Kamis, 17 Oktober 2013

Dahlan: Mereka yang Tidak Basah di Kolam Oli


Mereka yang Tidak Basah di Kolam Oli

Senin, 14 Oktober 2013

 

Mungkinkah orang yang terjun ke kolam oli tidak terkena oli? Tidak mungkin. Itulah yang sering disangkakan siapa pun terhadap siapa pun.

 

Kalau kolam oli itu diartikan secara harfiah, logikanya memang “hil yang mustahal”, meminjam istilah lama almarhum Asmuni Srimulat. Tapi, dalam kehidupan sehari-hari kita masih bisa menyaksikan yang disangka mustahil itu. Bahkan, contohnya cukup banyak. Mahfud M.D. termasuk salah satunya.

 

Sejak lama saya kagum dengan integritas Pak Mahfud M.D. Kini kekaguman itu bertambah-tambah lagi. Terutama sejak ditangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Kita jadi tahu MK itu ternyata lembaga yang sangat basah. Bahkan basah oleh oli: calo, dagang perkara, dan sogok-menyogok. Bukan hanya oleh yang kalah pilkada. Bahkan juga oleh yang sudah menang pilkada sekalipun.

 

MK bisa disebut kolam oli karena pihak-pihak yang bersaing dalam pilkada semuanya ingin menang. Bukan hanya gengsi. Juga karena sudah telanjur habis-habisan.

 

Dari kenyataan itu kita juga jadi tahu betapa berat tekanan yang dialami Pak Mahfud selama menjadi ketua MK dulu. Terutama dalam menjaga integritasnya di tengah-tengah kolam oli seperti itu.

 

Tentu saya sangat kagum tidak hanya kepada Pak Mahfud. Tapi juga kepada orang-orang lain yang integritasnya tinggi. Terutama kepada mereka yang pada dasarnya berada di kolam oli, namun tidak terkena oli.

 

Dari mana orang bisa memiliki integritas” Tentu dari ujian-ujian. Orang bersih yang belum pernah diuji di dalam kolam oli belum bisa disebut teruji. Orang baru dikatakan punya integritas kalau sudah diuji. Kian berat ujiannya, bila lolos, kian tinggi integritasnya.

 

Pak Mahfud saya golongkan orang yang sudah mencapai integritas tinggi. Ini karena dia bukan baru sekali ini terjun ke kolam oli, tapi sudah berkali-kali. Setiap kali itu juga Pak Mahfud tidak ikut terlumur oli.

 

Misalnya waktu jadi menteri pertahanan. Bukankah seharusnya Pak Mahfud juga terciprat oli perdagangan dan percaloan senjata? Nyatanya tidak.

 

Maka, jangan hanya menyebut-nyebut nama Akil yang dianggap bobrok itu. Sebagai imbangan, ada baiknya kita juga sering menyebut nama Pak Mahfud yang bersih. Agar selalu ada hope dalam kehidupan ini. Masih banyak Mahfud-Mahfud lain di MK dan tempat-tempat penuh oli lainnya.

 

Tentu saya juga angkat topi pada penggiat antikorupsi. Juga kepada mereka yang tidak korupsi. Tapi, saya sungguh hormat kepada mereka yang pernah mendapatkan kesempatan berada di kolam oli, namun tidak terkena oli. Belum tentu mereka yang meneriakkan antikorupsi bisa terhindar dari oli ketika mereka diterjunkan ke kolam oli. Sudah banyak contohnya.

 

Di lingkungan BUMN tentu juga banyak contohnya. Saya pun sungguh kagum kepada orang seperti Ignasius Jonan, Dirut PT KAI. Kepada Dirut PT PLN Nur Pamudji yang akan dapat Anugerah Bung Hatta karena integritasnya. Kepada Dirut Bank Mandiri yang dulu Agus Martowardojo dan Zulkifli Zaini maupun Dirut yang sekarang Budi Sadikin. Kepada Dirut PT Permodalan Nasional Madani Parman Nataatmadja. Kepada Dirut PT Angkasa Pura I Tommy Soetomo. Kepada Dirut PT RNI Ismed Hasanputro. Kepada… masih banyak sekali Dirut BUMN yang tidak mungkin saya sebut satu-satu.

 

Mereka itu, sampai hari ini, tergolong orang yang berada di kolam oli. Tapi, mereka masih bisa menjaga dirinya dari cipratan oli. Tentu mudah bagi mereka yang tidak sedang berada di kolam oli tidak terkena oli. Tapi, sungguh istimewa mereka yang sedang berada di kolam oli yang bisa terhindar dari oli. Padahal, kadang oli itu sengaja diciprat-cipratkan dari luar.

 

Maka, logika umum “tidak mungkin orang yang diterjunkan ke kolam oli tidak terkena oli” belum tentu cocok untuk kasus di atas. Siapakah yang memberikan apresiasi kepada mereka? Tentu ada lembaga yang sudah mengapresiasi. Bahkan ada beberapa. Kita bersyukur untuk itu.

 

Yang juga menarik dalam banyak contoh di atas adalah ini: mereka tidak hanya bersih untuk dirinya. Tapi juga tergerak untuk membersihkan lingkungan dalamnya. Misalnya melalui contoh nyata dari atas. Melalui konsistensi. Melalui pembaruan sistem. Melalui pengawasan yang ketat. Juga terutama melalui pembaruan sistem pengadaan barang dan jasa.

 

Karena itu, saya senang sekali ketika bertemu dengan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo. Yakni saat beliau mengemukakan ide penyempurnaan sistem pengadaan barang dan jasa. Saya langsung meresponsnya.

 

Pak Hadi Purnomo mengatakan, penyelewengan akan mudah dilacak kalau pembayaran dari kontraktor ke subkontraktor dilakukan dengan sistem transfer bank. Tidak cash. Dengan transfer tidak hanya mudah dilacak. Juga membuat orang takut melakukan penyelewengan.

 

Dalam launching “Road Map BUMN Bersih” dua pekan lalu, saya pidatokan ide Ketua BPK itu. Bahkan, saya minta langsung diadopsi untuk tender-tender yang akan datang. Caranya begini. Sejak tahap aanwijzing, soal sistem pembayaran ini sudah harus dijelaskan kepada calon peserta tender. Dalam dokumen tender juga harus dicantumkan.

 

Dan jangan lupa harus ditulis juga dalam kontrak nantinya. Ke depan penyempurnaan sistem tender harus jadi agenda utama. Terutama dalam kaitannya dengan program pencegahan korupsi. Banyak komisi disalurkan lewat pembayaran kepada subkontraktor. Makanya, pemeriksa tidak akan bisa menemukan penyelewengan dari buku keuangan kontraktor utama.

 

Kalau usaha itu berhasil, kita akan memperoleh lagi kemajuan yang nyata. Kita sudah biasa memuji ketegasan beberapa negara dalam memberantas korupsi. Kini Indonesia pun mulai dipuji di luar negeri.

 

Waktu saya di Filipina, wartawan di sana mengatakan, “Indonesia hebat ya, siapa pun ditangkap.” Mereka mengucapkan itu dengan nada sambil mencibir negaranya sendiri. Hal senada terdengar di Thailand dan India. Rupanya, sudah menjadi kecenderungan manusia di negara mana pun: suka membanggakan negara lain seraya mencibir negaranya sendiri. (*)

 

Dahlan Iskan, Menteri BUMN

 

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar