Jumat, 04 April 2014

(Tokoh of the Day) Prof. KHR. Fathurrahman Kafrawi, Karangkajen - Yogyakarta



Prof. KHR. Fathurrahman Kafrawi, Menteri Agama Kedua dari NU



Dari beberapa nama para tokoh Nahdlatul Ulama (NU), yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama (Menag), mungkin orang inilah yang dapat dikatakan paling singkat menjabatnya.

Tercatat di daftar nama-nama Menteri Agama, Prof. K.H.R. Fathurrahman Kafrawi, pernah menjabat sebagai Menag selama kurang lebih sepuluh bulan (2 Oktober 1946 - 26 Juli 1947). Jabatan tersebut diembannya dalam Kabinet Syahrir III, dimana ia menggantikan Menag sebelumnya, H.M Rasjidi. Sebagai orang NU, dia juga orang yang kedua menjabat Menag, setelah KH Wahid Hasyim.

Meskipun cukup singkat, namun Fathurrahman dapat membenahi struktur organisasi di kementerian yang ia pimpin. Selain itu, ia juga memperbaiki peraturan-peraturan yang terkait dengan Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk (NTR) yang ditetapkan dalam UU. No. 22 Tahun 1946. Di dalam peraturan tersebut, menertibkan posisi penghulu, modin, dan sebagainya.

Kebijakan lain, yang diambil pada masa Fathurrahman, yakni menyangkut pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Pada saat itu, mata pelajaran (mapel) agama memang telah berhasil dimasukkan ke sekolah-sekolah umum negeri dari tingkat Sekolah Rakyat hingga Sekolah Menengah Atas. Namun, pada kenyatannya nilai mapel agama tidak mempengaruhi kenaikan kelas alias tidak dipentingkan. Setelah melalui proses, pada masa Fathurrahman ini, pendidikan agama dan budi pekerti akhirnya wajib diberikan di sekolah umum.

Kontribusi lain Fathurrahman ketika menjabat sebagai Menag, yakni tentang Maklumat Kementerian Agama No. 5 Tahun 1947. Keputusan ini muncul untuk menengahi permasalahan yang muncul setiap tahun, yakni tentang penetapan awal dan akhir Ramadhan. Fathurrahman menyadari hal tersebut, dan mengeluarkan kebijakan yang sampai sekarang masih rutin diselenggarakan oleh Kementerian Agama.

Selain pernah menjabat sebagai Menag, Fathurrahman yang lahir di Tuban (Jawa Timur) pada 10 Desember 1901, juga pernah menjadi Wakil Ketua Konstituante (1957-1959) dan anggota MPRS sebagai wakil Karya Ulama. Karirnya yang bagus di bidang politik itu diimbangi dengan karirnya yang beragam, seperti pendidikan dan sosial masyarakat.

Keragaman itu mungkin didapat dari latarbelakang kehidupan Fathurrahman yang juga penuh dengan warna. Meskipun lahir dari kalangan NU, yakni dari pasangan Kiai Kafrawi dan Aisyah, dirinya tak sungkan bergaul dengan teman dari aliran lain. Bahkan istrinya, Buchainah, berasal dari kalangan Muhammadiyah, meskipun setelah menikah dengannya kemudian bergabung menjadi pengurus Muslimat Yogyakarta.

Di kota Gudeg ini, namanya diabadikan sebagai salah satu nama gedung di sebuah kampus Islam swasta ternama. Ia dianggap telah berjasa merintis berdirinya kampus tersebut bersama tokoh NU lain, Prof. K.H.R. Muhammad Adnan. Di kurun waktu itu pula, ia berhasil merintis lahirnya Perpustakaan Islam dan Poliklinik NU di Yogyakarta.

Pribadi Sederhana nan Moderat

Dalam mengenyam pendidikan, Fathurrahman selain pernah nyantri di Jamsaren Solo, juga pernah merasakan pendidikan di Makah dan Mesir (sepuluh tahun). Sewaktu di Al-Azhar Mesir, ia aktif dalam berbagai kelompok mahasiswa Indonesia di Mesir, di antaranya adalah Jamaah al-Khairiyah al-Talabiyah al-Azhariyah al-Jawiyah. Di organisasi itu ia pernah menjadi ketua.

Usai belajar di Mesir, dia melanjutkan pendidikan di Leiden Belanda. Kemudian, selama satu tahun ia belajar di Prancis dan Inggris. Maka tak heran, kalau Fathurrahman dikenal menguasai berbagai macam bahasa asing.

Namun, dari ketinggian derajat pendidikan yang ia dapatkan tak membuat ia menjadi besar hati. Dia dikenal sebagai figur yang sederhana dan dekat dengan rakyat kecil. Salah seorang putranya menceritakan bahwa jika pulang dari sidang-sidang MPRS, ayahnya selalu ikut kereta api dan menyempatkan diri berbincang-bincang dengan penumpang lainnya, menyangkut masalah-masalah sosial.

Di samping itu ia juga dikenal sebagai pribadi yang menghargai perbedaan pendapat, bahkan dari berbeda agama sekalipun. Seringkali seorang pastor datang ke rumahnya untuk membicarakan masalah sosial keagamaan.

Fathurrahman Kafrawi, menghembuskan nafas terakhirnya pada 2 September 1969, pada usia 68 tahun. Ia dimakamkan di Karangkajen, Yogyakarta. Ia meninggalkan seorang istri, Buchainah binti Hisyam, serta lima orang anak : Salladin, Latifah Hanum, Kamal Hidayat, Djalaluddin Fuad, dan Liliek Amalia. []

(Ajie Najmuddin)

* Disarikan dari buku Akh. Minhaji dan M. Atho Mudzhar, Prof. K.H. Fathurrahman Kafrawi: Pengajaran Agama di Sekolah Umum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar