Jumat, 08 Juni 2012

(Khotbah of the Day) Mengenang Isro' Mi'roj dengan Menjaga Shalat


Mengenang Isro' Mi'roj dengan Menjaga Shalat

Senin, 04/06/2012 19:25



Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah


Waktu terus berlalu, Bulan Rajab hampir saja meninggalkan kita dan bulan Sya’ban telah menunggu di depan. Praktis kita sekarang berada di tengah-tengah bulan mulia. Satu-satunya bulan yang bersejarah bagi Rasulullah saw sehingga dalam salah satu haditsnya beliau pernah bersabda bahwa Rajab adalah bulanku, Sya’ban adalah bulan Tuhanku dan Ramadhan adalah bulan umatku.



Begitu berharganya bulan Rajab bagi Rasullullah saw, sehingga ia membanggakan Rajab dan memposisikannya denga bulan Sya’ban dan Ramadhan. Wajar saja karena pada bulan inilah beliau merasakan kesedihan yang amat sangat sepeninggal istri dan pamannya, sehingga para sejarawan menyebutnya ‘ammul hazen ‘. Kemudian Allah swt menghibur Rasulullah saw (Rasulullah saw) dengan bepergian dan bertamasya mengarungi keindahan dunia lahir dan mencicipi kenikmatan dunia bathin. Inilah perjalanan isra’ dan mi’roj.



اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ هَدَانَا لِلْإِسْلَامِ وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا لله. اَلْحَمْدُ لله الذى وقع الرجب شهرا للمعراج، وأوجب فيه الصلاة للمسلمين كالسراج, أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وصَلَّى الله عَلَيْهِ وَعَلَى أله وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا


أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. أَيَّهُا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بتقوالله وقد فازالمتقون



Ayyuhal muslimunal hadhirunn, Rahimakumullah


Marilah kita bersama-sama meningkatkan kadar keimanan dan keislaman kita kepada Allah swt, sebagai bukti ketaqwaan kita kepada-Nya. Apabila Iman adalah urusan hati dan tempat bersemayamnya semangat ketuhanan yang bersifat abstrak. Maka Islam adalah pengejawantahan dari keimanan tersebut yang nyata dan bersifat realistis yang telah diajarkan oleh Rasulullah melalui syari’at (shalat, zakat, puasa, haji). Jika iman diibaratkan seperti panas yang menyengat, maka Islam adalah api yang berkobar. Islam tanpa iman bagaikan api tanpa panas. Yang hanya bisa menakutkan tapi tidak mampu membakar. Begitu juga sebaliknya, jika iman tanpa Islam sepeti panas tanpa api yang tidak berfungsi. Dengan kata lain menjalankan segala perintah syariat Islam yang merupakan panji-panji kebesaran Islam adalah hal yang penting, namun jangan sampai melupakan kwalitas iman yang ada dalam hati. Shalat jum’at, shalat jama’ah, haji, zakat adalah wajib dan harus dilaksanakan karena itu membuktikan kepada dunia akan kebesaran Islam. Namun pengayaan materi keimanan haruslah selalu di adakan, karena hal itu merupakan gizi bagi kesehatan mental Islam.



Karena itulah, meningkatkan ketaqwaan merupakan sebuah upaya meningkatkan dan menyeimbangkan kondisi iman dan Islam kita. Menyeimbangkan antara laku syari’at dengan laku hakekat (keimanan dalam hati). Sehingga terciptalah cita-cita al-islamu ya’lu wa la yu’la alaihi.



Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah


Waktu terus berlalu, Bulan Rajab hampir saja meninggalkan kita dan bulan Sya’ban telah menunggu di depan. Praktis kita sekarang berada di tengah-tengah bulan mulia. Satu-satunya bulan yang bersejarah bagi Rasulullah saw sehingga dalam salah satu haditsnya beliau pernah bersabda bahwa Rajab adalah bulanku, Sya’ban adalah bulan Tuhanku dan Ramadhan adalah bulan umatku. Begitu berharganya bulan Rajab bagi Rasullullah saw, sehingga ia membanggakan Rajab dan memposisikannya denga bulan Sya’ban dan Ramadhan. Wajar saja karena pada bulan inilah beliau merasakan kesedihan yang amat sangat sepeninggal istri dan pamannya, sehingga para sejarawan menyebutnya ‘ammul hazen‘. Kemudian Allah swt menghibur Rasulullah saw (Rasulullah saw) dengan bepergian dan bertamasya mengarungi keindahan dunia lahir dan mencicipi kenikmatan dunia bathin. Inilah perjalanan isra’ dan mi’roj.



Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah


Seperti yang telah maklum dimengerti bahwa diantara buah tangan Rasulullah saw terpenting dari isro’ mi’roj adalah sholat lima waktu setiap hari. Konon lima kali ini merupakan bilangan terakhir yang diajukan oleh Rasulullah saw kepada Allah swt, setelah sebelumnya Allah swt memerintahkan untuk sholat lima puluh kali. Memang benar, kini kita baru merasakan betapa beratnya menjaga lima waktu setiap hari. Padahal kita mafhum bahwa shalat yang lima ini menjadi tolak ukur ibadah seseorang. Hadits Riwayat at-Thabrani menjelaskan:



أول ما يحاسب عليه العبد يوم القيامة الصلاة، فإن صلحت صلح سائر عمله وإن فسدت فسد سائر عمله رواه الطبراني



Amal pertama kali akan dihisab untuk seorang hamba di hari kiamat nanti adalah shalat. Maka apabila Shalatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya. Dan jika sholatnya buruk, rusaklah semua amalnya. (HR. Thabrani).



Lantas apakah maksud kata kata ‘shalaha’ dalam hadits di atas? Shalat baik yang bagaimana yang dapat menarik segala amal menjadi baik? Apakah shalat yang sekedar menggugurkan kewajiban lima waktu? Tentunya ada standard tertentu yang menjadikan sholat kita sebagai kunci segala amal ibadah, yaitu sholat yang seperti diajarkan oleh Rasulullah, seperti yang pernah dihimbaukan olehnya;



صلوا كما رأيتموني أصلي



Sholatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihat sholatku.



Artinya sholat yang baik itu adalah sholat yang memenuhi syarat sah, syarat wajib dan rukun sholat sebagaimana diwariskan Rasulullah saw secara turun temurun dari para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, hingga para mujtahid fiqih, para ulama dan guru-guru kita.



Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah


Selain syarat fisik tersebut yang menjadikan syahnya shalat secara formal, juga perlu diperhatikan unsure informal yang juga menjadi ukuran kwalitas shalat seseorang yaitu suasana hati yang khusu’. Karena seseungguhnya kekhusu’an itu berbuahkan kebahagiaan. Seperti janji Allah dalam dalam surah al-Mukminun 1-2



قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ



Sungguh berbahagia orang mukmin, yaitu mereka yang khusu’ dalam sholat.


Ungkapan kekhusu’an sholat ini sebenarnya telah diajarkan oleh para faqih semenjak kita takbiratul Ihram ketika membaca do’a iftitah


إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ



Sesungguhnya Shalatku, ibadahku (sembelihan), hidupku dan matiku hanya karena Allah Tuhan Semesta Alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan karena itulah aku diperintahkan dan aku termasuk orang yang berserah diri.



Begitu pentingnya kekhusyu’an karena, khusyu’ dalam sholat akan mengantarkan kita meraih subtansi, sehingga sholat kita lebih bermakna dan tidak sekedar menggugurkan kewajiban saja.
Jika demikian, adanya ketika kita telah berhasil shalat dengan khusu’ maka secara otomatis shalat kita akan beerfungsi sebagai filter diri atas berbagai tindakan kita. Sehingga apa yang difirmankan Allah dalam al-Ankabut ayat 29 akan terlaksana.



إن الصلاة تنهى عن الفخشاء والمنكر



Sesungguhnya shalat itu (dapat) mencegah perbuatan keji dan mungkar.



Hadirin Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia


Kekhusyu’an bukanlah hal yang mudah, khusyu’ dalam shalat memerlukan latihan dan latihan. Dikisahkan suatu ketika sahabat Ali Karramallahu Wajhah diuji kekhusyu’annya oleh Rasulullah saw dalam dua raka’at shalat, namun Sahabat Ali yang memiliki julukan ‘babul ‘ilmi’ hanya berhasil khusyu’ dalam satu raka’at.



Sesungguhnya khusyu’ itu adanya dalam hati. khusyu’ hanya dapat dirasakan dan sulit sekali untuk digambarkan dengan kata-kata. Mereka yang telah berhasil dalam khusyu’ mungkin takkan pernah dapat menceritakan dalam ungkapan kata. Namun mereka hanya dapat bercerita bahwa khusyu’ itu haruslah dilatih dan dibiasakan.



Seorang sufi agung pernah berkata, bahwa khusyu dalam shalat dapat dibagi menjadi tiga tingkat. Pertama tingkatan awam yang dalam shalatnya benar-benar memposisikan diri sebagai seorang hamba yang papa yang mengharapkan do’anya dikabulkan dan sangat memerlukan pertolongan dari Allah yang Maha Kuasa. Sholat dengan model khusyu’ semacam ini menurut kategorinya termasuk model sholat tingkat ta’abbud.



Tingkatan kedua adalah taqarrub yaitu kekhusyu’an yang melampaui tingkatan pertama. Mereka yang berada dalam posisi taqarrub dalam sholat hanya menginginkan keintiman dengan Allah swt. Mereka tidak lagi memperdulikan do’a-doanya. Karena mereka telah melihat dunia begitu hina. Sehingga tidak perlu lagi dikejar dan dipinta. Bahkan mereka merasa malu jika terus-terusan meminta dunia kepada Allah swt. Karena mereka hanya menginginkan kedekatan diri kepada-Nya.



Dan tingkatan ketiga adalah tawahhud yaitu kekhusyu’an dalam shalat yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Mereka memposisikan shalat sebagai media penyatuan diri kepada Allah swt. Yaitu sebuah proses ketika sifat kemanusiaan tersedot (majdzub) oleh sifat ketuhanan. Atau ketika sifat ketuhanan itu melebur sifat kemanusiaan, tidak ada lagi pemisah antara hamba dan Tuhannya.



Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah


Dari ketiga tingkatan shalat ini, tidak ada alasan lagi bagi seorang muslim untuk meninggalkan shalat tidak juga mereka yang mengaku wali ataupun yang benar-benar wali. Karena derajat seseorang tidak membebaskan mereka dari kewajiban shalatnya. Dan lebih dari itu, sesungguhnya melaksanakan shalat merupakan bukti penghargaan kita kepada Rasulullah saw. Bukti kegirangan dan kebahagiaan kita menyambut buah tangan Rasulullah saw dari Isro’ dan mi’roj.



Demikian khutbah jum’ah kali ini, semoga apa yang disampaikan ini bermanfaat bagi kita semua, amin.



بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ





Khutbah II



اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًاكِثيْرًا

.

اَمَّابَعْدُفَيااَيُّهَاالنَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ





Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar