Rabu, 30 Oktober 2013

Syeikh Nawawi Diarak Keliling Ka`Bah


Syeikh Nawawi Diarak Keliling Ka`Bah

 

Kemasyhuran dan nama besar Syeikh Nawawi al-Bantani kiranya sudah tidak perlu diragukan lagi. Melalui karya-karyanya, ulama kelahiran Kampung Tanara, Serang, Banten pada tahun 1815 M ini telah membuktikan kepada dunia Islam akan ketangguhan ilmu ulama-ulama Indonesia.

 

Tidak kurang dari 100 judul kitab berhasil digubah oleh Ulama Nusantara yang satu ini kesemuanya ditulisnya dalam bahasa Arab. Selain itu, Kiai Nawawi juga dikenal sebagai seorang yang sangat dicintai baik oleh para murid maupun sesama ulama di kota Mekkah. Kiai Hasyim Asy`ari yang juga merupakan salah seorang ulama yang sempat berguru kepada Syeikh Nawawi, seringkali meneteskan air mata jika mengenang keluhuran pribadi dan kedalaman ilmu gurunya itu.

 

Sementara para ulama di lingkungan Masjidil Haram sangat hormat kepada kealimannya. Bahkan ketika Syeikh Nawawi berhasil menyelesaikan karyanya Tafsir Marah Labid, para ulama Mekkah serta merta memberikan penghormatan tertinggi kepadanya.

 

Ketika kitab tafsir karya Kiai Nawawi diterbitkan, para ulama yang mengajar di Masjidil Haram berkumpul. Mereka sepakat bahwa menafsirkan 30 Juz Al-Qur'an bukan sekedar buah dari kemampuan seseorang, akan tetapi juga karunia yang diberikan oleh Allah. Oleh sebab itu pada hari yang telah ditentukan para ulama Mekah dari berbagai penjuru dunia mengarak Syeikh Nawawi mengelilingi Ka`bah sebanyak tujuh kali sebagai bukti penghormatan mereka atas karya monumentalnya itu.


Keberhasilan Sang Kiai menyelesaikan Tafsir Marah Labid ternyata bukan saja memberikan nuansa baru di kota Mekkah namun juga diyakini turut memantik perubahan kurikulum pesantren-pesantren Indonesia pada tahun 1888. Perubahan yang dimaksud adalah maraknya pengajian yang membacakan kitab-kitab tafsir, sebuah fenomena yang disinyalir tidak pernah dilakukan sebelumnya.

 

Selain di Indonesia, pengaruh Syeikh Nawawi juga mewarnai beberapa negara di sejumlah kawasan. Kitab-kitab beliau diajarkan di pondok-pondok pesantren terkemuka yang ada di Malaysia, Filipina dan Thailand. Bahkan di sejumlah negara Timur Tengah, kitab-kitabnya selalu dijadikan sebagai rujukan. []

 

(Rifki)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar