat oleh perusahaan iklan, Dan akal bodoh kita akan
memahami betapa indahnya hidup ini begitu ada persoalan kesehatan kita bisa
langsung sembuh dalam waktu beberapa detik dengan hanya minum obat merek
tertentu, begitu juga dengan persoalan ekonomi, pendidikan dan karir sampai
jodohpun bisa teratasi dengan mudah dan cepat seperti yang kita lihat dalam
tanyangan iklan.
Iklan jelas penting dan visualisasi yang
semakin hebat dalam beriklan juga harus karena itu politik ekonomi yang harus
dibangun dalam mengembangkan hasil produksi. Tapi tidak harus berlebihan dari
fakta dan data apalagi masuk kepada pembohongan publik yang bisa menyesatkan
dan berakibat buruk. Karena itu ada beberapa iklan paling mencolok dan
berpengaruh secara langsung terhadap pola pikir dan budaya masyarakat, yang
menjadi sorotan tesis kami:
Pertama. Iklan komersial yang kita temukan
kapan saja dan di mana saja mulai dari obat sakit perut karena buncit, obat
kuat sampai cara cantik dalam sekejap. Kalau kita jujur iklan seperti itu jelas
keluar dari ketentuan dan etika iklan yang kita sepakati di atas. Bahkan
termasuk "kriminal" berupa pemalsuan dan pembohongan nilai produksi yang
tidak memiliki kualitas dan bukti nilai produksi yang diakui masyarakat. Karena
sebaliknya banyak iklan komersial kesehatan justru memperburuk kesehatan
konsumen dan ini umumnya terjadi dengan obat-obatan, makanan dan kosmetik
"murahan" yang mengiklankan diri secara membabibuta dengan cara-cara
explotais. Sehingga dapat menghipnotis pemirsa (masyarakat).
Kedua. Iklan politik yang selama ini kita
lihat merupakan perbuatan "haram" karena hampir semuanya merupkan
kebohongan publik. Karena umumnya pengiklan politik mau berbuat apa saja untuk
mencapai tujuan dan ambisinya, Karena semuanya hampir tidak disertai fakta dan
bukti rasional yang akan diberikan kepada publik. Kebohongan iklan politik
banyak dilihat dari berbagai faktor dan sudut pandang mulai dari etika,
pemalsuan setatus akademik dan sosial, keperibadian, niat dan janji-janji
kosong kepada masyarakat. Contoh lain yang sering terjadi adalah adalah
penyuapan, dan pengerahan masa semuanya itu jelas merupakan tindakan
"kriminal" dan pendustaan yang sangat mempengaruhi pola pikir dan
nuansa hidup masyarakat.
Ketiga. Iklan pendidikan yang menjamur dan
bertebaran ke plosok-plosok kampung mulai dari sekolah yang "elit"
sampai yang "pailit" dan tidak ketinggalan Pondok Pesantren juga
ikut-ikutan membuat iklan untuk meramaikan persaingan dunia pendidikan. Jenis
ketiga ini juga tidak lepas dari kebohongan publik karena banyak brosur dan
iklan Pendidikan (Sekolah/Pesantren) begitu menjanjikan dan menarik, ekseklusif
dengan program-program palsunya? Tapi semua itu ternyata banyak dibuat oleh
lembaga Pendidikan yang sebenarnya sedang sekarat karena tidak ada dana
oprasional, tapi tetap berusaha menjaring pemasukan dana dari Siswa/Mahasiswa
baru. Sehingga terjadilah penumpukan "dosa" yaitu kebohongan publik
dan pembodohan masyarakat. Dalam hal ini banyak kita temukan jargon, visi dan
misi lembaga pendidikan yang menarik, bagus, menggigit telinga tapi ternyata
dibuat hanya untuk menghadapi persaingan dunia pendidikan dan dibuat oleh
lembaga yang tertinggal jauh.
Iklan apapun jenis dan bentuk yang diiklankan
selama mendidik dan tidak bertentangan dengan etika periklanan dan tidak
melawan budaya lokal apalagi norma Agama, sangat dibutuhkan dan penting. Tapi
kenyataannya etika periklanan dewasa ini tidak lagi berlaku, sehingga banyak
menimbulkan efek negatif dalam sekala besar yang mengkhawatirkan.
Sisi Negatif Iklan
Dari data dan fakta di atas sampailah kami
pada puncak penelitian akibat negatif iklan yang selama ini menghiasai gerak
nadi kehidupan masyarakat. Dan ternyata luar biasa sisi negatif yang
diakibatkan oleh iklan sampai bisa menjadikan pemirsa iklan menjadi
"murtad" bahkan pembunuh atau pencuri? Ada beberap sisi negatif yang
ditimbulkan oleh tanyangan iklan yang berlebihan.
Sisi aqidah. Seperti kita ketahui bahwa pakar
periklanan Indonesia adalah murid kesayangan pakar periklanan barat dan erofa
sehingga tidak heran banyak poin-poin etika periklanan tidak memotret kehidupan
dan budaya Indonesia akan dampak negatifnya. Karena itulah banyak kita temukan tanyangan
iklan yang secara tidak langsung menjadi media pendangkalan aqidah dan Islam
anak-anak kita. Karena hampir semua iklan mutu produk makanan dan benda mati
lainnya diilustrasikan dengan keindahan tubuh telanjang wanita cantik dan
istilah-istilah yang berbau pornografi.
Sisi Ahlak. Secara langsung banyak tanyanagn
iklan yang madlorotnya (sisi negatifnya) lebih besar ketimbang maslahatnya.
Contoh paling gampang adalah iklan rokok yang bombastis di setiap sudut
kehidupan anak muda sehingga banyak anak kecil sekarang sudah menjadi perokok
berat. Dan masih banyak iklan produk yang sasarannya anak muda dan telah
berhasil membentuk karakter dan prilaku tunas muda Indonesia "modern"
yang tidak memiliki jati diri dan sepi dari nilai-nilai ahlakulkarimah. Dan hal
ini sudah banyak kita temukan bukti seorang anak bisa menjadi pembunuh atau
pencuri hanya karena melihat tanyangan iklan/film yang membangkitkan amarah dan
mendorong anak untuk berbuat nekat. Karena iklan sekarang bukan di TV dan tepi
jalan trotoar saja tapi telah masuk ke sekolah dan rumah, bahaya!
Sisi sosial. Secara langsung banyak iklan
yang sebenarnya dapat membuat tatanan soaisl menjadi bias dan rusak, seperti
orang menjadi malas memperbaiki hidupannya dengan bekerja karena terbuai iklan.
Karena hampir semua sisi kehidupannya merasa sudah "terselesaikan"
dengan konsep iklan yang begitu mudah dan ramah bukan? Mulai dari persoalan
yang ringan sampai yang berat sekalipun dapat diselesaikan setelah kita melihat
iklan dalam waktu sekejap. Sehingga banyak orang meganggap ringan dan mudah
semua persoalan hidupnya, malas berusaha dan bekerja.
Sisi agama. Agama-pun bisa menjadi sasaran
iklan. Berapa banyak orang meninggalkan kewajibannya sebagai muslim hanya
karena tertarik melihat iklan yang menurutnya sangat menguntungkan dan
menjanjikan perbaikan hidup dan Negara? Bahkan lebih tragisnya banyak orang
meninggalkan Sholat hanya karena mencari iklan lowongan kerja yang belum tentu
dapat atau cocok dan karena menanti atau menonton tayangan sepak bola dengan
iklannya yang luar biasa?
Sisi ekonomi. Masalah ekonomi jelas sebagai
modal pokok dalam beriklan. Seseorang jelas tidak akan bisa mengiklankan
pemikiran, ide, gagasan dan programnya kalau tidak memiliki kekuatan untuk
membayar media yang mempublikasikannya. Sehingga hal ini sering menjadi
perhitungan Cabup, Cagub, Caleg, Capres dan lainnya setelah memenangi
pemilihan. Bahkan jauh-jauh sebelumnya telah mampu mendorong mereka melakukan
tindak "kotor" untuk mendapatkan modal beriklan. Iklan yang tidak
realistis dari dua sisi sama-sama memberikan dampak negatif karena dapat
mendorong pengiklan dan pemirsa untuk berbuat sesuatu tindakan yang kadang
mengahncurkan kehidupannya sendiri. Bisa jadi seseorang melakukan korupsi,
hutang berbunga dan manipulasi dana dan lain sebagainya karena terpengaruh
iklan.
Begitu hebatkah Iklan?
Sebenarnya iklan tidak begitu gawat kalau
pelakunya memahami kembali makna dan tujuan iklan seperti yang dijelaskan di
atas. Bahwa iklan adalah media informasi yang tidak bisa ditambah dengan maksud
dan tujuan ideologis dan doktrin tertentu. Tapi karena pelakunya berangkat dan
datang dari kelompok tertentu dan telah terjerumus kepada persaingan
ekonomi/iklan yang semakin menjanjikan menjadikan banyak orang lupa hakekat
makna dan tujuan iklan, apapun akan dilakukan yang penting uang. Jika demikian,
maka semua itu termasuk sesuatu yang haram. Karena setiap sesuatu yang asalnya
halal bisa menjadi haram jika dapat merugikan orang lain (madlorot), termasuk
iklan. Apalagi iklan yang mengumbar aurat wanita dan pose-pose merangsang
lainnya. Atau kita perbaiki sistim periklanan, pertegas hukum dan etika
periklanan dan mengawasi dana beriklan?
Kalau iklan adalah media untuk
menginformasikan sesuatu yang bermutu dan penting kepada masyarakat, maka
sesungguhnya yang terjadi sekarang adalah memasarkan sesuatu yang tidak bermutu
dan valid. Maka, anggaplah iklan sebagai berita yang biasa saja. Tapi ambilah
iklan yang bermutu dan valid karena itu penting. Dan bagi Pesantren tidak perlu
menambah "dosa" dengan membuat iklan yang terlalu "bonafid"
tapi cukup dengan pembuktian diri di masyarakat sebagai lembaga pendidikan dan
dakwah dalam mencetak ulama, fuqoha yang Allamah dan beramal shaleh.
Selanjutnya yang lebih kita butuhkan sekarang adalah aturan yang kuat tentang
hukum, etika dan wilayah iklan tertentu, jangan sampai anak SD diberi iklan
kondom atau minuman keras?!
* Abdeel Maleek, University Maroko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar