Rabu, 23 April 2014

Mutawakkil: Amal Publik Vs Dosa Publik



Amal Publik Vs Dosa Publik
Oleh: M Hasan Mutawakkil Alallah

DALAM sebuah diskusi publik di Jakarta (3/4/2014), Jusuf Kalla memberikan pernyataan menarik tentang pentingnya politik sebagai medan jihad sosial. Itu bisa terjadi, menurut dia, jika neraca amal publik seorang politikus lebih besar daripada neraca dosa publiknya.

Kalla menyatakan, ''Amal publik yang lebih besar daripada dosa publiknya membuat seseorang (politikus) selalu dielu-elukan masyarakat. Itu tentu berbeda dengan orang yang memiliki banyak dosa publik. Tapi, kita tidak bisa mengklaim seseorang layak atau tidak. Kita hanya bisa melihat apa yang sudah dibuatnya untuk bangsa.''

Pernyataan mantan wakil presiden tersebut menarik ditelaah lebih lanjut di ujung hiruk pikuk politik menjelang pemilu legislatif 9 April 2014. Akhir-akhir ini, publik memandang politik pasti kotor. Begitu mendengar istilah politik, kesadaran kebanyakan di antara kita langsung tertuju pada pemahaman bahwa politik merupakan ajang konflik, panggung perseteruan, serta medan aktualisasi kepentingan individual politisi atau partai politik.

Pokoknya, dalam pemahaman publik, hampir tidak ada kebaikan yang ditempelkan kebanyakan di antara kita kepada politik. Politik dipahami masyarakat tidak memberikan banyak keuntungan dan manfaat kepada mereka. Masyarakat mendasarkan pemahaman tersebut pada perilaku sejumlah oknum politikus. Perilaku sejumlah politikus itu terlalu berorientasi pada kepentingan personal, atau maksimal kelompok tertentu, daripada kepentingan bersama.

Terlepas dari kasus per kasus tersebut, publik harus diingatkan bahwa politik memegang peran penting untuk menebar kebajikan bersama. Politik akan melahirkan individu pemegang jabatan, mulai legislatif hingga eksekutif. Bahkan, jabatan yudikatif kini harus melalui proses politik, meski dengan skema yang berbeda dengan legislatif dan eksekutif.

Menjadi pemegang kekuasaan publik seperti anggota legislatif, eksekutif, dan bahkan yudikatif memiliki peran besar untuk menanam kebajikan yang diperluas. Sebab, kehidupan bersama kita, antara lain, ditentukan kebijakan yang lahir dari proses politik tersebut. Karena itu, jabatan publik menjadi medan penyebaran kebajikan yang diperluas. Konsep kebajikan yang diperluas itulah yang disebut Kalla dengan istilah ''amal publik''.

Dalam kaitan ini, saya pun harus mengutip hadis Nabi Muhammad SAW berikut: Khoirunas anfa'uhum linnas. Artinya, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Salah satu maksud hadis itu, semakin tinggi tingkat kemanfaatan seseorang, semakin baik seseorang itu di mata Allah SWT dan manusia. Semakin luas nilai kemanfaatan seseorang, semakin tinggi pula derajat pahalanya. Intinya, derajat kemanusiaan bisa diukur dari nilai kemanfaatan yang diberikan kepada umat manusia.

Nah, politik memberikan ruang yang lebih luas kepada seseorang untuk menebar kebajikan bersama. Kalau selama ini seseorang hanya bisa memberikan manfaat kepada 10 orang, dengan menjadi politikus atau pemegang kekuasaan publik, dia akan bisa memberikan kebajikan kepada jutaan warga Indonesia melalui kebijakan politik yang dilahirkan.

Tentu, kebajikan bersama itu juga akan memberikan manfaat balik. Masyarakat juga akan mendoakan politikus atau pemegang jabatan publik tersebut. Sanjungan dan pujian menjadi awal lahirnya doa yang akan mereka berikan kepada politikus dan atau pemegang jabatan publik tersebut. Doa memperkuat kebajikan bersama itu.

Karena itu, politik dalam kaitannya dengan penunaian tugas untuk menentukan kepemimpinan (nasbul ri'asah) penting dipahami dan disadari bersama. Karena kepemimpinan politik menentukan nasib kehidupan bersama, menggunakan hak pilih pada hakikatnya merupakan keikutsertaan untuk menentukan pemimpin.

Sebagai konsekuensi pentingnya kepemimpinan politik, penunaian tanggung jawab dan kewenangan publik wajib dilakukan pejabat politik dengan penuh amanah. Bila tanggung jawab dan kewenangan publik itu dilakukan dengan niat serta cara yang benar, praktik politik dalam menunaikan tugas dan kewenangan publik tersebut termasuk ibadah.

Meski politik sangat berperan untuk menebar kebajikan yang diperluas, harus pula diingatkan bahwa politik bisa pula menjadi kanal penebar keburukan dan kejahatan. Kewenangan besar yang dimiliki pemegang kekuasaan publik sebagai hasil proses politik segera berubah menjadi bencana bagi publik jika tidak ditunaikan secara baik dan benar. Itulah yang disebut Jusuf Kalla dengan konsep ''dosa publik''.

Bila dibaca dari kacamata nasbul ri'asah tersebut, penodaan atas tanggung jawab dan kewenangan publik adalah penodaan pula terhadap prinsip, semangat, dan nurani publik. Penunaian jabatan serta tanggung jawab publik dengan niat dan cara yang salah juga merupakan perbuatan sia-sia yang tidak disukai agama.

Karena itu, tugas kita bersama adalah jangan memperbesar ''produk gagal'' politik. Kita perlu menggunakan hak suara yang kita miliki secara baik dan benar sesuai dengan nilai idealisme kebangsaan, kenegaraan, serta keagamaan yang kita cita-citakan bersama. Kecerobohan, kesembronoan, atau bahkan kesalahan dalam menjatuhkan pilihan hanya akan memperbesar ''produk gagal'' politik yang dimaksud.

Bila itu terjadi, ''produk gagal'' politik tersebut tidak bisa dihindari. Salah satu ciri ''produk gagal'' politik yang dimaksud adalah tidak terampilnya atau bahkan buruknya perilaku politik politisi saat menjalankan tugas serta kewenangan publik. Wujudnya, tidak sedikit politikus yang akan lahir dari proses demokrasi itu tampil dengan praktik buruk dan jahat. Misalnya, korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Pengalaman memberikan pelajaran penting bahwa neraca amal publik tidak boleh dikesampingkan dalam memilih calon pemimpin negeri ini. Jangan korbankan negeri ini dengan melakukan pemilihan politik tanpa melihat pentingnya neraca tersebut. Terpilihnya calon pemimpin yang mengalami pailit amal publik hanya akan mempercepat tercetaknya ''produk gagal''. Ujungnya, ''dosa publik'' akan semakin tampak kuat dalam panggung politik negeri ini. Akhirnya, besar tekor daripada untung untuk berkembangnya kebajikan bersama. []

JAWA POS, 05 April 2014
M Hasan Mutawakkil Alallah ; Ketua Tanfidziyah PW NU Jatim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar