Selasa, 29 Oktober 2013

BamSoet: Bunda Putri dan Perppu MK

Bunda Putri dan Perppu MK

Oleh Bambang Soesatyo

“Publik sulit memercayai bahwa alat-alat kelengkapan negara tak mampu menghadirkan sosok Bunda Putri”

PEMERINTAH saat ini tak kredibel untuk menerbitkan perp­pu atas nama ke­penting­an apa pun selama be­lum bisa mengha­dir­kan Bun­da Putri un­tuk memberi klarifikasi tentang ke­mam­puan mengintervensi kabinet. Di tengah pertanyaan publik tentang peran Bunda Putri, pe­merintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

Penerbitan perpu itu merespons guncangan di MK setelah penahanan Akil Mochtar atas dugaan suap menangani gugatan pilkada. Adakah jaminan perppu itu bebas dari kepentingan sekelompok orang? Ketidakyakinan itu mengacu sepak terjang Bunda Putri yang tergambarkan dari rekaman pembicaraan telepon di Pengadilan Tipikor Jakarta, saat menyidangkan perkara suap impor daging sapi.

Kisah peran Bunda Putri itu diperkuat kesaksian Luthfi Hasan Ishaaq. Presiden SBY  telah mem­­bantah kesaksian itu, dan berjanji menghadirkan perempuan itu dalam 2-3 hari, termasuk dengan mengerahkan intelijen dan Polri. Namun ketidakmampuan para pembantu Presiden menghadirkan Bunda Putri hingga batas waktu dijanjikan mereduksi kualitas bantahan presiden.

Publik sulit memercayai bahwa alat-alat ke­leng­kapan negara tak mampu menghadirkan sosok Bun­da Putri. Publik akhirnya pun yakin ada yang me­lindungi perempuan ini. Tentu saja sang pelindung sangat berkuasa, sehingga para pembantu Presiden sekali pun tak berani atau enggan ''menyentuh'' sosok perempuan tersebut.

Publik telanjur yakin Bunda Putri adalah salah satu pentolan kartel daging impor, karena dia mampu mengondisikan para perumus kebijakan impor daging sapi pada tingkat kabinet. Bila untuk urusan daging sapi saja pemerintah lebih mendengar aspirasi kartel dan tidak peduli kepentingan rakyat, bagaimana mungkin patut menerbitkan perppu pembenahan MK?

Maka, kendati sudah diterbitkan, Perppu No.1/2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang ñundang (UU) No.24/2003 tentang MK itu sama sekali tidak kredibel, karena penerbitnya sendiri sudah tidak kredibel lagi.

Sangat Dipaksakan

Selain tidak kredibel, penerbitan perppu itu amat sangat dipaksakan. Tujuannya menciptakan kegaduhan baru politik untuk mengalihkan perhatian publik dari sejumlah persoalan hukum yang diduga melibatkan unsur-unsur kekuasaan atau istana kepresidenan.  Selain persoalan Bunda Putri, masih ada penanganan beberapa kasus yang belum membuahkan kemajuan.

Sebut saja suap yang melibatkan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini. Diyakini Rudi tidak bermain sendiri. Itu sebabnya, penyidik KPK bisa menemukan uang 200 ribu dolar AS di ruang Sekjen Kementerian ESDM. Penyeli­dikan kasus Rudi seharusnya diarahkan ke atas, karena deal-nya dimulai dari sana.

Bila sudah terjadi kebisingan politik, publik bisa saja tak akan mempergunjingkan lagi sepak terjang Bunda Putri, atau mempertanyakan kelanjutan penanganan kasus Rudi. Sudah bisa diantisipasi bahwa mayoritas anggota DPR menolak perppu dan ada gejolak. Perhatian publik pun tentu mengarah ke parlemen sehingga lambat laun orang melupakan isu Bunda Putri dan masalah lain.

Sejak awal, niat membenahi MK lewat penerbitan perppu dinilai tidak logis. Alasan utamanya,  semua lembaga tinggi negara itu setara. Karena itu, pembuatan instrumen hukum dan perundang-undangan untuk membenahi MK harus dalam kerangka kesetaraan itu. Pemerintah tak boleh bertindak semaunya, tanpa mengindahkan wewenang legislatif dan yudikatif.

Untuk memulihkan wewenang dan citra MK, semua pihak telah diimbau mengacu dulu pada UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Pemaksaan penerbitan perppu  tentang perekrutan dan pengawasan hakim konstitusi, sama artinya menghilangkan independensi MK. Perppu itu menempatkan MK di bawah kontrol dan pengendalian pemerintah.

Bagi masyarakat awam pun, kontruksi itu terlihat tidak logis karena pemerintah sebagai pihak yang melaksanakan konstitusi justru ikut mengontrol dan mengendalikan MK sebagai pengawas dan penguji konstitusi. Dengan begitu, perppu pembenahan MK bukanlah solusi bijak.

Pemerintah seharusnya menahan diri untuk tidak ikut-ikutan mengebiri MK. Begitu diterbitkan, Perppu dimaksud langsung terlihat kelemahannya. Misalnya, Perppu itu memberi kekuasaan kepada Komisi Yudisial (KY) membentuk panel ahli untuk menguji kelayakan dan kepatutan calon hakim konstitusi.

Belum lagi soal penetapan standar etika bagi hakim konstitusi. Mahkamah Konstitusi sudah berinisiatif membentuk dewan etik untuk mengawasi hakim konstitusi. Perppu pembenahan MK pun menetapkan pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi (MKHK), untuk peran yang sama.

Terlihat sangat jelas bahwa di sela-sela proses membenahi MK, ada kemungkinan terjadi kega­duh­an politik yang bisa berlarut-larut. Realitas itu seperti direkayasa mengingat ada yang ingin me­nunggangi kemarahan publik atas kasus di mahkamah tersebut. Kegaduhan itulah yang dimanfaatkan se­demikian rupa untuk mengalihkan perhatian publik dari sejumlah isu panas yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi penguasa. (10)

Harian Suara Merdeka – Bambang Soesatyo, anggota Komisi III DPR, Presidium Nasional KAHMI



Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar