Kamis, 24 Oktober 2013

(Ngaji of the Day) Qurban sebagai Obat Kesenjangan Sosial


Qurban sebagai Obat Kesenjangan Sosial

Oleh: Makmun Rasyid*

 

Kesenjangan sosial adalah ketidaksimetrisan, ketimpangan dan ketidakadilan sosial yang terjadi di masyarakat. Tugas berat yang diemban pemerintah saat ini dan kedepannya adalah ketidakadilan sosial, pemerintah harus berusaha maksimal dalam menurunkan angka kemiskinan sebagai salah satu faktor kesenjangan sosial.

 

Pada dasarnya perbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin tetap akan ada, sistem ekonomi apapun tidak mampu menghilangkan perbedaan itu menjadi persamaan, namun usaha mengurangi dan memperkecil jumlah kemiskinan menjadi sebuah keniscayaan.

 

Qurban merupakan salah satu obat kesenjangan sosial, qurban pada dasarnya berakar dari jejak tiga manusia besar, Nabi Ibrahim dan Hajar serta anak semata wayang Ismail. Perintah qurban merupakan perintah teristimewa dan teramant berat yang dimana belum pernah terjadi kepada nabi-nabi sebelumnya.

Ketersambungan ikatan garis lurus vertikal dan horizontal dalam kehidupan masyarakat terletak pada saat berqurban. Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak Baijuri menyatakan qurban pada Hari Raya Idul Adha mampu menumbuhkan implikasi sosial dan kebersamaan di masyarakat (Antaranews.com, 26 Okt 2012).

 

Perintah qurban merupakan kehendak Tuhan untuk menguji Nabi Ibrahim yang dikenal taat terhadap perintah Tuhan, ujian ini berawal disaat Nabi Ibrahim mendengar ucapan-ucapan kaumnya - manusia dermawan, seketika itu Nabi Ibrahim mengatakan jangankan harta benda yang harus didermakan demi mengabdi kepada-Nya, andaikata aku mempunyai seorang anak lalu Tuhan memerintahkan untuk berqurban niscaya aku akan melaksanakan dengan penuh keikhlasan.

 

Lahirlah anak lucu yang bernama Ismail, selang beberapa waktu perintah Tuhan datang melalui mimpi, mimpi tersebut mulanya diragukan Nabi Ibrahim, namun keraguan itu berubah dengan keyakinan yang mantap dan penuh kepasrahan kepada-Nya, tatkala Ismail hendak disembelih Tuhan mengutus malaikat Jibril untuk menggantikannya dengan seekor domba. Peristiwa ini diabadikan dalam bentuk anjuran penyembelihan binatang ternak yang kita kenal dengan qurban.

 

Tradisi dan budaya berqurban tidak hanya dikenal dalam agama Islam, agama-agama lainnya pun mengenal tradisi demikian, namun tradisi berqurban agama Islam dengan agama lainnya berbeda. Tradisi qurban dalam Islam tidak dengan menyiramkan darah binatang sembelihan ke tempat peribdatan dan dagingnya di lempar ke pintu, namun keikhlasan dalam berqurban itulah yang diserahkan kepada-Nya sementara dagingnya diberikan kepada para fakir miskin (Qs. Al-Hajj 28).

 

Dengan demikian, maka qurban tersebut mengandung unsur ketuhanan dan kemanusiaan. Dimensi ketuhanan diaplikasikan dengan bertakwa kepadanya sedangkan dimensi kemanusiaan diaplikasikan dengan membagi daging kepada para fakir miskin. Hubungan kedua unsur diatas merupakan terapi psikologis kaum fakir miskin dan mengurangi angka kemiskinan serta kesenjangan sosial lainnya.

 

* Mahasiswa Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al-Hikam Depok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar