Jumat, 13 September 2013

(Ngaji of the Day) Etika Perjodohan


Etika Perjodohan

 

Islam merupakan salah satu agama yang suka memberi tuntunan hidup. Hidup tanpa aturan dalam kondisi tertentu bisa melahirkan benturan di sana-sini. Memang tidak setiap hal diatur. Dalam sejumlah hal, Islam memberikan keleluasaan pemeluknya untuk mengatur.


Namun begitu, Islam tidak mengatur sepenuhnya dalam satu urusan. Misalnya saja perjodohan. Artinya, Islam tidak mengatur anak lurah harus kawin dengan siapa. Selain kedudukan lurah di zaman Rasul belum ada, tetapi juga Islam hanya memberikan garis-garis umum saja dalam hal ini.


Perjodohan umumnya dilakukan oleh orang tua. Mereka kerap menjodohkan anaknya dengan seseorang yang dinilainya pantas mendampingi anak mereka. Tentu saja niat mereka baik. Mereka tak ingin melihat anak mereka seumur hidup didampingi pria mata keranjang, suka main tangan, atau segala macam perilaku setan pada umumnya.


Sedikit rambu-rambu perlu diperhatikan. Orang tua perlu meminta izin anak gadisnya untuk dijodohkan seseorang. Ini diperlukan untuk membahagiakan hatinya. Untuk anak yang sudah menjanda, orang tua wajib meminta persetujuan sang anak.


Ahmad bin Hijazi Al-Fasyani dalam kitab Mawahibusshomad memberi catatan penting. Perjodohan ini tidak sampai melahirkan perseteruan antara orang tua dan anak.


واعلم انه لابد من عدم العداوة الظاهرة بينها وبين الأب والجد


“Ketahuilah, (dalam perjodohan ini) tidak boleh ada permusuhan lahir antara anak gadis dan ayah atau kakeknya.”


Karenanya, orang tua harus memperhatikan jawaban sang anak. Diamnya sang gadis merupakan sebuah jawaban yang jelas-jelas menerima perjodohan orang tuanya. Hal ini didasarkan pada hadis Rasul SAW yang dikutip Ahmad Hijazi dalam kitab yang sama.


البكر تستأمر وإذنها سكوتها

“Gadis itu perlu dimintakan pendapatnya. Jawaban persetujuannya dinilai dari diamnya,” HR Muslim.


وسواء أضحكت أم بكت الا اذا بكت مع صياح وضرب خد فإن ذلك يشعر بعدم الرضا


“Gadis itu, lanjut Ahmad Hijazi, setuju tawaran orang tuanya dinilai dari senyumnya atau menangis haru. Namun, kalau anak gadisnya menangis yang disertai teriak histeris atau memukul pipi, maka itu menunjukkan sang gadis tidak ridho dengan tawaran orang tuanya.”


Kalau tidak ridho, gadis itu seumur hidup bisa menyesali putusan orang tuanya. Tentu saja ini dapat merusak hubungan keduanya meskipun setiap lebaran sang anak berikut anak menantunya bertandang ke rumah orang tuanya. Dan tentu saja kerusakan hubungan orangtua-anak tidak menghalangi sang gadis beranak-pinak dengan suami pilihan orang tuanya. Wallahu A'lam. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar