Rabu, 26 Maret 2014

(Ngaji of the Day) Para Cendekiawan yang Dungu (Bagian 1)



Para Cendekiawan yang Dungu (Bagian 1)
Penulis: Ach. Fauzi MF.

Sejak iblis dikeluarkan dari surga, dendam kesumat untuk menyengsarakan Nabi Adam dan keturunannya tidak pernah lekang. Seperti yang telah dijelaskan oleh Allah dalam al-Qur’an yang artinya:
Artinya : Iblis menjawab : “Karena Engkau telah menghukum aku tersesat, maka aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (QS. Al-a’raf : 007: 16-17)

Sesumbar iblis ini tidak hanya ditujukan kepada keturunan Nabi Adam yang tidak memiliki ilmu pengetahuan, tapi juga ditujukan kepada orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan tinggi. Imam al-Ghazali dalam karyanya Ashnâful-Maghrûrîn menyatakan bahwa terdapat sebelas kelompok orang-orang alim yang telah masuk dalam perangkap iblis. Di antara sebelas kelompok itu adalah:

Pertama, orang-orang yang mendalami ilmu-ilmu syariat dan ilmu-ilmu yang lain tapi tidak menjaga dirinya dari perbuatan dosa dan ia mengabaikan ajaran-ajaran syariat. Mereka adalah orang-orang berilmu yang yang ilmunya tidak bermanfaat. Mereka mengira bahwa dirinya sudah memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah sebab ilmu yang telah mereka miliki. Mereka mengklaim tidak akan mendapat siksa dari Allah dan diperkenankan memberi pertolongan terhadap hamba-hamba yang sengsara di akhirat. Mereka juga mengira bahwa segala dosa dan kesalahannya tidak akan pernah diurus oleh Allah.

Penyebab utama seseorang terjerumus dalam kubangan kelompok ini adalah karena terlena dengan kemilau dunia. Mereka mengira bahwa ilmu yang mereka miliki bisa menyelamatkannya kelak di akhirat tanpa harus diamalkan. Orang-orang ini oleh Imam al-Ghazali diibaratkan seorang dokter yang mengobati pasiennya padahal dia sendiri sedang sakit. Sebetulnya ia bisa mengobati dirinya tapi enggan melakukannya.

Kedua, kelompok yang menekuni berbagai disiplin ilmu dan tekun mengamalkannya, namun mereka tidak meninggalkan sifat-sifat tercela, seperti sifat sombong, ingin disanjung, iri dengki, mencari popularitas, dan lain sebagainya. Mereka lebih cenderung menata aktivitas lahiriah tanpa menghiraukan batiniah. Padahal, bila hati kotor, aktivitas lahiriah menjadi kurang berguna. Ibarat seorang yang terkena penyakit borok. Dokter menyarankan agar menggunakan pengobatan luar dan dalam, tapi dia hanya menggunakan pengobatan luar, sehingga tampaknya dari luar sudah sembuh tapi sebenarnya virus penyakit itu masih bersarang kuat di dalam tubuhnya.

Faktor yang menyebabkan seseorang masuk dalam golongan ini adalah karena mereka tidak mengindahkan sabda Rasulullah swt yang menjelaskan bahwa sifat-sifat di atas memiliki dampak besar dalam kehidupan seseorang. Di antara Hadis-Hadis tersebut adalah sebagai berikut :

Artinya: Riya adalah syirik yang kecil
Artinya: Iri hati akan menghapus kebaikan laksana api yang melalap kayu bakar
Artinya: Gila harta dan kedudukan menumbuhkan kemunafikan dalam hati bagaikan air yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan

Ketiga, orang-orang yang tahu tentang sifat-sifat tercela dan faham akan akibatnya, tapi karena mereka bangga dengan ilmu yang dimiliki dan amal yang dilakukan, lalu mereka mengira sudah terlepas dari sifat-sifat tidak baik itu. Mereka merasa tidak layak untuk diuji dengan sifat-sifat itu. Mereka memiliki asumsi bahwa sifat-sifat itu hanya diperuntukkan sebagai ujian bagi orang-orang yang tidak berilmu.

Orang-orang semacam ini dianggap terpedaya oleh Imam al-Ghazali karena mereka mengira apa yang dilakukannya bukanlah kesombongan dan kecongkakan melainkan sebagai penegak agama dan penyebar ilmu pengetahuan. Mereka lupa bahwa sebenarnya iblis menertawakan mereka. Mereka juga tidak mengenang bagaimana sikap tawaduk (rendah hati) yang diekspresikan oleh Rasulullah dan para Sahabatnya.

Keempat, golongan yang memiliki ilmu pengetahuan dan menghiasi diri dengan nilai-nilai ibadah serta menjahui berbagai macam kedurhakaan. Mereka tekun ibadah dan tidak memiliki sifat-sifat tercela. Namun mereka tidak memperhatikan bahwa di relung hatinya masih tersisa tipu-daya setan yang bisa menghapus nilai-nilai baik yang telah mereka lakukan. Virus-virus kecil yang mampu menghancurkan nilai bakti yang besar itu adalah seperti terlintasnya rasa sombong ketika menghindar dari keramaian, menilai remeh orang lain, dan kadang-kadang memperbaik tatanan dirinya dengan tujuan agar tidak dinilai sebagai orang tertinggal, dan lain sebagainya. []

Sumber : Buletin Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan – Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar