Selasa, 11 Februari 2014

(Ponpes of the Day) Pondok Pesantren Raudlotul Qur'an, Bogor - Jawa Barat



Pondok Pesantren Raudlotul Qur’an, Bogor – Jawa Barat
Pondok Terpencil Dengan Prestasi Nasional



Di lereng gunung Salak dan Gunung Gedhe, suasana pedesaan yang kental, jauh dari keramaian kota tanpa polusi udara maupun polusi suara, tepatnya di kampung Padurenan, desa Ciburayut, kecamatan Cigombong, kabupaten Bogor, Jawa Barat, akan kita temukan keasyikan sekelompok santri usia 15-30 tahunan, asyik bertadarus al-Qur’an tanpa melihat mushaf. Setelah dekat dan berkumpul dengan mereka yang sedang bertadarusb al-Qur’an itu kita akan mengetahui ternyata  mereka adalah para santri hufadz dari salah satu pesantren yang ada di negeri ini. Pondok Pesantren Raudlotul Qur’an(PPRQ). Nama itu diberikan oleh hadlorotussyaikh KH. Mufid Mas’ud (Pendiri Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta, untuk pesantren yang diasuh oleh HM. Farhan Usman, dengan program tahasus li tahfidzil Qur’an (Program pokoknya menghafal al-Qur’an).

Meski berada di daerah yang terpencil. Kita akan merasa takjub kala melihat prestasi yang telah diukir oleh PPRQ diusianya yang menginjak tahun ke-23 ini, mereka telah menorehkan berbagai prestasi di tingkat Kabupaten, Propinsi, bahkan Nasional cabang tahfidz (hafalan al-Qur’an) maupun tafsir al-Qur’an bahasa Arab maupun bahasa Inggris.

Keberadaan PPRQ tak bisa lepas dari Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta (PPSPA). Selain pengasuhnya HM. Farhan Usman adalah salah satu alumni PPSPA, beliau juga utusan KH. Mufid Mas’ud (Pendiri PPSPA) untuk menjadi ustadz di Bogor demi pengembangan Islam dan lebih khusus pengembangan penghafalan al-Qur’an.

Kawah candra dimuka bagi calon Hafidz dan Hafidzoh

Memasuki kota Bogor bagi orang luar kota tentu akan bingung mencari PPRQ, sebab memang PPRQ terletak di lereng gunung Salak dan gunung Gedhe dengan udara yang masih sangat  sejuk jauh dari kebisingan kendaraan bermotor maupun pengapnya cerobong pabrik dan knapot kendaraan bermotor. KAlau kita ingin sampai ke PPRQ dari kota Bogor kita dengan kendaraan umum kita harus mencari kendaraan Jurusan Cicurug atau Sukabumi. Ketika sampai di stasiun Cigombong kita (dari kota Bogor setelah Lido, masuk kurang lebih 5 kilo meter lagi (bila kita menumpang kendaraan umum dari sini kita bisa langsung naik ojek dan tukang ojek sudah mengenal PPRQ), dari jalan Raya Bogor –Sukabumi pertigaan stasiun Cigombong sampai di Kampung Paduren, Kelurahan Ciburayut, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor jalan sudah diaspal oleh pemda. Sampai di PPRQ kita akan takjub dengan bangunan yang mirip dengan villa dengan pemandangan yang mengasikkan.

Penduduk kampung Padurenan sebagian besar adalah petani tradisioanal. Daerah Padurenan merupakan daeerah yang subur. Seperti pada umumnya masyarakat pedesaan yang masih sederhana, masyarakat PPRQ demikian juga keadaannya. Namun untuk masalah kehidupan beragama mereka sangat religious, bahkan cenderung fanatic. Sebagai contoh sekitar tahun 1987 masyarakat yang mempunyai radio bisa dihitung dengan jari tangan, sampai sekarangpun masjid-masjid di sekitar PPRQ belum mau menggunakan pengeras suara, bukan karena tidak mampu membeli,  namun mereka masih berpegang bahwa di masjid tidak boleh ada pengeras suara.

Keadaan masyarakat yang demikian sangat mendukung keberadaan PPRQ yang merupakan ajang penggemblengan santri mutahafidziin (penghafal al-Qur’an) yang butuh ketenangan.

Mengapa harus ke daerah terpencil

Tuhun 1986 ada seorang aghniya’ (orang yang mempuyai kelebihan harta) dan ulam dari Jakarta yang mempunyai perkebunan jeruk datang menghadap KHM. Mufid Mas’ud di PPSPA Yogyakarta. Dan salah satu pembicaraan dan keinginan dari pemilik perkebunan itu adalah menjadikan perkebunannya sebagi perkebunan yang dapat bermanfaat dunia dan akhirat. Pemilik perkebunan menginginkan di kebun iitu didirikan pesantren. Pada prinsipnya Hadlorotussyaikh KHM. Mufid Mas’ud sangat setuju dengan keinginan tersebut.

Tak lama setelah pembicaraan itu, Hadlorotussyaikh KHM. Mufid Mas’ud observasi langsung ke Bogor untuk melihat lahan perkebunan yang dijanjikan itu. Hasil dari observasi dan mengadakan pertimbangan-pertimbangan baik dari segi dhohiriyah maupun bathiniyah, maka Hadlorotussyaikh KHM. Mufid Mas’ud memanggil salah satu santrinya yang bernama Muhammad Farhan diberikan kepercayaan dan tugas untuk menjadi salah satu calon yang akan mengisi jabatan pengasuh di Pesantren Bogor itu. Setengah tidak percaya Muhammad Farhan-pun hanya bisa sami’na wa atho’na dengan perintah Hadlorotussyaikh KH M. Mufid Mas’ud.

Tepat pada tangga 20 Agustus 1985 berangkatlah Muhammad Farhan bersama 1 orang santri yang telah selesai menghafal al-Qur’an (Mudzakir Lampung), 1 orang santri yang telah menghafal sebanyak 17 Juz H. Zahri Bantul), 1 santri yang baru menghafal dan memiliki basis pendidikan kitab (Mu’alim Sleman) serta 30 santri yang baru mengenal pesantren. Diantar oleh almarhum bapak Sayid Usman (orang tua dari Muhammad Farhan), menumpang kereta api dari Jogjakarta, turun di stasiun Janinegara (Jakarta) singgah di rumah bapak H. Muhammad Dahlan (pemilik perkebunan), H. Muhammad Dahlan berdomisili di Pasar Jum’at Jakarta Selatan.

Setelah istirahat yang cukup, rombongan Ustadz Farhan diantar ke Bogor menuju tempat yang dijanjikan untuk mendirikan pesantren. Sejak saat itulah kegiatan belajar mengajar al-Qur’an yang diasuh oleh Ustadz Farhan dimulai.

Kurang lebih 9 tahun di PP Asmau’ Husna atas kemurahan Allah melalui hamba-Nya, Muhammad Farhan diberi kepercayaan untuk membeli sebidang tanah demi kemaslahatan ummat. Dari modal sebidang tanah, disertai do’a dari para orang tua dan guru-guru HM. Farhan Usman itu akhirnya bisa berdiri musholla, Asrama Putra, asrama Putri, dan madrasah/aula. Dan ustadz Farhan pun mendirikan pesantren sendiri. Atas anjuran Hadlorotussyaikh KH. Mufid Mas’ud, pesantren baru itu diberi nama PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR’AN (PPRQ)

Sistem pendidikan di PPRQ sama dengan sistem pendidikan yang ada di pondok-pondok takhasus menghafal al-Qur’an. Namun Ustadz Farhan lebih menekankan pada rasa tanggung jawab pada setiap individu. Contohnya santri boleh saja tidak mengaji tetapi harus tetap berani untuk disimak setiap saat.

Setiap jam 07.00 sampai dengan Dhuhur, santri diwajibkan masuk madrasah dengan diisi kajian-kajian kitab yang mendukung santri menjalankan syari’at Islam, seperti kitab Fiqih, kitab tauhid, kitab akhlaq, dan tentu saja kitab tafsir.

Pesantren Terpencil Dengan Segudang Prestasi

Musabaqoh Tiwatil Qur’an (MTQ) maupun Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ), merupakan salah stu ajang untuk syi’ar al-Qur’an. HM. Farhan Usman sebagai pengasuh PPRQ merasakan seandainya hanya mengandalkan pesantren yang berada di daerah yang terpencil, tentu kumandang al-Qur’an tidak akan bisa terdengar oleh masyarakat luas. Maka berbekal pengalaman dan arahan KH. Mu’tasjimbillah, SQ. MPd.I (Pengasuh PP. Sunan Pandanaran Yogyakarta pengganti Hadlorotussyaikh KH. Mufid Mas’ud), yang pernah menjadi juara STQ Nasional bahkan masuk rangking 10 besar tingkat internasional bidang tafsir al-Qur’an, KH. Farhan pun mengikuti jejak itu. Dengan restu dari Hadlorotussyaikh KH. Mufid Mas’ud, pada tahun 1990 KH. Farhan mengikuti STQ Nasional di Jakarta di bidang Mufasir bahasa Arab dan mendapatkan rangking II. Pada tahun berikutnya 1991 mengikuti lagi STQ tingkat Nasional di Palangkaraya dan mendapat rangking ke II dalam bidang Mufasir Bahasa Arab.

Berbekal pengalamanya mengikuti STQ Nasiional itu, KH. Farhan Usman mulai mengutus santrinya untuk mengikuti MTQ maupun STQ dari tingkat Kabupaten, Propinsi bahkan masuk ke tingkat Nasional, prestasi  yang menakjubkanpun diperolehnya. Pada tahun 1994, Hj. Dewi Nur Atiqoh menjdi Juara III MTQ Nasional di Pekan Baru bidang Mufasiroh bahasa Arab. Tahun 1995,  lagi-lagi Hj. Dewi Nur Atiqoh diberi  kesempatan untuk menjadi juara I STQ nasional di Palu Sulawesi bidang mufasiroh bahasa Arab. Tahun 1997, H. Musta’in mendapatkan juara I STQ Nasional di Ambon bidang Mufasir bahasa Arab. Tahun 2001, Iffah Fitriyah, Juara Harapan III STQ di Jakarta bidang Mufasiroh bahasa Arab. Tahun 2003, Ade Zaenal Muttaqin, Juara I MTQ Nasional di Mataram, bidang MHQ 10 Juz. Pada tahun 2006, Taufiq Baihaqi Marfa’ung, Juara I MTQ Nasional bidang Mufasir bahasa Inggris.H Ade zainal Muttaqin juara II MTQ Nasional di Banten bidang MHQ 20 juz putra tahun 2008. Pada tahun yang sama Yayat Sukriyati menjadi juara I MTQ Nasional di Banten bidang MHQ 20 juz putri.

“Kita mengikuti musabaqoh dengan tujuan menjadi yang terbaik. Terbaik di Mata Allah dan di mata manusia,” begitu pesan Hadlorotussyaikh KH. Mufid Mas’ud kepada KH. Farhanh ketika pertama kali meminta izin untuk mengikuti MTQ maupun STQ. Dan pesan itu akan selalu disampaikan KH. Farhan kepada santrinya yang akan mengikuti STQ maupun MTQ.

“Semua itu berkah kemurahan Allah dan berkah do’a para guru kami, lebih khusus lagi do’a dari Hadlorotussyaikh KH. Mufid Mas’ud”, tutur KH. Farhan Usman.

Sumber:
M. Maqshudi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar