Rabu, 26 Maret 2014

Kesulitan PKI Menghadapi NU



Kesulitan PKI Menghadapi NU

Para politisi dan akademisi sering melihat NU secara simplistik, sehingga membuat kesimpulan salah: oportunis, konservatif dan sebagainya. Dalam kenyataannya NU cukup lihai dalam berpolitik. Sikap politik yang rasional, lugas model PSI-Masyumi dengan mudah dilibas Bung Karno dan PKI.

Politik NU yang terpola menurut kaidah fiqhiyah justru berjalan lebih lentur, lihai dan lebih strategis. Karena itu walaupun masuk dalam lingkaran pemerintahan Presiden Soekarno, tetapi dalam masalah prinsip NU berani melawan pemimpin Besar itu.

Misalnya dalam penerapan kabinet kaki empat yang melibatkan PKI. Secara demokratis mestinya PKI harus diikutkan sebagai partai empat besar dalam Pemilu 1955, tetapi menurut pertimbangan agama dan politik hal itu akan menyulitkan, maka demokrasi dikesampingkan dan agama dan politik dimenangkan.

Tidak hanya menolak, tapi pada tahun 1957 NU mengusulkan solusi, sebagai jalan tengah dengan membentuk Dewan Nasional yang berfungsi sebagai penasehat untuk Dewan Menteri, juga membentuk Dewan Perencanaan Nasional, yang bertugas menggerakkan pembangunan. Akhirnya Bung Karno mengalah, dan mengikuti saran dari partai NU tersebut.

Demikian juga PKI yang dikenal sangat garang menghadapi lawan politiknya, terutama PSI dan Masyumi, sangat kesulitan dalam menghadapi NU. Selama sidang Konstituante PKI sangat salut dengan pikiran para politisi NU, tetapi partai ini juga gigih melawan langkah PKI.

Karena itu dalam pernyataannya Nyono tokoh PKI mengatakan bahwa NU sangat menyulitkan PKI. Dikatakan reaksioner, NU gigih melawan kapitalis, dikatakan burjuis tetapi sangat gigih membela buruh tani hingga dicintai rakyat. Apalagi dengan politiknya yang lentur, NU sangat disukai Bung Karno, sehingga banyak memberi nasehat politik pada Presiden dan menjadi pesaing PKI di istana.

NU ikut dalam Demokrasi Terpimpin Bung Karno tetapi dalam kekuasaan itu tidak bertopang dagu dan menikmati kekayaan, tetapi di sana berjuang keras, sendirian pula melawan hegemoni PKI. Ketika Masyumi telah pergi, sementara yang ada tinggal partai kecil, hanya NU yang besar dan berani mengambil langkah kritis kontroversial. []

(Abdul Mun’im DZ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar