Kamis, 12 September 2013

(Ngaji of the Day) Stop Menggunjing!


Stop Menggunjing!

Oleh: Zainuddin Rusdy

 

Sudah maklum, kalau lidah itu tidak bertulang. Pemiliknya bisa saja dengan mudah menggunakan semau hatinya tanpa ada kesulitan sedikitpun. Bahkan, pada saat tertentu lidah itu bisa menjadi lebih tajam daripada pedang yang selalu diasah setiap hari. Dengan lidah, kita bisa menyampaikan maksud hati dengan mudah dan dengan lidah pula kita gampang terjebak pada perbuatan yang diharamkan, seperti ghibah atau menggunjing.


Imam al-Ghazali dal Ihya’ Ulumiddin menjelaskan panjang lebar masalah ghibah. Menurutnya, ghibah atau menggunjing adalah membicarakan seseorang tentang hal yang tidak disukainya seandainya ia mendengar. Rasulullah SAW menjelaskan maksud ghibah dalam sebuah Hadisnya, “Tahukah kalian apa ghibah itu?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi SAW bersabda, “Kamu menyebut saudaramu dengan hal yang tidak disukainya.” Ditanyakan, “Bagaimana jika apa yang aku katakana itu ada pada diri saudara itu?” Nabi SAW menjawab, “Jika apa yang kamu katakan itu ada pada dirinya, maka sungguh kamu telah menggunjing, dan jika tidak ada pada dirinya, maka kamu telah menyebutkan hal yang dusta tentang dirinya.” (HR. Muslim).


Di dalam al-Qur’an Allah SWT mengumpamakan orang yang menggunjing sebagai orang yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati, atau dengan kata lain memakan bangkai saudaranya. “Dan, janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seseorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. al-Hujurat [49]:12).


Imam al-Qurthubi dalam al-Jami’ lil Ahkamil-Qur’an menyebutkan bahwa Allah SWT mengumpamakan ghibah dengan memakan mayat, sebab mayat tidak mengetahui tubuhnya dimakan, seperti halnya orang yang digunjing tidak mengetahui gunjingan tentang dirinya. Ibnu Abbas mengatakan, “Allah membuat perumpamaan ini untuk ghibah, sebab memakan tubuh mayat hukumnya haram dan menjijikkan. Begitu pula ghibah, hukumnya haram dan menjijikkan bagi manusia.”


Menggunjing termasuk pekerjaan yang sangat dilarang dalam Islam kecuali ada penyebab yang memperbolehkannya. Ghibah bisa terjadi karena didorong beberapa faktor, seperti berkumpul dengan orang-orang yang suka menggunjing, iri dengki, sombong, mengejek dan kurangnya ilmu agama pada dirinya.


Menurut Imam al-Ghazali, tindakan yang harus diambil untuk mencegah lisan dari ghibah adalah dengan selalu mengingat azab yang akan ditimpakan oleh Allah pada pelakunya dan dengan mengingat aib yang ada pada diri kita sendiri, kemudian berusaha untuk memperbaikinya. Apabila kita tidak senang ketika kejelekan kita dibicarakan, begitu pula dengan orang lain.


Menggunjing yang Diperbolehkan

 

Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa menggunjing diperbolehkan hanya dalam enam masalah.


Pertama, mengadukan kezaliman. Seseorang yang dizalimi boleh mengadu kepada penguasa atau hakim untuk memperoleh keadilan dari pihak yang menzaliminya. Nabi SAW bersabda dalam sebuah Hadis yang muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah, “Sungguh orang yang benar berhak mengadukan tuntutannya.”


Kedua, meminta pertolongan untuk mencegah orang yang bermaksiat. Ia boleh berkata, “Fulan telah bertindak begini, maka cegahlah!” Namun, apabila tujuannya bukan demikian, maka hukum pengaduannya haram.


Ketiga, memohon fatwa. Seperti berkata kepada hakim, “Fulan telah menzalimiku. Apakah hal itu boleh dilakukannya?” Demikian diperbolehkaan seperti yang telah dilakukan oleh Hindun binti Utbah ketika mengadukan perlakuan suaminya yang pelit kepada Nabi SAW, dan Nabi SAW tidak menegurnya.


Keempat, mengingatkan orang Islam dari bahaya. Hal ini bisa terjadi dalam beberapa kasus. Seperti mengkritik perawi Hadis, saksi, atau penulis. Ini diperbolehkan, bahkan hukumnya wajib karena dalam rangka menjaga syariat.


Kelima, ketika ada orang yang memamerkan kemaksiatannya tanpa ada rasa malu dan biasa saja dicela, maka boleh menyebut tindakannya itu.


Keenam, menyebut identitas. Ketika seorang terkenal dengan julukan jelek dari aibnya, maka boleh menyebut identitas dengan julukan tersebut. Namun hukumnya haram apabila menyebutkan julukannya dengan bertujuan meremehkan. Bila mungkin, menyebutkan identitas selain julukannya.


Tanpa ada keenam penyebab ini, maka ghibah hukumnya haram, dan pelakunya wajib secepatnya menyesali dan bertaubat atas ghibah yang dilakukan, agar ia terbebas dari ancaman Allah SWT, kemudian meminta pembebasan (ishtihlal) dari orang yang digunjing untuk memaafkannya. (Ihya’ Ulumiddin).


Sumber: Buletin Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan – Jawa Timur, Edisi 68, Halaman 106 – 107.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar